Mohon tunggu...
krismanto atamou
krismanto atamou Mohon Tunggu... Guru - Penulis Amatir

Simple Man

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Nasional (Berbagai Pertimbangan)

15 Agustus 2019   06:37 Diperbarui: 15 Agustus 2019   06:40 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bukannya membentuk watak kerja keras, sebaliknya ujian nasional seakan memaksa peserta didik harus lulus. Akibatnya, peserta didik dibentuk untuk menghalalkan segala cara agar bisa lulus ujian nasional. Hasilnya, banyak kecurangan terjadi.

Belum adanya pemerataan sarana dan prasarana sekolah namun peserta didik dituntut untuk tuntas ujian nasional dengan standar nilai yang sama merupakan suatu bentuk ketidakadilan. Bagi sekolah di pedalaman yang serba terbatas fasilitas belajar tentu sulit mencapai standar nilai yang ditentukan pemerintah.

Menteri pendidikan sebelumnya Pak Anis Baswedan, menjadikan ujian nasional hanya sebagai pemetaan kualitas pendidikan negara Indonesia dan tidak sebagai penentu kelulusan peserta didik. Namun ada sekolah yang masih mencari prestise, melakukan kecurangan untuk mendapatkan hasil ujian nasional yang baik. Untuk itu kemendikbud dengan caranya menentukan tingkat kejujuran sekolah. Hasilnya, sekolah yang memiliki tingkat kejujuran tertinggi mendapatkan penghargaan. Suatu gebrakan yang bijak, memberikan pembelajaran tentang integritas dan kejujuran sekolah maupun peserta didik.

Secara ekonomi jika penyelenggara ujian nasional ialah pemerintah daerah maka akan ada perputaran uang di daerah. Akan meningkatkan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Maka pola pembangunan bottom-up yang dicanangkan pemerintahan Pak Jokowi bukan isapan jempol belaka.  Dengan demikian lebih menumbuhkan semangat otonomi daerah di bidang pendidikan.

Selama ini, hasil ujian nasional hanya merupakan sertifikasi bagi peserta didik yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun hasil ujian nasional tersebut belum tentu valid jika diuji ulang dengan tes masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Gebrakan Pak Dr.Muhadjir Effendy, mendikbud yang baru untuk menghapus ujian nasional perlu diapresiasi. Betapa tidak, dengan desentralisasi penyelenggaraan ujian nasional kepada pemerintah daerah, terutama guru di sekolah maka penilaian yang diterima oleh peserta didik lebih bersifat komprehensif. Tidak hanya aspek kognitif tetapi juga aspek afektif dan psikomotor. Peserta didik lebih bersemangat dalam belajar karena proses kegiatan belajar mengajar termasuk ke dalam aspek penilaian. Watak peserta didik lebih dibentuk untuk giat belajar.

Penilaian yang komprehensif merupakan penilaiannya manusia. Segala aspek dinilai dengan saksama dan langsung oleh guru. Menjadikan peserta didik sebagai pribadi seutuhnya. Pribadi yang tidak cuma cerdas akal, tetapi juga cerdas hati, budi pekerti dan keterampilan hidup. Memiliki jiwa dan karakter Pancasila yang dilahirkan dari proses pembentukan, perbaikan dan pembiasaan di sekolah. Inilah hasil dari penilaian yang diharapkan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa seutuhnya. Menjadikan manusia Indonesia yang unggul dan berkepribadian Nasionalis dan Pancasilais.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun