Hal ini sebenarnya bukan lagi hal baru, ketika zaman Abdurrahman Wahid sebagai Presiden, banyak sekali usaha yang ingin menjatuhkan pemerintahan Presiden Gus Dur tersebut. Bahkan ketika Presiden Gus Dur turun dan digantikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri, usaha tersebut masih saja terjadi.Â
Ada ungkapan "Pemimpin tidak boleh wanita", "Wanita tidak boleh jadi pemimpin", "Di kitab suci perempuan dilarang menjadi seorang pemimpin". Usaha-usaha ini terus saja bergejolak, sampai agama pun dijadikan tameng untuk kepuasan hasrat suatu kaum untuk berkuasa.
Menurut sejarah sendiri, banyak oknum yang memang sengaja mencari kesempatan dalam kesempitan. Dahulu mahasiswa menentang Presiden Soekarno sebagai Presiden seumumr hidup karena hal itu adalah otoriter serta tidak sesuai UUD 1945.Â
Nyatanya upaya tersebut gagal namun Preside Soekarno justru turun takhta digantikan oleh Presiden Soeharto saat itu yang malah menjabat lebih lama dari Soekarno. Ini perihal tuntutan yang dimanfaatkan oknum lain, bukan perihal anti Soeharto.
Bahkan ketika demonstrasi 25 September 2019 yang diikuti oleh anak-anak STM, ketika mereka dibubarkan polisi, mereka menyanyikan lagu wajib nasional.Â
Bahkan dalam kasus penyerangan terhadap polisi mereka membawa bendera Indonesia dengan dasar nasionalisme namun menyerang. Hal ini salah dan berusaha membenarkan diri dalam bertindak, namun jauh dari hal utamanya.Â
Video di atas memperlihatkan atribut yang digunakan hanyalah aksesoris, tidak sesuai dengan makna dalam atribut itu sendiri.
Sudah seharusnya kita tidak terpancing oleh berita yang belum tentu kebenarannya. Tetaplah fokus pada tujuan utama, jangan pernah mau untuk dialihkan, bahkan diputarbalikkan.Â
Ayolah, jangan mau terprovokasi oleh oknum yang pasti jahat memanfaatkan momen ini. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari atau bahkan di masa depan, hanya karena kejahatan menang dan merajalela.
Salam, INDONESIA!