Mohon tunggu...
Lunna See
Lunna See Mohon Tunggu... -

"Pergilah ke mana hati membawamu" // Facebook : Lunna See

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Janda Kembang!

29 November 2015   11:56 Diperbarui: 29 November 2015   21:00 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Hidup memang tak semulus paha langsatmu, Sum..
Ia harus berkelok, berliku, terjal dan menggoda..
Itu baru namanya hidup..

"Aku didatengin terus mas, sama pak Lurah. Dia memintaku untuk jadi istri ke empatnya. Ibu-Bapakku ndak bisa apa-apa mas. Mereka pasrah karena terjerat hutang"

Begitulah bunyi curahan hatimu kemarin sore. Ketika kita berpapasan di ujung jalan kampung ini. Ketika aku baru saja menyelesaikan tugasku sebagai anak lanang sekaligus jejaka tua satu-satunya yang orang tuaku miliki, nyari rumput untuk pakan kambing-kambingku.

Baru empat puluh lima hari sejak kematian suamimu, Sum. Aku  ingat betul bagaimana kamu nyaris gila di kuburan, dan hendak ikut nyemplung di liang lahat saat itu. Untung saja, banyak laki-laki kekar kampung ini yang tenaganya tak terkalahkan olehmu, aku contohnya. Saat itu akulah yang menahanmu. Entah keberuntungan atau kesialan. Karena setelah itu beberapa perempuan menggaplok kepalaku. Sakit, Sum.

Lain hari kamu bercerita lagi..


"Jadi janda itu ndak enak ya, mas? Selalu saja dipandang miring. Saat aku mau ke sungai, sekelompok ibu-ibu yang lagi nyuci sibuk ngomongin aku. Terutama mbak Sri, yang bilang kalau aku menggodai suaminya. Padahal demi Allah, mas! Suaminya mbak Sri saja yang selalu genit sama aku. Aku ndak pernah meladeni!"

Sumi marah-marah.

Sebagai lelaki dan jejaka lumutan sepertiku, tak tau aku harus memberi nasehat macam apa ke Sumi. Si janda kembang yang jadi primadona laki-laki. Sementara setiap kali melihatnya, hatiku kebat kebit, darahku berdesir, dan jantungku berpacu tak karuan. Tapi aku terlalu penakut untuk mengakui. Lagi pula dia masih berduka. Bajingan macam mana yang mencari kesempatan dalam kesempitan seperti itu?

Dan lagi. Almarhum suaminya, Parjo, merupakan teman sepermainanku. Dia mati mendadak muntah darah sehabis menghadiri perayaan sedekah bumi di balai desa. Bagiku, kematianya merupakan misteri. Misteri yang sampai sekarang tidak ada yang berani mengungkitnya.

"Mas, kok kamu ndak kawin-kawin sih? Padahal kamu ngguanteng je.. Kamu pasti terlalu pilih-pilih ya?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun