Mohon tunggu...
Muhammad Fachri Darmawan
Muhammad Fachri Darmawan Mohon Tunggu... Freelancer - Alma Matters.

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Pasti Adalah Ketidakpastian

25 Juli 2017   11:43 Diperbarui: 25 Juli 2017   11:51 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ditemani rokok dan kopi, di tengah keramaian pasar yang mencuat, Dorge duduk di pelataran gedung tua di depan pasar lama Kota Andasan. Menghisap sebatang rokok dan menjumput segelas kopi menjadi menu sarapan ia pagi itu. Ya, tempat yang menjadi medium untuk membebaskan dirinya dari segala apa yang membelenggunya, pelataran gedung tua. 

Entah apa yang dirasakannya saat ia hanya duduk, menghisap rokok dan menjumput kopi. Dia hanya merasakan bebas, bebas seperti burung dara yang lepas dari sangkarnya dan akan kembali ke sangkarnya pula. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk duduk di pelataran gedung tua sembari, kalau ada orang lain yang duduk di sampingnya, ia akan ajak ngobrol. Terkadang ia sampai lupa untuk pergi kerja dan terkadang pula ia lupa untuk bertemu dengan rekanan yang sudah membuat janji dengannya. 

Ya, Dorge adalah seorang pebisnis muda yang sedang menapaki kariernya menjadi seorang direktur utama PT Amani yang bergelut di bidang tambang dan minyak. Di dalam struktur organisasi, ia menempati posisi strategis, ia menjadi kepala bagian hubungan perdagangan antar perusahaann atau humas eksternal PT tersebut. Yap, sebuah posisi yang strategis dan juga tanggung jawab yang besar yang diembannya. 

Kenapa ia pagi itu ke pelataran gedung tua? Karena pada titik dimana kita merasa tidak kuat dalam menghadapi suatu masalah kita pasti akan mencari medium yang dapat membebaskan itu semua. 10 jam yang lalu, dalam pertemuan bisnis dengan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang teknologi informasi. Pertemuan kala itu membahas mengenai bagaimana PT Amani dapat melakukan ekspansi bisnis nya ke dalam domain bisnis start up yang sedang booming saat ini. 

Konteks yang sangat berat bagi Dorberg, tetapi apa mau di kata, lakukan atau tidak sama sekali! Pikir Dorberg saat itu. Ia terbilang nekat dalam hal tersebut, karena ia tidak memiliki background sebagai pebisnis di bidang IT dan ia harus melakukan pertama kalinya bisnis seperti itu dengan PT tempat ia bekerja. But, inilah pekerjaannya, segala tantangan dan juga harapan bersatu di dalamnya. Tantangan untuk mengalahkan kelemahan dan harapan untuk meluaskan ekspansi bisnis!.

Pertemuan itu terjadi di sebuah hotel berbintang 5 di pusat kota Bakaria. Sekali lagi, ditimpa oleh kenekatan yang ia lakukan dan juga risih dalam pribadinya, bahwasanya ia tidak bisa berlarut lama dalam gedung berbintang 5 ini. Karena ia memiliki suatu perspektif, bahwa ia harus setara dengan orang lain dan ia merasa jika ia bertemu di hotel bintang 5 yang segala fasilitasnya ada dan sangat lah mahal juga harganya, ia merasa berbeda dengan orang-orang yang tidak berkecukupan dalam hal ekonomi! Ia merasa, kesenjangan yang ia rasakan semakin menukik jiwanya dan rasa malu menyelimutinya! "Dari hotel yang sangat mewah, saya bisa membuat perusahaan saya maju, tetapi saya tak bisa membuat orang-orang disekeliling saya yang jauh dibawah saya maju!" Gumamnya dalam hati.


Satu orang yang kenal dekat dengannya mulai menghampirinya di pelataran gedung tua itu. Membuat fokusnya dalam meratapi 10 jam yang lalu membias bagaikan asap yang menguap di udara.

"Boleh pinjam korek". Tanya Pak Dutron.

Dorberg memberi korek kayu ke Pak Dutron yang saat itu sedang menggenggam sebotol air mineral di tangan kirinya.

Pak Dutron mulai menghisap rokoknya dan ia mulai berbicara dengannya saat itu juga.

"Apa yang membuatmu datang ke tempat seperti ini?" Tanya Pak Dutron dengan nada sumir.

"Seperti biasa pak, banyak masalah dan berat tanggung jawab!. Dengan nada sedikit meninggi seperti ingin berteriak meluapkan segala amarahnya.

"Kau datang kesini untuk melepaskan itu semua?"

"Ya, begitulah".

"Terkadang, ketika ingin menghanyutkan segala beban masalah, kita perlu menyendiri dan menggapai kesendirian, tetapi pada satu kondisi kita tak bisa menghanyutkannya, kita butuh orang lain untuk melenyapkannya". Ujar Pak Dutron dengan kebijaksanaannya.

Dorberg kembali diam termanggu dengan sebatang rokok yang mulai habis dihisapnya. Ia merenungkan perkataan Pak Dutron, yang sangat sederhana tetapi sangat menancap di hatinya.

Tidak lama kemudian, Pak Dutron pergi sambil menghisap rokok di mulutnya yang dibalut dengan bibir tebal berwarna hitam. Kembali, ia sendiri di sana, tetapi, kejadian yang 10 jam lalu menimpanya, seolah-olah terkikis oleh pembicaraan singkatnya dengan Pak Dutron. Ia mulai merasa bahwa kejadian 10 jam yang lalu menguap dengan sendirinya.

Rokok yang dihisapnya mulai habis, tidak ada sisa pula di bungkus rokoknya. Ingin rasanya ia pergi dari sana, tetapi ia tak tahu harus kemana. Kupu-kupu yang hinggap di tanaman di sampingnya mengingatkannya kembali pada pekerjaannya. "Andaikan bisa seperti kupu-kupu yang bisa terbang kemana-mn dengan membawa keindahan di dalamnya, kebebasan dengan keindahan yang tercipta di dalamnya, alangkah nikmatnya".

Dengan tergesa-gesa, Dorberg pergi meninggalkan pelataran gedung tua dan tak tahu kemana. Ingin bertemu orang-orang yang disayanginya, tetapi itu hal yang sangat sulit, karena pada dasarnya Dorberg adalah individu yang tidak percaya akan kejujuran setiap manusia. Ingin berkumpul dengan teman-teman yang berjuang bersamanya pada saat kuliah, itu juga sangat sulit karena tak tahu dimana mereka berada. "Ah, dunia ini penuh dengan kesulitan dan kehampaan, tidak ada rasa dan tidak ada asa, kita ini seperti kaktus yang berusaha tumbuh di dataran tinggi pegunungan!".

Hanya kesulitan dan ketidakpastian yang abadi di dunia ini, hanya kebahagiaan dan kepastian yang sumir di dunia ini. Apa yang kurasakan saat ini adalah secuil masalah bagi manusia yang ada di dunia ini, tetapi dengan itu, segalanya dapat merubah perspektif manusia dalam waktu yang singkat terhadap dunia ini. Kita mengharapkan bahwa semua sesuai dengan persepsi kita. Kita mengharapkan bahwa semua harus sesuai dengan keinginan kita. Dunia ini penuh ketidakpastian, segala persepsi dan keinginan tiada tempat di dalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun