Mohon tunggu...
lady  anggrek
lady anggrek Mohon Tunggu... Wiraswasta - write female health travel

Suka menulis, Jakarta, Blog: amaliacinnamon.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setangkai Bunga Anggrek Layu

19 Februari 2019   19:36 Diperbarui: 19 Februari 2019   19:37 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://www.kepogaul.com

Masih saja seperti itu. Bayang-bayang tentang Tante Karlina saat kami tinggal bersama kembali terpatri dalam ingatan. Seperti pada hari-hari itu melihat Tante berdiri tegak saat menyiram tanaman bunga Anggrek. Sinar matahari tenggelam ke dalam pelukan bumi. Tante sudah bersiap menyayangi mereka sebagaimana dari anak-anakmu sendiri. Bahagia aku perhatikan syahdu melihat Bunga Anggrek dirawat dengan penuh kasih sayang. Maka wajah ceria terlihat jelas di tengah tanaman tropis tersebut. Saat matahari terbenam sekitar jam tiga sore Tante Karlina sambil berkata pelan iringi doa-doa kepada bunga Anggrek tersebut.

"Tumbuhlah bersemi merekah sempurna. Mekarlah wahai bunga anggrek, sesama makhluk hidup ciptaan dari-Nya dengan penuh keindahan." Langit warna biru merona dengan potongan kapas awan bertabuh rindu selimuti rumah dengan syahdu. Menanti dirimu saat memberi pupuk dan menyiram bunga secara teratur. Tante Karlina berhati-hati merawat tanaman bunga Anggrek dengan memperhatikan hal-hal kecil secara seksama.

Yang pertama merawat tanaman bunga Anggrek dengan menghindari sinar matahari secara berlebihan karena mengakibatkan daun-daun menguning seperti terbakar. Awalnya aku bingung mengapa tanaman yang indah itu kau tempatkan jauh dari sinar matahari secara langsung. Ternyata menghindari kerusakan parah yang akan terjadi nanti. Lalu jangan sampai tanaman bunga Anggrek tersebut terlalu banyak menerima kadar air karena dapat menghancurkan tanaman yang indah itu.

 Bukan itu saja kenangan saat kita bersama. Bahkan nasehat kau berikan bijaksana saat aku terluka. Hampir setahun aku mencari pekerjaan dengan susah payah. Bahkan Nabila sudah menyerah dalam mencari kerja. Tidak hanya itu saja pernah diriku ini lelah tak berkesudahan dalam menghadapi setiap malam kelam.

Membenci Tuhan karena ujian yang diberikan kepadaku tidak adil. Usahaku untuk mencari kerja berapa lama lagi harus lalui dengan susah payah? Penat mengitari kepalaku berharap cahaya terang memberikan jalan setiap langkah. Namun aku sudah putus asa.

 "Nabila, Mengapa engkau melupakan diri-Nya? Dia memberikan ujian bukan berarti melebihi kesanggupanmu. Jangan pernah lupakan hal itu." Katamu tenangkan jiwaku menari dalam keresahan. "Allah menciptakan kita untuk selalu membutuhkannya. Lima kali dalam sehari bertemu dengan-Nya dan engkau tahu kepada siapa menghadap? Dia adalah Sang Penciptadengan memohon kepada-Nya, mengharapkan rahmat-Nya, janganlah engkau tinggalkan tanpa pertolongan-Mu sekejap mata pun. Perbaikilah semua kondisiku. Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Bukankah itu doa-doa yang sebaiknya engkau katakan?" Nasihatmu dengan kedua mata menatapku.

Akhirnya aku baru mendapat pekerjaan setahun kemudian. Sejak itu tak pernah lagi aku tinggal bersama Tante Karlina dan Mas Surya. Setelah tinggal dan hidup bersama dengan adik perempuan bernama Sekar membuka toko Roti Lestari, nama Ibuku. Kami juga membuat kopi buatan sendiri untuk para pengunjung. Seminggu kemudian, aku melihat Mas Yanuar duduk dekat jendela kaca. Jari jemari tangan kanan mengetuk meja kayu perlahan. Secangkir teh hangat temani dirinya. Wajahnya tidak berubah. Pipinya tirus dan dahi lebar seperti biasa. Tubuhnya tidak berubah tetap kurus. Tingginya sepantaran denganku. Ada kumis tipis di mulutnya. Rambutnya juga tampak beruban. Di sela-sela rambut ikalnya berwarna hitam.

Tak ada yang berbeda darinya sejak dari dulu. Saat kami tinggal bersama. Kamu melihatku tersenyum tipis. Ah, itu kebiasaanmu. Kuberikan amplop putih kepadanya. "Ini untuk Tante Setyawati. Tolong jangan dilihat jumlahnya. Hanya ini yang bisa kuberikan, hatiku tulus." Ucapku pelan. "Aku tahu. Maafkan aku kalau selama ini telat memberitahu kabar." Balasnya. Nada bersalah tampak terdengar jelas. "Lalu ini untuk Mutiara, Makaroni bakar. Nanti tolong dipanaskan saat tiba di rumah, Ya." Kamu terdiam lagi. Menatap makanan beralaskan wadah alumunium foil dengan plastik kresek membalurnya. "Ya, Sudah. Jaga dirimu, Mas Yanuar." Ucapku sambil berdiri.

"Tunggu sebentar. Ini dari Tante Karlina untukmu. Sudah dipersiapkan dari jauh hari sebelum hari ulang tahunmu." Nabila  kaget melihat Mas Yanuar mengambil kotak kecil dari saku celananya. Kotak berwarna merah dengan hiasan  pita orange menyelimuti. Kedua bola mataku melihat dengan heran. "Ayo, Terimalah." Katamu tegas. Tanganku menyentuh kotak itu. Aku buka pitanya secara perlahan kurasakan tanganku gemetar saat merabanya. Tampak setangkai bunga Anggrek terlihat. Bros bunga warna hijau dengan mutiara di sisi kanannya.

Kami berdua saling bertatapan. Namun wajahku yang bingung terlihat dengan jelas. Sungguh ironi meski dirinya, Tante Karlina tampak layu. Tak disangka ada semangat tersimpan dalam dirimu. "Jangan sampai terlupakan," Bisik-bisik suaramu lirih terdengar. Dan senyum di wajahmu terlihat jelas kini di hadapanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun