Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membaca "Nyanyian" Pendukung Anas Urbaningrum

16 Februari 2012   12:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:34 1136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ibu Ismiati Saidi adalah salah satu mantan ketua DPC Partai Demokrat yang sore tadi muncul dalam dialog di TV One. Terlepas dari pro kontra seputar gaya pemberitaan dan siapa dibelakang TV One secara politik, saya berpendapat bahwa TV One berhasil menyajuguhkan "Nyanyian" merdu mereka yang menjadi pendukung Anas Urbaningrum dalam Pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres  di Bandung.

Perempuan berkerudung dengan gayanya yang khas dan polos, terlihat seperti bukan politisi yang pintar berkelit dan mengolah bahasa sebagaimana umumnya kalangan politisi,  Saya seperti melihat seorang perempuan pedagang di pasar yang jujur dan tanpa beban, saya beberapa kali dibuat tersenyum lucu, saat Bu Ismiati ini menjelaskan proses penerimaan uang dari tim suksesnya Anas Urbaningrum.Salah satunya saat menjelaskan seputar proses awal sosialisasi kandidat di daerahnya, yang menurut Ibu Ismiati ketiganya datang dalam waktu yang berbeda, dan ketiganya memberi uang transport. " Kenapa Ibu memilih Anas Urbaningrum saat kongres lalu?" tanya host TV itu. " Kan uang dari calon lain diluar pa Anas lebih kecil.." Ungkapnya dengan tertawa. Terus terang saya ikut tertawa ngakak.

Sama seperti teman sejawatnya mantan Ketua DPC dari Manado, dan katanya beberapa DPC lainnya di tingkat Kota/Kabupaten, kesediaan mereka dilatarbelakangi suara hati nurani yang tanpa paksaan dan pesanan dari siapapun dan pihak manapun. Karena mereka merasa sebagai manusia yang beragama, beriman/percaya. Dengan kalimat dan bahasa yang berbeda mereka mengungkapkan keprihatinannya terhadap apa yang menimpa demokrat dan juga M Nazarudin yang menurut mereka justru mengungkapkan hal yang benar, sepanjang menyangkut masalah gelontoran uang yang dialirkan pada Kongres Partai  Demokrat.

Hanya bedanya beberapa orang yang berani bersuara rata-rata sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua DPC atau menjadi anggota legislatif Partai Demokrat, sementara para Ketua DPC lainnya bersedia membuka semua hal menyangkut politik uang dalam kongres itu kalau dilakukan dalam mekanisme internal partai. Mungkin maksudnya mereka akan berani membuka kalau dimintai penjelasan oleh Dewan Kehormatan atau apalah, yang penting internal partai.

Apa yang di "Nyanyikan" para pelaku sejarah peristiwa pembagian uang dalam arena kongres Demokrat tersebut tentu semakin membuat posisi partai demokrat, terutama kubu Anas Urbaningrum terpojok. Karena semakin membuka kotak pandora aliran uang yang diduga (sebagaimana pengakuan M Nazarudin) berasal dari PT DGI yang notabene tersangkut perkara suap dalam proyek pembangunan wisma atlet.

Jika kita membaca secara sederhana "Nyanyian" para pendukung Anas Urbaningrum tersebut, maka sebenarnya sangatlah terang benderang alur ceritanya. Kira-kira begini :

" Demi memuluskan keinginannya untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, Anas dan Tim suksesnya mulai konsolidasi dan sosialisasi ke daerah-daerah. Mengumpulkan DPC-DPC tiap propinsi, menyampaikan maksudnya untuk maju sebagai Kandidat Ketum, melobi mereka agar pada waktunya mereka memilih bung Anas Urbaningrum. Pulang kedaerahnya masing-masing diberi uang, entah untuk akomodasi, transport atau apapun. Saat waktunya mereka terbang dan menginjakan kaki di Jakarta, mereka juga di "karantina", dikumpulkan, diberi lagi uang untuk bekal ke Bandung, bahkan berangkat ke Bandungnya pun bersama. Saat di Bandung pun mereka dikawal dan "diamankan" dihotel, diberi uang lagi sama Black Bery. Pesannya tetap, Agar Ketua DPC memilih Anas Urbaningrum. Saat selesai kongres, dan Anas pun menang, mereka dikumpulkan lagi, diberi uang lagi, untuk transport pulang kembali ke daerahnya masing-masing. Hingga Total setiap DPC memperoleh 100 Juta.

Nah yang menjadi persoalan dan membuat ribut jagat perpolitikan adalah, tertangkap tangannya kasus suap Pembangunan Wisma Atlit Jakabaring palembang yang melibatkan sesmenpora Wafid Muharam dan operator lapangan PT DGI yaitu Mindo Rosalina Manulang dan Yulianis yang menyeret Petinggi Demokrat di dalamnya yaitu mantan Bendahara Umumnya M Nazarudin, Andi Malarangeng, Mirwan Amir dan Angelina Sondakh. "Nyanyian" M Nazarudin bahwa uang suap dari PT DGI itu mengalir ke arena Kongres Partai Demokrat yang disinyalir digunakan sebagai biaya pemenangan pencalonan Anas Urbaningrum.

Alurnya sangat simple sebenarnya, sumber uangnya sudah diketahui dan sedang diselidiki oleh KPK, sebagian penerimanya sudah mulai " bernyanyi", mengakui bahwa ada pemberian uang yang jumlahnya mencapai 100 Jt per DPC. Persoalan semua proses dan alur bagaimana pencairan uang dari sumber pertama, baik yang menyangkut "Apel Malang", "apel Washington", "Ketua Besar", "Bos Besar", hingga semua pengakuan para saksi di persidangan, pengingkaran  Angelina Sondakh dan lain-lainnya, itu hanya tergantung bagaimana penyidik KPK mampu membuktikannya menjadi sebuah BAP yang layak dibawa ke persidangan, serta disana dapat terungkap fakta-faktanya secara terang benderang. Yang salah dihukum, yang tidak bersalah ya dibebaskan. Gitu aja koq Repot!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun