"Wow, dia memang berbakat." puji salah seorang fashion blogger di samping Evita.
Komplimen terus mengalir. Evita diam-diam mendengarkan. Tersadar bila suaminya dikagumi banyak orang.
Calvin Wan model profesional yang berbakat. Siapa sangka, pengusaha retail ini telah memulai karier modelingnya sejak remaja. Berawal menjadi coverboy, lalu ditawari kontrak eksklusif dari agency ternama. Sebelum menjadi pengusaha dan blogger, Calvin lebih dulu terjun di dunia modeling.
Meski mematikan handphone termasuk dalam list etika menonton fashion show, ternyata Evita melanggarnya. Sembunyi-sembunyi ia buka telepon pintar. Menunggu beberapa detik saat smartphone cantik berlogo apel tergigit itu membuka laman profil milik Calvin di blognya.
"Pseudonym...love write...try read. Astaga..." desah Evita sepelan mungkin, tak bisa menahan diri.
Ia baru sadar. Calvin ternyata berusaha meyakinkan para pembaca blognya bahwa Calvin Wan pseudonym belaka. Ia bahkan hanya mencantumkan kecintaannya membaca dan keinginannya untuk mencoba menulis di profil. Tanpa menyebutkan prestasi. Low profile, pikir Evita. Dua tahun menikah, banyak hal tentang Calvin yang baru diketahuinya. Kemana saja dia?
Buru-buru ia masukkan lagi smartphonenya ke dalam tas. Pandangannya tertuju pada catwalk. Menikmati ketampanan dan pesona Calvin.
Masih terekam jelas di otaknya saat Evita mendampingi Calvin wawancara eksklusif dengan insan media. Publik rupanya penasaran, mengapa Calvin yang kesehatannya terganggu karena kanker ginjal masih bisa menjadi model. Calvin menjawab pertanyaan publik dengan sederhana.
"Saya hanya ingin memotivasi para surviver kanker, penderita penyakit parah lainnya, dan orang-orang yang berkebutuhan khusus. Modeling dalam keterbatasan itu bisa dilakukan. Penyakit dan kekurangan fisik tidak menghalangi seseorang untuk memasuki dunia modeling."
Jawaban itu terus terkenang di benak Evita. Percik kebanggaan menetesi hati. Ia bangga menjadi pendamping hidup seorang model, blogger, dan pengusaha yang memiliki semangat hidup begitu tinggi.
** Â Â Â