Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok Digencet, Jokowi Dibidik dan Gelegar Demo 4 November 2016

30 Oktober 2016   07:10 Diperbarui: 4 April 2017   17:07 188541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok (Liputan6.com)

Ketiga, ada upaya untuk menyadarkan kaum nasionalis agar waspada terhadap gerakan-gerakan perongrong keutuhan bangsa. Laporan Sukmawati Soekarnoputri ke Bareskrim Polri perihal penghinaan Pancasila dan Proklamator kemerdekaan RI oleh Habib Rizieg misalnya bertujuan untuk menunjuk hidung kaum agamis fundamentalis. Dalam sejarahnya, kaum ekstrim agamis tidak pernah berhasil menang di negeri ini. Nah, laporan itu bisa dijadikan pintu masuk oleh Bareskrim Polri untuk menangkap Habib Rizieg lebih dulu.  

Keempat, seruan terus menerus NU agar umatnya tidak ikut demo adalah usaha penurunan gelegar demo agar publik tidak ikut-ikutan dan berusaha menciptakan situasi yang kondusif. Perang  propaganda damai di kanal-kanal media dan mulainya kampanye damai di Monas 29 Oktober 2016 oleh pasangan cagub dan cawagub, adalah usaha untuk menyadarkan masyarakat agar tidak mudah terpancing.

Kelima, upaya-upaya mengurangi khasiat gelegar demo maka masyarakat mulai menuntut untuk mengaudit MUI yang selama ini mengeluarkan fatwa dan sertifikat halal. Dan ini tentu saja menjadi bumerang bagi MUI yang takut jika rahasia dapurnya dibuka. Keenam, untuk mengerem SBY agar tidak offside di Pilkada DKI, maka kasus kehilangan arsip asli TPF Munir di masa SBY terus diangkat di media untuk diselidiki.

Pertanyaan menarik selanjutnya adalah mengapa PDIP selama ini cenderung diam terkait kasus Ahok itu? PDIP, Teman Ahok dan para pendukungnya lebih memilih diam dan bertahan untuk sementara. PDIP dan para pendukung Ahok plus pendukung Jokowi yang sangat besar, saat ini menunggu para musuh Ahok menghabiskan senjatanya dulu. Nantinya setelah senjata itu habis, maka mulailah PDIP bergerak dan menyerang balik. Biarkan musuh menyerang duluan sampai capek dan pada saatnya akan mudah diserang. Ingat pencoplosan masih lama, 75 hari lagi. Pada last minute, sesuai dengan kebiasaan PDIP, akan mengelurkan jurus mautnya untuk memenangkan Ahok termasuk konser dua jari misalnya dan memerahkan Jakarta.

Kini publik yakin bahwa aparat telah memetakan dan mengukur potensi demo 4 November itu. Jelas jika  pendemo anarkis, maka akan ditindak tegas secara hukum. Sangat mungkin, aparat menerapkan strategi “ikut larut”.  Mereka akan membaur dan hadir di tengah-tengah pendemo untuk ikut berdemo. Tujuannya adalah agar pendemo berdemo dengan beradab dan bersukaria tanpa kekerasan dan anarkis.

Jadi kesimpulannya adalah demo 4 November tidak perlu ditakutkan namun hanya perlu diwaspadai. Prediksi saya, demo itu 4 November tidak akan meluas dan publik tidak tertarik untuk ikut terjun lebih jauh. Demo itu hanya diikuti oleh orang-orang itu saja yang cenderung diulang-ulang. Ibarat kaset lama yang diputar kembali. Publik kini lebih dewasa. Publik lebih memilih membangun negaranya daripada menghancurkannya.

Dengan demikian demo 4 November itu dan demo-demo selanjutnya tidak akan mampu menggencet Ahok apalagi membidik Jokowi. Itu jauh panggang dari api. Negara jelas tidak boleh kalah dan tidak pernah kalah dengan ormas sangar. Begitulah sejarah bangsa ini yang berdasar Pancasila digoreskan terus ke depannya.

Salam Kompasiana,

Asaaro Lahagu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun