Bagi kita orang Indonesia, seorang bapak yang memutuskan untuk menjadi bapak rumah tangga bukan pilihan idaman bagi seorang laki-laki. Terlebih, masyarakat sudah punya cara pandang sendiri terhadap laki-laki yang berada dirumah sementara isteri bekerja di luar rumah.Â
Baca juga:Â Makan Sebagai Gaya Hidup dan Dosa Pada Makanan
Mindset masyarakat sudah terbentuk sejak lama bahwa laki-laki harus bekerja mencari nafkah. Dengan nada bercanda, orang beranggapan, mungkin itu sudah menjadi kutukan abadi bagi laki-laki ya.
Namun, banyak hal bisa terjadi. Di tengah persoalan bangsa saat ini, segala kemungkinan berpeluang terjadi. Mungkin saja suatu hari nanti Anda akan mengalaminya.Â
Jika itu terjadi, tentu harus siap juga menghadapi konsekuensi tatapan heran atau komentar miring tetangga, kerabat, atau orang lain setelah memutuskan resign.
Tuntutan Ketrampilan
Menjadi bapak rumah tangga dalam keluarga muda menuntut kemampuan mengurus anak dan rumah. Hal yang sulit dilakukan oleh banyak bapak-bapak pada umumnya.
Setidaknya, ketrampilan mengurus anak sehari-hari ya. Mengandalkan babysitter atau asisten rumah tangga dalam situasi ini tentu dihadapkan pada kenyataan ekonomi yang menuntut penghematan.Â
Selain itu, ada tuntutan tidak tertulis terkait kemampuan menata rumah dan menyiapkan makanan untuk anggota keluarga. Apalagi kalau bapak-bapak memiliki latar belakang kebiasaan yang serba ditangani orang tua di rumah orangtua sebelumnya ketika belum menikah. Â
Tantangan Psikologis