Mohon tunggu...
Kurnia Trisno Yudhonegoro
Kurnia Trisno Yudhonegoro Mohon Tunggu... Administrasi - Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Agricultural,Economic consultant and military enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perpu 01/2020 dan Keberlanjutan LPDP, Sebuah Jalan Tengah

13 April 2020   07:47 Diperbarui: 13 April 2020   07:52 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dikutip dari Laporan Tahunan LPDP 2018

Dibawah ini hasil simulasi penulis bila hampir semua deposito bank dipindahkan ke SBN untuk membantu menopang perekonomian negara, dengan yang lain tetap di posisi semula.

simulasi penulis
simulasi penulis

Disini kita bisa melihat, bila kupon SBN menggunakan floor rate seperti pada SBR 007, maka nilai kuponnya minimal adalah 7,95%. SBN existing otomatis melakukan renewal bila mencapai maturity date. 

Deposito terpaksa dipangkas 24 Trilyun rupiah untuk dialihkan ke instrumen SBN. Sebagian kecil deposito tetap perlu dipertahankan untuk memudahkan fasilitasi transfer dan giro melalui bank referensi (cukup satu bank buku IV BUMN).

Sehingga dari simulasi kasar, apabila angka kuponnya bisa mencapai seperti yang disimulasikan, maka akan tercapai angka luaran imbalan sebesar 4,1 Trilyun rupiah. Yang mana angka tersebut masih diatas proyeksi kebutuhan 2020 dan 2021 yaitu sebesar 3,04 dan 3,5 Trilyun rupiah (masing-masing naik 15 % dari tahun sebelumnya).

Sehingga total dana yang bisa direalokasikan dari LPDP untuk memenuhi amanat Perpu 01/2020 untuk TA 2020 adalah sebesar 61,2 Trilyun rupiah. Yaitu 43,2 Trilyun rupiah berupa realokasi portofolio untuk pembelian SBN (pinjaman), dan 18 Trilyun rupiah realokasi anggaran.

Simulasi ini juga telah mengantisipasi kebutuhan sampai dengan 2021, karena menurut hemat penulis, pada TA 2021 sekalipun pemerintah masih sulit untuk bisa mengalokasikan anggaran untuk melakukan Top-up dana abadi.

Sebetulnya, ketiadaan Top-up dari pemerintah bukan merupakan hal baru, pada tahun 2014 dan 2015 pun pemerintah tidak melakukan Top-up. Sehingga hal ini tidak perlu menjadi bahan perdebatan, mengingat kondisi saat ini perlu memfokuskan anggaran pada sektor yang lebih membutuhkan, antara lain sektor Kesehatan.

Kesimpulan

Harian kompas dalam artikel  "Hati-hati menggunakan Dana Abadi Pendidikan" pada tanggal 9 april 2020 mengisahkan betapa pentingnya pendidikan dengan kisah Kaisar Jepang pasca PD-II yang menekankan cerita mengenai keberadaan guru.

Jauh sebelum masa Kaisar Hirohito, pada saat Kekaisaran Jepang sedang berusaha untuk melakukan modernisasi pada zaman kaisar Meiji (1871-1873), mereka mengirimkan delegasi sebanyak 103 orang, yang terdiri dari Menteri, staff kementerian dan pelajar, untuk melakukan kunjungan ke berbagai negara maju. Beberapa orang selanjutnya ditinggal di negara-negara Eropa-Amerika untuk melanjutkan studinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun