Hal seperti itulah yang barangkali kini sudah jarang ditemukan dengan kemapanan teknologi sekarang ini. Jarang ada waktu untuk sekadar bertemu, untuk sakadar berbagi cerita sambil ngopi-ngopi. Buku ini seakan muncul di antara kesepian-kesepian yang kini banyak kita alami.
Melihat Api Bekerja (Aan Mansyur, Puisi)
Memadukan dongeng dengan puisi itu bukan perkara mudah, tapi Aan Mansyur melakukannya. Semacam ada sesuatu yang mengganjal dalam diri Aan Mansyur ketika menulis puisi-puisi dalam buku ini.Â
Sesuatu yang tidak bisa diimbuhi dengan kata-kata yang hiperbol, pesan yang tidak juga bisa ditegaskan dengan lugas. Maka, barangkali, Aan Mansyur membuat buku ini.
Menyelami pikiran "kacau" Aan Mansyur dalam puisinya, seperti memasuki kota tanpa arah dan petunjuk. Jika ingin ke tempat A, maka bisa lewat J kemudian putar balik di S. Atau mungkin malah tersesat. Tapi biarlah, lewat puisinya, Aan Mansyur menawarkan kebebasan yang baku, bahwa kebaradaan alternatif itu perlu.
Melihat Api Bekerja juga termasuk bentuk sikap feminisme Aan Mansyur yang terlihat. Bahwa bersedih adalah hak semua umat. Siapa saja boleh bersedih; laki-laki maupun perempuan. Dan kesedihan, dalam puisi-puisi Aan Mansyur bukanlah kekeliruan atau dosa besar. Namun, "kekacauan" yang sempat disebut di atas bisa terlihat dalam puisinya yang berjudul seperti judul bukunya:
...
Selebihnya, tanpa mereka tahu,
sepasang kekasih diam-diam
ingin mengubah kota ini jadi
abu. Aku mencintaimu dan kau
mencintaiku --meskipun tidak
setiap waktu. Kita menghabiskan
tabungan pernikahan untuk beli
bensin
kita akan berciuman sambil
melihat api bekerja.
Pendidikan Jasmani dan Kesunyian (Beni Satrio, Puisi)
Jika sastra membawa ke arah "pembebasan" dan "pencerahan", barangkali orang pertama yang mendapat itu adalah Beni Satrio. Setelah itu, ia duduk dan termenung untuk menulis pwiesie. Dikumpulkannya pwiesie-pwiesie itu, kemudian dibukukan. Hasilnya: sebuah buku "Pendidikan Jasmani dan Kesunyian".
Cara seorang Beni Satrio mengajak main-main sambil serius dari pwisie memang menarik. Guyon, satir dan kemalangan bisa tertuang dalam satu pwiesie secara bersamaan.
Ketika kita tahu apa yang dilakukan Joko Pinurbo agar supaya puisinya bisa dilik oleh pembaca sastra dengan "memilih jalan lain dari penyair kebanyakan dan memilih tema-tema yang unik", maka yang dilakukan Beni Satryo adalah nyungsep ke tanah paling dalam hingga menemukan sendiri gayanya. Ia masuk ke dalam, ke hal-hal yang lebih nyata dan ada.Â