Mohon tunggu...
Kusworo
Kusworo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penjelajah Bumi Allah Azza wa Jalla Yang Maha Luas Dan Indah

Pecinta Dan Penikmat Perjalanan Sambil Mentadaburi Alam Ciptaan Allah Swt

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

"Menaklukkan" Gunung Tursina (Mount Sinai) di Usia Senja

20 Juni 2021   10:00 Diperbarui: 20 Juni 2021   14:15 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Berada dipunggung Onta (Doc.Pribadi)

Bulan temaram semakin menampakan diri. Memberi secercah cahaya diantara gelap dan dinginnya gurun;  diantara kokohnya bebatuan keras di bukit Tursina.  Wajah-wajah yang masih terkantuk memaksakan diri untuk tersenyum sambil membangkitkan semangat diri memulai sebuah misi.

Berkumpul dalam sebuah group pendaki. entah apa yang dicari mereka pada malam gelap dingin di kaki Gunung  Tursina, Tempat dimana hamba Nya yang mulia diperkenankan “bertemu” dengan Sang Pencipta diatas puncaknya.  

Malam itu ada 17 orang yang tidak bisa dibilang muda untuk layak disebut pendaki pemula. Rata-rata usia mereka sudah jauh dari sepenggalah. Rentang usia  68 hingga 77 tahun. 

Usia yang sangat pantas disebut Eyang atau Oma, namun begitu bersemangat untuk menapaktilasi perjalanan hamba pilihan Nya. Musa Alaihissalam.

Mereka peziarah Muslim, yang dalam Sunnah Nabi tidak ada riwayat khusus untuk menziarahinya. Hanya kecintaan kepada Nabi Allah yang “bergelar-Kalamullah” (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah Swt) lah yang menjadikan mereka bersemangat untuk menapaktilasi pendakian ini. Sebuah motivasi maha dahsyat yang mampu membuat mereka seperti ini.

Sungguh!  mereka semua tidak tahu persis, bagaimana medan pendakian di Gunung Tursina,

yang memiliki tinggi 2.285 m dpl ini. Jalan keras berbatu curam mendaki ditengah kering alam sekitarnya, debu gurun dan jurang yang sangat dalam sudah menanti. Semua tampak hitam, karena pendakian dilakukan saat malam.

Dihadapan mereka hanya bentangan alam gelap hitam seakan tanpa jalan. Karena malam baru sampai pada puncak usianya. Jam di tangan ini baru menunjuk angka 1 saat group pendaki bergerak menuju “Camal Station” atau tepatnya dimana para onta ditambatkan. Onta yang akan menemani setengah perjalanan pendakian ini.

Tidak ada yang bisa memilih posisi, tidak juga apa yang dikendarai. Onta tentunya! Para Badui “penguasa onta” mengatur dengan caranya sendiri. Ada nomor urut yang disepakati untuk menempatkan pendaki pada onta tertentu. Semua harus nurut kalau mau tetap ikut.

Satu dua angka disebut.  Diikuti oleh Badui yang akan menuntun ke onta yang menjadi kendaraan peziarah menuju “Camel Station” berikutnya  di tengah Gunung sana. Onta di design dengan sanggurdi “khas Onta Gurun Sinai”.  Design sanggurdi yang tidak nyaman, namun aman.

Seakan membentuk huruf  U, Dua buah batang kayu ditempat sedemikian rupa dengan pelana sehingga menjepit tubuh pengendara dari depan dan belakang. Dengan posisi ini pengendara onta tidak akan mudah jatuh. 

Gambar 2. Gambaran Pendakian Gunung Tursina di pagi hari, bayangkan kalau dilakukan di malam hari (Doc.Pribadi)
Gambar 2. Gambaran Pendakian Gunung Tursina di pagi hari, bayangkan kalau dilakukan di malam hari (Doc.Pribadi)
Tidak nyamannya, bila onta mulai bergerak maka bagian perut akan terbentur kayu di bagian depan dan punggung belakang terbentur kayu di bagian belakang. Apalagi bila tubuh dan ukuran Sanggurdi benar-benar Pass atau “ngepres”. Siap-siap lah menahan nyeri. 

Karenanya, peziarah sudah dapat arahan membawa sesuatu yang lembut untuk mengurangi benturan kayu tersebut, bisa berupa bantalan kain, bantal kecil khusus yang sudah disiapkan dari rumah atau benda lain yang membuat nyaman.

Gelap pekat malam tidak mampu membuat peziarah mengidentifikasi ontanya, siapa teman yang naik onta di depan atau di belakangnya. Dimana posisi Tour Leader yang menjadi rujukan pendakiannya. 

Semua samar dalam gelap. Walau membekali diri dengan senter, tapi sudah diwanti-wanti untuk tidak dgunakan. 

Cahaya sinar sentar akan membuat penglihatan onta kabur saat melangkah mendaki jalan terjal pendakian. Ini berbahaya. Semua taat. Tak ada seberkas sinar pun keluar dari senter mereka.

Saat pendakian dimulai. Ada 5 atau 6 onta berjalan beriringan dipandu satu Badui Sinai yang piawai berkomunikasi dengan siulan khas mereka kepada onta. “Komunikasi” yang sudah terjalin secara unik. 

Setiap onta “mengerti” makna siulan bahkan desah si Badui.  Seakan tahu, kapan harus mulai berjalan, kapan harus berhenti, kapan harus duduk atau berdiri.

Dalam kesendirian di atas onta, saat malam gelap nan hening, peziarah akan sibuk dengan diri sendiri. Takut, resah dan gelisah. Seakan tanpa kawan dan teman sependakian. 

Sementara onta terus melangkah, sesekali terdengar siul atau desah Badui memberi perintah kepada rombongan onta yang bergerak membawa peziarah.

Gelap malam membuat mata menatap langit sebagai pilihan. Subhanallah! Langit terlihat indah dengan bertabur bintang. Kecil namun cukup terang tapi tak mampu membuat benerang alam  kelam. Teringat lagu “ku petik bintang dan akan ku bawa pulang”. Seakan dekat, seakan mudah dipegang.

Foto: Dokumentasi PribadiGambar 3. Group Peziarah siap mendaki puncak Gunung Tursina dari Basecamp (Doc.Pribadi)
Foto: Dokumentasi PribadiGambar 3. Group Peziarah siap mendaki puncak Gunung Tursina dari Basecamp (Doc.Pribadi)
Dalam gelap pendakian. Peziarah sudah disarankan sejak awal untuk menggunakan moment tersebut untuk berdzikir, bermuassabah mengintrospeksi diri.  Bila mungkin,  sholat sunnah atau tahajud di atas punggung onta seperti yang pernah dilakukan  Nabi saat ber musyafir.

Ini moment berharga yang tidak selalu hadir dalam hidup kita. Moment saat kita sendiri. Hanya ditemani Allah. Kesunyian dan keheningan membuat kita dekat dengan Penguasa alam maka, berdialoglah dengan Allah dengan dzikir dan sholat, mencurahkan hasrat batin kita yang in syaa Allah akan didengar dan diijabah Nya.

Kaki-kaki Onta itu terus melangkah.  Menanjak, berbelok kekiri atau ke kanan. Satu dua bangunan rumah kecil dengan cahaya lampu minyak dilalui rombongan. 

Bangunan gubuk yang tidak berfungsi sebagai rumah tapi tempat menjual makanan atau minuman bagi peziarah Gunung Tursina. Di satu gubuk terlihat terlihat seorang Badui menanti berharap ada satu atau dua pembeli memberinya rezeki.

Detik dan menit terus berlalu. Kaki-kaki onta ini terus langkah, seakan hanya berhenti bila sudah tidak ada jalan lagi. Tak terasa hampir satu jam lebih badan ini berada di atas punggung Onta dengan derita seakan tak terhenti saat tulang belakang punggung dan perut ini bertemu penyangga berbentuk huruf U sanggurdi.  Nyeri.  

Namun akhirnya penderitaan diatas punggung onta dilalui, saat Badui bersiul dan mendesah menginstruksikan Onta untuk berhenti.

Satu demi satu peziarah turun dengan bersusah payah dari punggung Onta. Beberapa harus dipapah agar dapat berdiri tegak di posisi berdirinya. 

Melihat satu persatu ekspresi gerak tubuh mereka, saat berjalan setelah turun dari Onta,  rasanya akan menimbulkan tawa atau senyum semringah, tapi takut rasa berdosa pada mereka.

Bagaimana tidak? Dengan posisi duduk di punggung onta, tercepit diantara tulang kayu berbentuk U diatas sanggurdi; dengan kaki melebar sesuai besarnya perut Onta; ditambah hembusan angin dingin gurun yang menusuk tulang-tulang tubuh yang sudah semakin tua dimakan usia; dalam waktu yang cukup lama, nyaris hampir 2 jam.  Sekuat dan sesehat apapun tubuhnya, pasti efek akhirnya jelas terasa. Capek dan lelah.

Saat berjalan menuju Basecamp; tempat berkumpulnya peziarah di tengah perjalanan pendakian, dimana onta tidak akan bisa melangkah lagi menuju puncak sana, rasanya diantara kedua paha kita “masih terasa” punggung onta disana. Seakan kedua kaki ini membeku membentuk huruf U.

Gambar 4. Group Peziarah Memulai Pendakian Gunung Tursina (Doc.Pribadi)
Gambar 4. Group Peziarah Memulai Pendakian Gunung Tursina (Doc.Pribadi)
Dan semua tubuh terasa kaku. Namun semua perlahan berlalu. Luluh bersama seiring waktu saat bertemu dengan teman sependakian yang sudah menunggu.

Segelas air hangat mulai menyentuh aliran tubuh, saat kopi, susu atau teh hangat mulai membasahi tenggorokan para peziarah berusia senja ini. Rona merah mulai terlihat di wajah dan bibir pun mulai tersenyum bahkan mulai tertawa. Mereka berkisah rasa yang ada didada masing-masing saat menempuh perjalanan yang baru saja lalu. Seru!

Pemimpin rombongan mulai menghitung anggotanya yang jauh dari usianya. Tersenyum haru melihat mereka yang begitu bersemangat menempuh hambatan perjalanan awal yang sangat berat diusia mereka yang semakin senja. Mereka masih belum menyadari lagi bahwa tahap berikutnya jauh lebih berat dari sesudahnya.

Beberapa peziarah mohon untuk diantar untuk melaksanakan hajat buang air kecil. Uniknya di atas gunung Tursina ini “tersedia banyak tempat” untuk menunaikan hajat tersebut. 

Para Badui yang membantu pendakian menunjukan beberapa tempat, dibeberapa pojok. 30 atau 40 langkah sedikit jauh dari Basecamp. 

Alam terbuka, diantara batu-batu gunung, tanpa sekat, tanpa batas dalam gelap, disanalah tempatnya.  “Ini Toilet alam” yang dengan “ramah” akan mengurai urin anda.

Semua peziarah sudah lengkap. Tubuhnya mulai menghangat. Arahan tahapan pendakian diberikan pemimpin rombongan. Segala sesuatu disiapkan dan di sini lah senter yang dibawa akan digunakan.  

Malam masih tampak muda, masih pukul 3 belum tampak sedikitpun berkas cahaya di langit sana. Semua masih gelap menyelimuti gunung Tursina yang menantang para peziarah berusia senja untuk menaklukannya.

Maka langkah berikutnya dimulai. Dengan membaca Bismillahirahmanirrahim maka peziarah muslim berusia senja itupun bersemangat untuk dapat mewujudkan tekadnya menapaktilasi Jejak Nabi Allah Musa Alaihissalam di atas Gunung Tursina.(Mount Sinai)

(Bagian Pertama dari Tulisan Perjalanan Napak Tilas Para Nabi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun