Dunia saat ini sedang menuju ke sistem baru perpajakan global melalui OECD Pillar I dan II, yang akan mengalokasikan sebagian laba perusahaan multinasional ke negara pasar dan menetapkan tarif pajak minimum global sebesar 15%. Skema ini menjadi harapan baru untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan mencegah perlombaan tarif (race to the bottom).
Meski demikian, kritik tetap ada. Banyak pihak menilai proposal ini masih terlalu menguntungkan negara maju dan tidak cukup mengakomodasi kepentingan negara berkembang. Selain itu, proses implementasinya sangat kompleks dan memerlukan keseragaman tinggi antarnegara, sesuatu yang sulit dicapai dalam waktu dekat.
Pajak dan Masa Depan Ekonomi yang Adil
Ketimpangan perpajakan global bukan sekadar isu fiskal, melainkan soal keadilan sosial dan kedaulatan negara. Ketika perusahaan raksasa membayar lebih sedikit pajak daripada pedagang kecil di pasar tradisional, ada yang salah dalam sistem yang kita pertahankan bersama.
Indonesia harus terus memperjuangkan sistem perpajakan yang lebih adil, tidak hanya dengan memperkuat kebijakan nasional, tapi juga aktif dalam diplomasi internasional. Di sisi lain, masyarakat sipil, media, dan akademisi juga perlu mengawasi dan mengkritisi agar celah-celah ketimpangan ini tidak dibiarkan terus terbuka.
Pajak bukan sekadar kewajiban. Pajak adalah kontribusi terhadap keadilan dan keberlanjutan. Dan agar pajak bekerja untuk semua, sistemnya pun harus adil bagi semua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI