Mohon tunggu...
Efendik Kurniawan
Efendik Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Publish or Perish

Pengamat Hukum email : efendikkurniawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan In Abstracto UU ITE yang Bermasalah

6 November 2022   09:29 Diperbarui: 6 November 2022   09:44 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ada apa dengan UU ITE? Dalam beberapa pekan ini, semua aspek masyarakat sedang tertuju kesana. Bahkan, 'memaksa' Presiden untuk menegaskan harus ada revisi terhadap undang-undang itu. 

Pasca pernyataan Presiden, Menkopolhukam langsung membentuk 2 (dua) tim untuk melakukan kajian terhadap UU ITE. Terakhir, Kapolri mengeluarkan Surat Edaran (SE) sebagai dasar Penyidik untuk menerapkan undang-undang ini.

Pernyataan Presiden ini berawal dari keinginannya supaya masyarakat dapat melakukan kritik terhadap 'kebijakan pemerintah'. Tetapi, masyarakat sendiri khawatir. Ya, khawatir kritikannya akan berujung pada nestapa hukum pidana. Mungkin pemerintah peka, dan langsung menanggapi. 

Ada fikiran yang menggelitik. Andai saja tidak ada keinginan Presiden seperti itu. Bukan tidak mungkin undang-undang ini tidak ada usulan revisi.

Melihat politik hukum seperti ini, seperti yang diungkapkan oleh John Austin, "hukum itu perintah penguasa yang berdaulat". Dalam hal ini, perintah Presiden langsung untuk menyatakan revisi UU ITE. Dengan kata lain, perubahan suatu undang-undang harus diawali dari perintah seorang penguasa.

Padahal, UU ITE ini lahir sejak tahun 2008 dan sudah pernah direvisi pada tahun 2016. Apakah pada tahun 2021 akan direvisi kembali? Atau hanya diatur oleh aturan-aturan di bawahnya? Menarik untuk ditunggu. Kebijakan apa yang akan diambil pemerintah.
Masalah Kebijakan in abstracto

Seperti yang disampaikan Barda Nawawi Arief, bahwa "kebijakan in abstracto dari suatu UU yang bermasalah, maka dapat dipastikan kebijakan in concretonya juga bermasalah." Itulah yang sedang terjadi dalam UU ITE ini. Persoalah sesungguhnya ada pada subtansi undang-undangnya.

Mengutip legal system dari Lawrence M. Friedman, mengatakan bahwa hukum itu sistem. Dengan demikian, terdapat sub-sub sistem dalam sistem hukum itu, yakni substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Dalam konteks ini substansi hukum dari UU ITE menjadi pusat perhatian.

Polemik ini juga muncul, ketika banyak masyarakat yang menyatakan ada 'pasal-pasal karet' dalam UU ITE. Misalnya, tindak pidana pencemaran nama baik dan/atau penghinaan sebagaimana diatur dalam 27 ayat (3) UU ITE. Banyak sekali penegakan hukum dalam UU ITE yang berkaitan dengan tindak pidana ini.

Serta, selalu menjadi perbincangan publik. Jika ada kasus yang seperti itu. Inti masalah dari pengaturan tindak pidana pencemaran nama baik dan/atau penghinaan ini ada pada 'rumusan delik'nya. Bisa dibandingkan dengan pengaturannya pada KUHP. Tindak pidana pencemaran nama baik diatur di dalam Pasal 310 KUHP. Sedangkan, pada unsur delik penghinaan, rumusan delik itu yang kabur penasfirannya. 

Penghinaan yang seperti apa yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) ini. Mengingat istilah Penghinaan itu merupakan judul Bab di dalam KUHP. Terdapat, pencemaran nama baik, fitnah dengan lisan, fitnah dengan tulisan, pengaduan palsu, dan penghinaan ringan yang termasuk dalam judul Bab di dalam KUHP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun