Mohon tunggu...
Kukuh C Adi Putra
Kukuh C Adi Putra Mohon Tunggu... Praktisi dan Pendidik | @kukuhcadiputra

GTK Inovatif Kategori Guru SMK Tahun 2023 dan 2024 - BBGP Jawa Tengah | Pengisi Selepas Subuh dan Bukan Sekadar Absen | Certified Trainer and Asessor BNSP RI

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Selepas Subuh: Parenting vs Providing dan Dilema Orang Tua

5 Juni 2025   15:51 Diperbarui: 5 Juni 2025   15:51 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dilema Orang Tua (Sumber : Gemini Generated AI)

Quality time adalah atmosfer, sebuah iklim yang dibangun dari akumulasi quantity time yang tulus. 

Seperti tanah yang subur, ia butuh hujan teratur, bukan hanya siraman sesekali. Jika kita terus-menerus mengabaikan quantity, maka quality pun akan mati kelaparan.

Banyak dari kita berpikir, "Nanti saja, setelah sukses, baru aku akan punya waktu untuk anak." Ini adalah janji kosong yang sering diucapkan, namun jarang ditepati. Sukses itu seperti cakrawala, selalu ada di sana, selalu bergerak menjauh saat kita dekati. Anak-anak tumbuh tidak menunggu sukses kita.

Mereka butuh kita sekarang, di saat mereka mengeja huruf, di saat mereka belajar jatuh dari sepeda, di saat mereka menemukan cinta monyet pertama. Jika kita menunda kehadiran, kita hanya akan menemukan kekosongan saat tiba waktunya kita mencari mereka.

Sebuah adagium kuno mengatakan, "Waktu adalah uang." Di era ini, kita justru mempertukarkannya secara brutal. Kita tukar waktu bermain dengan anak demi uang lembur, kita tukar waktu mendongeng demi rapat sampai malam.

Uang bisa dicari, bisa direplikasi, bisa bertumbuh. Tapi waktu, waktu yang sudah berlalu, takkan pernah kembali. Ia seperti air yang jatuh dari genggaman, hilang tak berbekas. Anak-anak kita, di mata mereka, waktu kita adalah emas, berlian, permata tak ternilai.

Pesan moralnya jelas: kita harus berani meredefinisi ulang arti "orang tua yang berhasil." 

Bukan lagi hanya tentang berapa banyak aset yang kita wariskan, melainkan berapa banyak memori dan nilai yang kita tanamkan. Bukan berapa tinggi jabatan kita, melainkan berapa dalam jejak kaki kita di hati anak-anak. "Kebahagiaan sejati anak bukan diukur dari apa yang mereka miliki, tapi dari siapa yang mereka miliki," seperti kata seorang psikolog anak terkemuka.

Mungkin sudah saatnya kita, sebagai orang tua, berani memberontak dari narasi "kesibukan adalah kebajikan." Berani sesekali menekan tombol pause dari rat race yang tak berujung. Berani untuk terlihat "tidak produktif" di mata dunia, demi menjadi "sangat berarti" di mata anak-anak kita.

Ini bukan tentang memilih salah satu peran, melainkan tentang menyeimbangkan keduanya dengan bijak, seperti seorang akrobat yang lihai menjaga keseimbangan di atas tali.

Penutup: Memeluk Kedua Peran Orang Tua

Maka, mari kita mulai setiap hari dengan pertanyaan: "Apa yang bisa aku hadirkan hari ini untuk anakku, selain materi?" Mungkin itu adalah sebuah senyum tulus, sebuah pelukan hangat, sebuah cerita sebelum tidur, atau sekadar kesediaan untuk mendengarkan tanpa menghakimi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun