Mohon tunggu...
Kusworo
Kusworo Mohon Tunggu... Penjelajah Bumi Allah Azza wa Jalla Yang Maha Luas Dan Indah

Pecinta Dan Penikmat Perjalanan Sambil Mentafakuri Alam Ciptaan Allah Swt

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Floyen Mountain dan Floibanen Funikular: Dari Jantung Kota Menuju Langit Bergen, Norwegia

16 Agustus 2025   05:30 Diperbarui: 17 Agustus 2025   15:10 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titik Paling Tepat Melihat Panoramik Floyen | Dok.Pribadi

Bergen, kota pelabuhan tua yang berdiri sejak abad ke-11, memanggil setiap jiwa pengelana dengan deretan bangunan kayu warna-warni yang memantulkan cahaya senja ke perairan fjord. Di sini, sejarah bukan sekadar catatan, tapi denyut hidup. Dari masa ketika Bergen menjadi simpul emas Liga Hanseatik, aliansi dagang abad ke-13 hingga 15 yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan terkuat Eropa Utara.

Dari pusat kota, Floibanen Funikular membawa kita menembus detak harian Bergen ke ketinggian 320 meter di puncak Gunung Floyen. Hanya 6–8 menit, dan dunia terbentang 360°: pelabuhan biru berkilau, atap-atap rumah berjejer rapi, hingga pegunungan yang memeluk kota. Di atas sana, aroma kopi dari kafe bercampur udara pegunungan, sementara tawa anak-anak di taman bermain melengkapi simfoni langit Bergen.

Dari Flam Menuju Bergen

Keindahan pelayaran Naeroycruise dari Gudvangen ke Flam masih berdenyut di sudut ingatan. Simfoni alam yang baru saja kami saksikan; megah, agung, dan memaksa hati berucap lirih, Subhanallah, terasa seperti masih bergaung di udara.

Namun Norwegia belum selesai bercerita. Dari Flam, roda perjalanan membawa kami menuju Bergen, melewati Voss yang hanya terpaut 110 kilometer. 

Jalanan meliuk di antara danau biru sebening kaca, padang bunga yang menebar warna, dan udara yang seakan membelai waktu. Semua terekam di layar-layar smartphone, meski sejatinya, kenangan paling indah justru tersimpan di sudut batin.

Voss menyambut kami dengan jamuan siang yang menggoda. “Buffet Lunch” dengan pilihan menu western food yang memanjakan lidah, plus unlimited refill soft drinks yang membuat siapa pun merasa jadi tamu istimewa.

Tak ada yang menyia-nyiakan rezeki di depan mata, semua dicoba. Karena, seperti filosofi sederhana, sejatinya rasa makanan hanya dua: enak dan enak sekali. Kenikmatan makan pun sejatinya hanya datang di dua momen: saat perut lapar, dan saat kita berhenti sebelum kenyang.

Di tepi danau Voss, kami menemukan kejutan lain: sebuah lomba paralayang yang tengah memeriahkan langit. Puluhan peserta melayang anggun, memamerkan manuver memukau di atas hamparan air dan punggung bukit hijau. Sebuah tontonan gratis yang terasa seperti bonus perjalanan.

Dan begitu layar alam itu perlahan tertutup, kami pun kembali ke jalan, menuju Bergen, kota pelabuhan yang konon menyimpan pesona tersendiri di ujung rute hari ini.

Panorama Dari Dek di Puncak Gunung Floyen | Dok Pribadi
Panorama Dari Dek di Puncak Gunung Floyen | Dok Pribadi

Bergen: Dermaga Warisan Dunia UNESCO Yang Masih Bernapas

Memasuki Bergen dari arah pelabuhan tua, mata langsung disambut parade bangunan kayu berwarna-warni yang berdiri rapi di tepi dermaga. Inilah Bryggen, ikon kota yang telah bertahan sejak abad ke-11, saksi bisu perdagangan lintas benua ketika Liga Hanseatik menguasai jalur laut Eropa Utara.

Pada abad ke-13 hingga ke-15, kawasan ini menjadi simpul penting dalam jaringan kota pelabuhan dari Jerman, Skandinavia, hingga Baltik, yang tergabung dalam Hanseatic League; sebuah aliansi dagang yang bukan hanya mengendalikan harga dan pasokan barang, tapi juga mempengaruhi politik kerajaan-kerajaan di utara.

Dari sini, ikan kering (stockfish) berlayar menuju pasar-pasar Eropa, sementara kapal-kapal dari Lubeck atau Amsterdam membawa masuk gandum, garam, kain wol, dan kerajinan logam.

Kini, Bryggen bukan lagi gudang niaga yang sibuk, melainkan lorong-lorong waktu yang dipenuhi museum, toko kerajinan, galeri seni, dan restoran.

Pasar ikannya menggoda dengan aroma sup ikan panas, salmon panggang, dan kepiting segar yang siap disantap di tepi dermaga sambil memandang riak air yang memantulkan warna-warna kayu. Di musim panas, meja-meja kafe keluar ke jalan, dan musik jalanan bercampur dengan suara camar yang berputar di langit.

Bergen sendiri adalah panggung alam raksasa. Kota ini dikelilingi tujuh gunung, yaitu; Floyen, Ulriken, Lovstakken, Damsgardsfjellet, Sandviksfjellet, Lyderhorn, dan Rundemanen; dengan latar belakang fjord megah seperti Hardangerfjord dan Sognefjord.

Kombinasi ini membuat setiap langkah di jalan berbatu seakan membawa kita dari kisah bajak laut abad pertengahan menuju lukisan lanskap romantik abad ke-19.

Kehidupan seni dan budaya kota ini berdenyut tanpa henti; dari museum seni KODE hingga rumah komponis Edvard Grieg di Troldhaugen; mencerminkan jiwa Bergen yang setia pada tradisi namun selalu terbuka pada inovasi.

Berjalan di Bergen bukan sekadar melihat pemandangan. Ia adalah pengalaman menyerap denyut sejarah, merasakan aroma laut, dan mengagumi bagaimana sebuah kota bisa berdiri di persimpangan antara masa lalu yang agung dan masa kini yang dinamis.

Panorama  360° dari atas Gunung Floyen | Dok.Pribadi
Panorama  360° dari atas Gunung Floyen | Dok.Pribadi

Funikular Floibanen: Napas Kota Bergen yang Menyatu dengan Gunung Floyen

Hanya berjarak 150-180 meter dari fish market dan Bryggen terletak stasiun bawah (Vetrlidsallmenningen) Funikular Floinbanen yang menjadi penghubung kehidupan pusat kota dengan gunung Floyen setinggi 320 meter.

Dirancang oleh arsitek visioner Einar Oscar Schou dibuka bersamaan jalur funikular pertama pada 15 Januari 1918. Schou kemudian juga menghadirkan restoran puncak Floien Folkerestaurant pada 1925.

Generasi awal Funikular ini dimulai dengan kereta berbahan kayu (oiled teak) terbuka dengan kapasitas 65 orang, ditarik oleh motor listrik 95 hp.

Seiring berjalannya waktu, kereta funikular ini mengalami beberapa kali pergantian, pada 1954, 1974, 1997, dan generasi keempat dari Doppelmayr/Gangloff (2002) dengan jendela besar dan atap kaca.

Pada 2022, Funikular Floinbanen di upgrade dengan kendaraan baru oleh Garaventa/CWA dengan dengan kapasitas hingga 120 orang, kecepatan maksimal 7 m/s (dari sebelumnya 6 m/s), serta akses bebas hambatan level-platform untuk pengunjung dengan kursi roda atau kereta dorong. Kecepatan dimaksimalkan jadi 7 m/s, jalur diperpanjang lima meter agar berhenti sempurna di platform. Sebuah harmonisasi antara tradisi dan teknologi modern

Sejak 1950-an, kereta menggunakan warna merah (Rodhette) dan biru (Blamann) sebagai simbol bendera Norwegia. Warni ini menjadi warna Ikonik Funakular Floinbanen hingga sekarang.

Warna ikonik ini bukan hanya sekedar estetika, tapi kilasan sejarah dan symbol kota. Bendera Norwegia bergerak, lambang kebangsaan yang sejak tahun 1950-an mewarnai jalur ini.

Jalur sepanjang sekitar 848 meter ini memiliki perbedaan elevasi sekitar 302–320 meter dan berhenti di tiga stasiun menengah (Promsgate-59m, Fjellveien-114m, Skansemyren-181m) sebelum mencapai puncak. Untuk mencapai puncak gunung Floyen dibutuhkan waktu sekitar 6-8 menit.

Pemandangan indah menakjubkan 360° kota, pelabuhan, dan gunung-gunung sekitarnya, plus tersedia kafe, restoran, dan area bermain untuk keluarga telah menanti untuk dinikmati.

Troll Forest yang memanggil dengan kisah legenda lokal dan kalau cukup berani, kita bisa melanjuti jalur hiking: mulai dari jalur menawan ke Skomakerdiket, hingga yang menantang menuju Ulriken.

Floinbanen Funikular di Bergen | Dok.Pribadi
Floinbanen Funikular di Bergen | Dok.Pribadi

Gunung Floyen: Sang Penjaga Kota Bergen

Memiliki ketinggian 320 dpl, Gunung Floyen merupakan satu dari tujuh gunung yang mengeliling Bergen. Gunung yang mungkin paling ramah untuk dijangkau dan dijelajahi. 

Nama “Floyen” diyakini berasal dari kata Norwegia Kuno floy yang berarti “layar”, karena puncaknya dulu menjadi titik orientasi para pelaut yang mendekati pelabuhan Bergen. Ada juga versi lain yang mengaitkan namanya dengan “angin sepoi” (floy dalam bahasa modern) yang sering berhembus di puncak.

Floyen juga terkenal dengan Trollskogen atau Hutan Troll. Area hutan pinus dan cemara yang dihiasi patung-patung troll bergaya cerita rakyat Norwegia.

Di sana, mitos dan realitas seakan menyatu. Legenda setempat menyebutkan bahwa troll-troll ini adalah penjaga gunung yang tak suka keramaian, tapi ramah pada pengunjung yang datang dengan hati tulus.

Dari atas Floyen, kita bisa melihat pemandangan 360°. Mulai dari atap-atap Bryggen yang berderet rapi, pelabuhan yang sibuk, fjord yang membentang jauh, hingga riak laut Laut Utara di kejauhan.

Saat musim panas, jalurnya menjadi surga pendaki dan pesepeda gunung, sementara musim dingin mengubahnya menjadi taman salju untuk anak-anak.

Menariknya, Floyen bukan hanya destinasi wisata. Di puncaknya terdapat reservoir air minum kota, jalur lari untuk penduduk lokal, dan beberapa rumah kecil yang dihuni sepanjang tahun.

Di malam hari, lampu-lampu kota Bergen berkilau seperti hamparan bintang terbalik, membuat siapa pun sulit pulang tanpa terlebih dahulu menyimpan pemandangan itu di ingatan.

Titik Paling Tepat Melihat Panoramik Floyen | Dok.Pribadi
Titik Paling Tepat Melihat Panoramik Floyen | Dok.Pribadi

Panorama di Puncak Gunung Floyen : Saat langit, Laut, dan Kota Menyatu

Berada di puncak Gunung Floyen bak berada di beranda langit. Di atas ketinggian 320 dpl puncak gunung Floyen seakan menggelar gallery lukisan alam karya Maha Maestro, pencipta dunia, Allah Azza wa Jalla. Pemandangan spektakuler luar biasa. Penuh dimensi warna dan bentuk yang indah dalam satu kanvas besar 360°.

Saat kaki ini menginjakan diri di dek pandak puncak gunung Floyen, udara seakan langsung berubah, lebih jernih, lebih ringan. Seolah setiap tarikan napas adalah karunia Sang Maha Kuasa untuk diri ini. Mengisi tubuh dengan energi yang tak sekedar fisik, tetapi juga jiwa, sambil memandang maha karya cipta-Nya.

Angin dari Laut Utara menyapu wajah, membawa aroma asin yang bercampur wangi hutan pinus. Suara kota meredup di kejauhan, digantikan bisikan daun dan riuh rendah camar yang berputar di atas kepala.

Kota Bergen terbentang bak lukisan hidup yang digelar di bawah langit biru. Di sisi kanan, Bryggen berwarna-warni berdiri anggun, memantulkan sinar matahari di permukaan air pelabuhan.

Kapal feri, kapal pesiar, dan perahu nelayan melintas pelan, meninggalkan jejak ombak berbentuk kipas yang memudar perlahan. Di kejauhan, fjord-fjord besar seperti Hardangerfjord dan Sognefjord membelah daratan, membentuk jalur air yang berkilau keperakan.

Menikmati Indahnya Panorama Alam Dari Dek Panoramic View | Dok. Pribadi
Menikmati Indahnya Panorama Alam Dari Dek Panoramic View | Dok. Pribadi

Mata lalu bergerak ke lingkaran tujuh gunung yang memeluk kota. Garis punggungnya seperti ombak beku yang membentang, ditutup warna hijau hutan musim panas.

Kabut tipis bergulung naik dari lembah, menutupi sebagian kota, sehingga hanya menara gereja dan atap-atap merah yang terlihat, seperti pulau-pulau kecil di lautan awan.

Tak jauh dari dek pandang, Trollskogen memanggil dengan misteri. Jalurnya teduh, tanahnya empuk oleh lumut, dan patung troll muncul diam-diam di sela pepohonan, ada yang tersenyum ramah, ada yang seperti mengamati langkahmu.

Anak-anak tertawa, berlarian di taman bermain; beberapa pasangan anak muda duduk di bangku kayu, berbagi termos kopi panas; sementara para fotografer diam membidik, seolah takut merusak ketenangan momen itu.

Duduk di Terrace dan Floytrappene yang menghubungkan stasiun atas dengan restauran yang dibangun pada 2022, merupakan lokasi yang sangat tepat menikmati panorama indah di atas gunung Floyen. Dari titik ini, di sore hari hingga matahari tenggelam menyajikan proses permainan warna alam yang kontras sunset menjelang

Di malam hari, panorama berubah menjadi simfoni cahaya. Lampu-lampu Bergen menyala seperti taburan bintang terbalik, memantul di perairan fjord yang tenang.

Saat itu, kita sadar: Floyen bukan sekadar gunung, tapi panggung tempat langit, laut, dan kota menampilkan drama terindahnya, tanpa jeda, tanpa tirai penutup. Semua cantik dan indah, mulai saat pergelaran awal hingga akhir cerita.

Dari Manapun Memandangnya, Semua Indah | Dok. Pribadi
Dari Manapun Memandangnya, Semua Indah | Dok. Pribadi

Floien Folkerestaurant, restoran rakyat yang telah berdiri sejak 1925, juga hasil karya Schou. Dari terasnya, Bergen tampak seperti lukisan: beratap merah, berpelukan dengan laut, dibingkai pegunungan. Di dekatnya ada café, toko suvenir, serta Floytrappene, tangga lebar yang menghubungkan stasiun atas dengan area publik.

Wangi aroma teh dan kopi dengan sepotong cake yang lezat menjadikan momen menikmati panorama cantik di atas gunung Floyen menjadi memori yang tak terlupakan.

Bagai menyatu dengan alam, sambil dibelai hembusan angin sejuk beraroma pinus dan hutan Troll yang penuh legenda lokal. Sementara seorang warga lokal berujar sambil menyeruput kopi di cafe, “Floyen adalah balkon rumah kami, tempat kami melihat dunia, dan dunia melihat kami.”

Jelang Sunset di Gunung Floyen | Dok. Pribadi
Jelang Sunset di Gunung Floyen | Dok. Pribadi
Floyen bukan sekadar gunung; ia adalah titik di mana langit, laut, dan kota saling berpelukan, meninggalkan jejak abadi di mata, di hati, dan di jiwa siapa pun yang berdiri di puncaknya.

 

Jkt/15082025/Ksw/143

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun