Mohon tunggu...
Kompasiana News
Kompasiana News Mohon Tunggu... Editor - Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana: Kompasiana News

Akun ini merupakan resmi milik Kompasiana. Kompasiana News digunakan untuk mempublikasikan artikel-artikel hasil kurasi, rilis resmi, serta laporan warga melalui fitur K-Report (flash news).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

11 Buku Fiksi yang Bisa Diwariskan hingga Generasi Kesekian

3 Januari 2018   09:54 Diperbarui: 28 Oktober 2020   21:28 3860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pwiesie "Di Restoran" selalu berhasil membuat kita melihat diri. Untuk sebuah kebutuhan dasar saja, makan, kita tidak sulit terpenuhi. Bisa, tapi ada yang harus lebih mahal dari yang kita bayar: gengsi.

Kau bertanya banyak hal/saat kita mampir di restoran itu// ini apa? lada/ini? garam dan saus/itu apa? pisau dan garpu/itu?// kau menunjuk sesuatu yang mengalir/dari kedua mataku yang hambar/aku menunjuk struk-struk yang terselip/di bawah mangkuk acar// itu apa?/harga yang harus kita bayar.

Hap! (Andi Gunawan, Puisi)

Yang acap kali dikeluhkan dari pembaca puisi adalah selalu kesulitan mendapat maksud dan/atau pesan yang disajikan si penyair. 

Sulit menjelaskannya, bahkan Sapardi Djoko Damono sampai khusus membuat buku tentang itu. Tapi, cobalah baca "Hap!" sampai selesai. Barangkali setelah itu bukan hanya bisa mulai memahami puisi, bisa jadi kamu akan mencintai puisi.

"Hap!" yang ditulis Andi Gunawan ini bisa mengawali cikal-bakal di mana puisi mulai digandrungi netizen. Sewaktu twitter masih menggunakan 140 karakter, puisi-puisi Andi Gunawan deras membanjiri linimasa. Singkat dan dengan bahasa(-puisi) yang ketat.

Banyak menceritakan kerinduan, kenakalan masa muda dan penuh kekhawatiran akan percintaan. Namun, puisi-puisinya menjadi menarik, karena dilihat dari sudut pandang seperti orang yang tengah sembunyi: hati kecil kita. 

Kejujuran itulah yang kadang bias dalam dunia fiksi dan Andi Gunawan berhasil melakukannya. Puisi kesukaan saya tentu yang berjudul "Ekor Cicak": kau patahkan hatiku berkali-kali dan aku tak mengapa hatiku ekor cicak.

***

Bagaimana mungkin kita bisa merayakan satu momen, yang hanya ada satu kali dalam setahun, dengan baik jika itu dengan mudah terlewat? Semisal, Bulan Bahasa. Namun, biar bagaimanapun, kita tetap (atau, terpaksa?) merayakannya juga, bukan?

Banyak juga cara merawat perayaan semacam itu. Lihatlah apa yang dilakukan teman-teman dari Pustaka Bergerak. Mereka dengan sukarela membawa buku-buku hingga ke perbatasan Kalimatan-Malaysia untuk orang-orang yang membutuhkan bahan bacaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun