Ketika Pajak Tak Lagi Soal Negara Saja
Bayangkan perusahaan raksasa teknologi dengan miliaran pengguna di seluruh dunia, tapi hanya membayar pajak yang sangat kecil --- bahkan nyaris nol --- di sebagian besar negara tempat mereka beroperasi. Bukan karena mereka melanggar hukum, tetapi karena mereka tahu betul cara bermain di tengah celah aturan internasional. Inilah kenyataan yang membuat sistem perpajakan global saat ini banyak dipertanyakan: bagaimana mungkin perusahaan multinasional (multinational corporations/MNCs) yang menikmati keuntungan besar dari ekonomi dunia justru membayar pajak lebih sedikit dibanding UMKM lokal?
Ketimpangan ini bukan semata soal kemampuan menghindar, tapi juga soal struktur hukum dan kelemahan sistem perpajakan internasional. Di tengah krisis keadilan fiskal, strategi seperti transfer pricing, penghindaran pajak melalui tax haven, dan lemahnya koordinasi antarnegara menjadi celah yang terus dimanfaatkan. Lalu, bagaimana ini bisa terjadi? Dan apa yang bisa dilakukan negara seperti Indonesia?
Transfer Pricing: Jurus Legal Tapi Kontroversial
Transfer pricing secara sederhana adalah praktik penentuan harga atas transaksi antarperusahaan dalam satu grup usaha (afiliasi), misalnya antara kantor pusat di Amerika dan anak perusahaan di Indonesia. Prinsip dasarnya adalah bahwa harga yang dikenakan harus sesuai dengan prinsip "arm's length" --- yaitu harga wajar seandainya transaksi itu dilakukan antar pihak independen.
Namun dalam praktiknya, perusahaan multinasional bisa mengatur harga tersebut agar keuntungan "dipindahkan" ke negara dengan tarif pajak lebih rendah. Misalnya, sebuah anak perusahaan di Indonesia membeli jasa lisensi dari afiliasinya di negara tax haven dengan harga sangat mahal, sehingga laba di Indonesia menjadi kecil, dan pajak yang dibayar pun minim.
Secara hukum, praktik ini sah selama perusahaan bisa membuktikan bahwa harga tersebut wajar. Tapi kenyataannya, negara-negara berkembang sering tidak memiliki cukup data pembanding, kapasitas audit, atau bahkan keberanian politik untuk menantang perusahaan raksasa.
BEPS: Upaya Dunia Menutup Celah
Melihat besarnya potensi kehilangan penerimaan negara dari praktik ini, OECD dan G20 menginisiasi proyek besar bernama Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Proyek ini dimulai tahun 2013 dan bertujuan menutup celah hukum internasional yang dimanfaatkan perusahaan multinasional untuk mengalihkan laba (profit shifting) dan menggerus basis pajak (base erosion).
BEPS terdiri dari 15 aksi, antara lain: