Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanggung Jawab Moral Melemah dan Konsekuensi Etis

23 November 2021   16:41 Diperbarui: 23 November 2021   17:17 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tanggung jawab moral melemah. Sumber: dosensosiologi.com.

Korban Perang, khususnya di Suriah memang sudah menjadi masalah yang sangat krusial. Sejak Presiden Bashar al-Assad menjadi pemimpin Suriah (2000), kondisi sosio-geo politik negara Suriah memang sungguh carut marut.

Kehadiran organisasi teroris mundial yang dipimpin Abu Bakar al-Baghdadi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) atau Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) juga memengaruhi kondisi kehidupan warga negara. 

Konflik horisontal dan vertikal pun tak dapat dibendungi. Ratusan korban bencana kemanusiaan dari tahun ke tahun dipublikasi di portal media. Dari banyaknya korban, anak-anak yang tidak bersalah (the innocent children) justru menjadi sasaran yang tidak bisa dicari jalan tengahnya.

Tanggung Jawab Sosial-Moral yang Melemah

Ketika orang-orang di Suriah, Irak, dan Afghanaistan atau negara-negara di Timur Tengah yang umumnya terlibat konflik sering mengalami sekaligus menyaksikan konflik berdarah, agaknya situasi-situasi demikian cukup lama untuk mengendap di dalam sanubari.

Tumpah darah tidak lagi menjadi sesuatu yang baru untuk setiap generasi di negera-negara ini. Mendengar bunyi bom, senjata, atau teriakan minta tolong pun seperti sesuatu yang normal. Dalam hal ini, problem terkait tanggung jawab sosial dan moral pun ikut tergerus.

Hemat saya, apa yang dialami oleh anak-anak yang ada di Suriah dengan angka kematian 29 ribu jiwa sejak Maret 2011 adalah akibat dari dari tanggung jawab moral dan sosial yang melebah. Dari Bashar al-Assad sebagai pemimpin, tendensi untuk merusak kehidupan bersama sudah lebih dahulu ditanamkan.

Presiden al-Assad tidak pernah hadir sebagai pelaku penentu kebijakan moral-etis. Dalam hal inilah, tanggung jawab sosial-moral dikritisi. Tanggung jawab sosial dan moral, hemat saya adalah kekuatan di balik keharmonisan hidup bersama. Jika tanggung jawab moral dan sosial melemah, biasanya situasi-situasi tak bermoral -- seperti halnya "genosida" -- menjadi sesuatu yang mungkin terjadi.

Saya justru membaca beberapa celah keprihatinan dalam potret terkait anak-anak yang menjadi korban perang di Suriah. Pertama, tanggung jawab sosial dan moral yang lemah dari seorang pemimpin memberi legitimasi pada penghilangan nyawa anak-anak yang ada di Suriah. Dalam hal ini, pemerintah Suriah tidak memberi perhatian yang serius dan intens terhadap masa depan negara dan bangsanya.

Presiden Bashar al-Assad misalnya kerap kali meminta bantuan ke Rusia untuk menangani masalah internal wilayahnya. Kondisi ini, hemat saya, sudah memberi indikasi bahwa tanggung jawab sosial dan moral yang lemah dari seorang pemimpin memberi peluang bagi hadirnya pertumpahan darah.

Kedua, tanggung jawab sosial dan moral yang melemah memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan yang superfisial dan praktis. Di Suriah, konflik horisontal dan vertikal sudah menjadi sesuatu yang biasa. Anak-anak sejak lahir sudah menyaksikan tetangganya saling bacok dan aneka kekerasan fisik lainnya.

Ketika hal itu terjadi, hal yang mungkin dilakukan adalah membantu siapa yang menjadi kubu saya dan menghabisi mereka yang menjadi lawan kubu saya. Hal serupa sering terjadi di wilayah-wilayah yang menjadi lokasi transmigrasi para pencari suaka. Di wilayah perbatasan Indonesia --Timor Leste misalnya, generasi yang hidup di tahun 1998-1999 saat Referendum, seringkali terlibat konflik. 

Catatan-catatan kelam yang mereka saksikan sendiri ketika Referendum 1999 cukup kuat untuk membuat imun konflik mereka menjadi semakin kebal. Tawuran antarpemuda dengan klaim organisasional pun seringkali merusak keharmonisan hidup bersama.

Ketiga, tanggung jawab sosial dan moral yang melemah membuat seseorang masuk dalam habitus atau budaya tertentu. Ketika sesuatu (perilaku, tutur kata, cara) sudah membentuk habitus, hal itu agak sulit untuk diubah. Di Suriah, kehadiran kelompok ISIS dan Hayat Tahrir al-Sham sebagai kelompok teroris membuat tanggung jawab sosial seseorang menjadi lemah. Ketika tanggung jawab melemah, aspek moral pun ikut lumpuh.

Yang ada justru pembiasaan sesuatu yang dianggap sudah terbiasa -- meski secara moral jelas-jelas salah. Membantai anak-anak dan kaum perempuan adalah sesuatu yang biasa jika dilakukan tanpa bertanggung jawab.

 Dalam hal ini, kebebasan justru mendahului tanggung jawab. Ketika kebebasan mendahului tanggung jawab, kebajikan moral pun ditangguhkan. Hal inilah, hemat saya, yang membuat perang saudara di Suriah menelan banyak korban terutama anak-anak yang tidak bersalah (the innocent children).

 

Tumpulnya Suarah Hati

Peran suara hati sangat urgen dalam membuat keputusan etis dalam hidup. Jika kita melihat sejarah konflik berdarah di Suriah, kita bisa memetakannya demikian. 

Kehausan kuasa rezim Bashar al-Assad membuat polemik Suriah tak menyentuh kata selesai. Presiden Bashar al-Assad justru merasa nyawa yang melayang adalah konsekuensi dari panasnya situasi politik.

Bahkan ketika jumlah korban terutama anak-anak dipublikasikan oleh Komisi Hak Asasi Manusia Dunia, Bashar al-Assad justru tak mau melepaskan kursi kekuasaannya. 

Padahal, problem utama dari konflik Suriah adalah ketidakpuasan terhadap rezim yang berkuasa. Jika pemimpin menggunakan suara hati dalam membuat kebijakan, ratusan ribu nyawa anak-anak di Suriah mungkin bisa diselamatkan.

Hal yang sama ketika Hitler menguasai Jerman dengan label Nazi-nya. Kurangnya interaksi dengan suara hati membuat Hitler merasa wajib untuk membasmi ras Yahudi. Hemat saya, peran suara hati justru sangat diperlukan ketika kita berbicara mengenai kehidupan, masalah kemanusiaan, dan konflik berdarah.

Suara hati biasanya membantu seseorang dalam membuat sebuah keputusan etis. Ketika suara hati tumpul karena lemahnya tanggung jawab baik moral maupun sosial, maka seseorang bisa saja bertindak sebagai homo homini lupus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun