-Asyifa Assegaf-
Katakanlah putri kampus sedang sedih. Sejak menutup pintu mobil, wajahnya tertekuk begitu dalam. Abi Assegaf memahami kesusahan hati putri tunggalnya.
Mobil hitam itu terus melaju menembus jalanan licin berhujan. Untaian tipis kabut menutup langit. Setipis kabut di hati Syifa. Entah mengapa, gadis cantik itu menjadi dua kali lebih manja pada Abinya. Dirapatkannya tubuh pada Abi Assegaf. Disandarkannya kepala ke pundak pria berlesung pipi itu.
"Syifa ada masalah? Cerita sama Abi, Sayang..." bujuk Abi Assegaf lembut.
"Abi...?" panggil Syifa lirih.
"Ya?"
"Syifa sayang sama Abi. Syifa nggak mau ada yang hina Abbi..."
"Oh...I see, Dear. I love you too."
Kecupan hangat Abi Assegaf mendarat di kening Syifa. Anak semata wayang itu menghela nafas, lalu berujar. "Ada yang hina Abi di kampus. Katanya, Syifa punya ayah penyakitan. Ayah yang nggak berguna lagi."
Mendengar itu, Abi Assegaf terenyak. Marahkah dirinya? Sama sekali tidak. Sebab itu kenyataan. Abi Assegaf memang sakit. Sel-sel jahat itu masih bertahan di paru-paru kanannya. Sel-sel jahat yang terdeteksi di stadium dini dan harus dibunuh dengan obat itu pun menggugurkan sebagian besar rambutnya. Gegara penyakit itu, Abi Assegaf sering mengeluhkan sakit di dadanya, beberapa kali kepergok batuk darah sebelum mulai siaran, dan tidur di ruang kerjanya.
"Nak...penyakit itu tanda cinta Allah." kata Abi Assegaf lembut.