Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah, Kenapa Tidak Ada yang Mendoakan Kita?

17 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 17 Mei 2019   06:05 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keduanya menurut. Setelah Jose dan Silvi menghilang di kaki tangga, Paman Revan menyodorkan botol putih ke tangan Ayah Calvin.

"Tadi ketinggalan di ruang depan. Kamu sudah minum obat?" tanyanya sedikit cemas.

Ayah Calvin menggeleng. Tangan kanannya berusaha membuka tutup botol. Mengambil satu butir pil dari dalamnya.

"Tidak apa-apa kalau aku minum sekarang?" Wajah Ayah Calvin menyiratkan keraguan.

"Tentu saja tidak. Minum saja. Mau kubantu?"

Paman Revan meraih gelas kosong. Mengisinya dengan air bening. Diulurkannya gelas itu.

Sembunyi-sembunyi ia melempar pandang ke arah sahabat orientalisnya. Hatinya sedih memikirkan kenyataan yang terjadi. Ayah Calvin, dengan karier cemerlang, bakat menulis, dan disukai banyak orang, ternyata memiliki kelainan darah yang cukup serius. Penyakit itu mengharuskannya minum obat setiap hari.

"Calvin, bagaimana perasaanmu menghadapi kenyataan tentang kondisi darahmu?" Paman Revan bertanya hati-hati.

"Menerima kenyataan. Dan mencoba bertahan. Aku harus bertahan demi anak tunggalku." jawab Ayah Calvin tenang.

"That's great. Hidup harus terus berjalan. Kita sama-sama punya tanggung jawab besar."

Ayah Calvin menghela nafas. "Tapi aku sedih. Bulan mulia sama saja. Dulu, aku tak menjalani karena bukan bagian darinya. Sekarang, aku tak bisa karena larangan dokter."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun