Mohon tunggu...
KOSIS
KOSIS Mohon Tunggu... Freelancer - dalam ketergesaan menulis semaunya

Merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Resensi Novel "Burung-burung Rantau" Karya Y.B. Mangunwijaya

19 Januari 2020   12:10 Diperbarui: 19 Januari 2020   13:31 1766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Menutup liburan dengan sebuah novel fiksi yang berjudul Burung-burung rantau karya Y.B. Mangunwijaya atau Romo Mangun. Diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Cetakan pertama tahun 2014, cetakan kedua tahun 2016. Sementara saya baru melahapnya di awal tahun 2020. Buku ini cukup tebal 406 halaman yang terdiri dari 19 bab.

Bercerita tentang sebuah keluarga dari bapak jendral wiranto seorang perwira tinggi yang amat disegani dengan karir yang gemilang. Wiranto memiliki 5 orang anak yang terbilang mapan dengan pencapaian yang berbeda-beda.

Anggraini anak pertama seorang pengusaha sukses lintas negara. Wibowo anak kedua yang membanggakan lulusan cum laude ahli fisika nuklir yang mendapat kesempatan luar biasa sebagai peneliti di Laboratorium Eropa di negri Swiss. 

Candra anak ketiga seorang pilot pesawat-pesawat canggih. Ambisius, tegas keras, khas tentara. Neti anak keempat rebel dan sangat kritis terhadap semua persoalan namun punya kepedulian yang tinggi terutama pada masyarakat kelas bawah. Edy si bungsu yang meninggal karena terjerat narkoba

Kelima anak wiranto inilah yang saya kira di gambarkan Romo Mangun sebagai Burung-burung rantau. 

Romo Mangun mengajak pembaca menyelami karakter tiap tokoh dengan bidang keilmuan yang berbeda-beda, pembahasan yang diangkat sangat detail dengan tempat latar belakang tokoh sampai profesinya. dari sana kemudian pembaca mendapat banyak pengetahuan umum serta nilai-nilai moral yang bertebaran dalam novel ini

Di lembar pertama saya langsung disuguhi sebuah percekcokan menarik seorang ibu Yuni yang sedang memarahi anak perempuannya yang bernama Neti, karena tidak mengenakan beha saat berpakaian. 

Bagi si ibu itu provokatif dan dianggap saru. Seorang ibu bernaluri sehat dan bercitarasa kebudayaan namun kurang peka terhadap humor versus anak perempuan yang rebel idealis dan kritis. Dari sini ada pelajaran tentang perbedaan generasi yang ternyata tidak cukup tepat untuk di benturkan, karena semua memiliki nilai sendiri pada zamannya, lalu apa sebenarnya yang substansi dari generasi dalam kehidupan. Argumentasi keduanya membuat percakapan menjadi seru meluas namun tetap segar membuat saya tersenyum geli dan memutuskan untuk menuntaskan novel ini.

Neti atau Marineti adalah seorang sarjana Antropologi yang hidup dengan bebas menurut versinya, Neti memang terkesan badung binal dengan penampilan yang dianggap kurang ajar namun memiliki sikap mulia bak emas permata. Ide-idenya sangat liar cenderung dianggap menyerempet bahaya dan Neti inilah yang kemudian menjadi tokoh penting yang mewarnai cerita dalam novel ini

Novel ini sangat megah dan kompleks membahas sesuatu dari banyak sudut pandang, pertarungan paradigma Neti dengan saudara-saudarinya yang sukses melanglang buana ke beberapa negara menjadi fokus dari cerita di novel ini. 

Sejujurnya saya keteteran menelaah dialog-dialog lintas disiplin yang dipaparkan penulis, dari persoalan sejarah peradaban yunani, ilmu fisika, pelajaran eksistensialisme yang semuanya dibalut dalam sastra. Berbagai bahasa asing juga masuk dalam dialog-dialog tokohnya. Secara keseluruhan novel ini banyak memberi vitamin segar bagi pikiran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun