Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Mengenang Tirto Utomo, Bapak AMDK Indonesia

24 September 2022   06:14 Diperbarui: 24 September 2022   06:16 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenang Tirto Utomo, Bapak AMDK Indonesia (gambar: tribunnews.com)

Saya masih ingat saat masih duduk di bangku SD. Setiap kali jam istirahat, pojok tempat menaruh cerek air minum selalu diserbu oleh anak-anak sekolah. Wadah sebanyak dua liter dalam sekejap habis diminum oleh ratusan anak sekolah yang keluar kelas beriringan.

Alhasil rumah kawan yang berada di samping sekolah menjadi tujuan. Untung saja ibunya yang baik hati selalu menyediakan air minum bagi teman-teman kelas anaknya.

Setiap anak memang disarankan untuk membawa air minumnya sendiri. Tapi, tidak semua mampu membeli botol termos yang saat itu harganya juga masih mahal.

Itu adalah gambaran pada waktu masyarakat Indonesia belum mengenal Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Dan sulit membayangkan apa yang akan terjadi Aqua tidak pernah ada. Dan itu tidak akan terealisasi jika Tirto Utomo tidak cukup gila untuk mencetuskan idenya.

Tirto Utomo yang lahir dengan nama Kwa Sien Biauw adalah salah seorang pengusaha legendaris di Indonesia. Lahir pada 1930 di Wonosobo, Tirto berasal dari keluarga yang cukup berada. Ayahnya adalah pengusaha ternak dan susu sapi.

Ia juga tidak memiliki masalah dalam pendidikan. Tirto adalah lulusan Fakultas Hukum Universita Indonesia (UI). Berbekal gelar sarjananya, Tirto tercatat pernah menjadi wartawan di Harian Sien Po, Majalah Pantja Warna, dan juga Djawa Post sebelum akhirnya ia bekerja di perusahaan negara Pertamina.

Bekerja sebagai pegawai Pertamina tidak membuat Tirto ongkang-ongkang kaki. Di saat prestasinya sedang bagus-bagusnya, Tirto justru memutuskan untuk keluar dari perusahaan negara tersebut.

Ia terilhami untuk memulai ide gilanya, membangun pabrik air minum dalam botol. Dianggap gila karena bagi masyarakat Indonesia saat itu, air minum adalah komoditas gratis.

Tapi, Tirto punya alasan tersendiri. Air gratis belum tentu sehat dan tidak praktis. Ide tersebut ia dapatkan pada saat bekerja di Pertamina.

Suatu waktu ia bertugas melayani delegasi sebuah perusahaan dari Amerika Serikat (AS). Jamuan yang seharusnya terhormat tersebut menjadi kacau ketika istri ketua delegasi terkena diare akut. Penyebabnya karena meminum air yang tidak bersih.

Maklum saja, perut orang asing tidak terbiasa dengan air tanah yang dimasak. Di negara mereka, air minum telah melalui proses sterilisasi. Saat itu Tirto baru sadar jika air minum adalah masalah di Indonesia.

Raymond Todd, ketua delegasi perusahaan AS tersebut kemudian menjadi mentornya. Dari Raymond, Tirto mengenal konsep AMDK yang sudah terlebih dahulu ada di AS. Bagi Tirto, itu adalah peluang bisnis hebat yang patut ditindak lanjuti.

Berbekal modal 150 juta rupiah, Tirto bersama adiknya Slamet Utomo mulai menjajaki peluang tersebut. Sebuah perusahaan AMDK di Thailand yang sudah beroperasi selama 16 tahun menjadi kiblatnya.

Tanggal 23 Februari 1973 adalah tonggak bersejarah bagi Tirto dan juga bangsa Indonesia. PT. Agua Golden Mississippi berdiri di Bekasi. Pabrik AMDK pertama di Indonesia.

Dengan total karyawan sebanyak 38 orang, Tirto berhasil memproduksi 6 juta liter Air Minum dalam kemasan botol kaca selama setahun. Pemilihan nama Aqua sendiri atas saran dari Eulindra Lim, seorang konsultan asal Indonesia di Singapura.

Pemilihan nama Aqua bukan sembaragan. Aqua dalam bahasa latin berarti air. Nama tersebut juga mudah diucapkan, sehingga lebih gampang dipasarkan.

Tirto langsung menyetujuinya untuk alasan pribadi. Bunyi fonetik Aqua mirip dengan A-kwa yang merupakan nama pena Tirto semasa masih menjadi wartawan.

Produk pertama Aqua resmi diluncurkan pada Oktober 1974. Saat itu proses produksinya belum seperti sekarang. Sumber air berasal dari sumur bor besar di Bekasi. Proses sterilisasinya juga masih sederhana. Disaring dengan cara konvensional tanpa melalui proses canggih.

Tiga tahun pertama adalah masa sulit bagi Tirto dan Slamet. Mengubah persepsi masyarakat Indonesia dibutuhkan kerja keras yang tidak sedikit.

Bagi masyarakat Indonesia, minuman dalam kemasan identik dengan minuman berkarbonisasi. Coca-cola merajai pasaran dan Green Spot sedang naik daun. Pada layer kedua ada minuman sirup lokal. Itupun dibuat dalam bentuk konsentrat yang harus dicampur lagi dengan air untuk meminumnya.

Jelas menjual air minum tanpa rasa, tanpa warna adalah ide gila. Belum lagi harga yang ditawarkan juga tidak masuk akal. Rp75 per liter lebih mahal dari harga BBM saat itu.

Tapi, Tirto tidak patah semangat. Selama 3 tahun menjalankan pabrik yang terus merugi, Tirto juga rajin mempromosikan hidup sehat. Baginya air adalah sumber kesehatan, tentunya yang tidak berwarna, tidak bau, dan dalam kemasan.

Kerja kerasnya membuahkan hasil ketika pada pertengahan 70an, para pekerja Korea Selatan datang ke Indonesia. Saat itu Hyundai masuk ke Indonesia untuk menggarap proyek tol Jagorawi.

Bagi orang Korea, AMDK sudah tidak asing lagi, bahkan termasuk kebutuhan pokok di negaranya. Bak mendapatkan durian runtuh, Tirto menemukan pasarnya. Ia semakin yakin akan masa depan produknya. Baginya, orang Indonesia suatu waktu akan mengikuti kebiasaan negara lain.

Dugaannya benar, tren yang diperkenalkan oleh para pekerja Korsel kemudian mulai menjangkiti pekerja lokal yang juga terlibat dalam proyek. Botol-botol Aqua mulai terlihat dimana-mana. Dari proyek di jalan hingga rumah-rumah para pekerja. Kunci utama adalah kesehatan dan kepraktisan.

Hingga tahun 1978, Tirto masih memproduksi Aqua dalam botol kaca. Produknya terbatas karena masalah suplai dan distribusi. Pelanggannya pun masih tersegmentasi di kalangan menengah ke atas.

Lalu Tirto datang dengan ide inovatif. Bahan kaca diganti dengan plastik PET. Syahdan aqua yang hanya dikenal lokal bisa merambah ke wilayah-wilayah lain, bahkan sampai ke pelosok desa.

Seiring berkembangnya perusahaan, Tirto lalu membuka pabrik keduanya pada tahun 1995 yang lebih besar dan berlokasi di Pandaan, Jawa Timur. Sumber airnya juga tidak lagi berasal dari sumur galian, tetapi dari mata air pegunungan. Salah satu pertimbangannya karena lebih alami dan bernutrisi.

Proses sterilisasinya juga semakin canggih. Menggunakan sinar ultraviolet dan teknologi ozonisasi untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi. Bebas dari bakteri atau zat lainnya.

Dengan semakin besarnya kapasitas produksi, inovasi tidak lantas berhenti. Diciptakanlah botol besar yang dikenal dengan nama produk galon. Bersamaan dengan itu, mesin dispenser pun diciptakan.

Tidak seperti sekarang, saat itu Aqua yang menjadi pemasar dispenser galon pertama. Hanya saja sistemnya adalah melalui penyewaan atau gratis dengan membeli produk galon dalam jumlah tertentu.

Perkembangan Aqua sedemikian dahsyatnya, hingga pada 1988 sebuah perusahaan Prancis merek Danone tertarik untuk meminangnya. Keluarga Tirto Utomo tetap mempertahankan sahamnya dan Aqua kemudian berkembang semakin pesat di bawah naungan Danone Asia Holding Pte.

Keja keras tidak mengkhianati hasil. Tirto Utomo pernah tercatat sebagai salah satu orang paling kaya di Indonesia. Terlepas dari banyaknya merek AMDK yang beredar di pasaran, hingga kini pasar AMDK masih dikuasai oleh Aqua dengan 40% pangsa pasar.

Tirto Utomo, seorang pengusaha yang visioner. Ia meninggal pada tahun 1994 dalam usia 64 tahun. Tirto bisa saja sudah lama pergi meninggalkan dunia fana ini, namun warisannya akan tetap abadi.

Kegigihannya dalam berjuan terwakili dari salah satu kutipannya, "tantangan terbesar dalam membuat AMDK adalah mengemasnya dalam botol dan membawanya ke konsumen."

Sepertinya kutipan sederhana dari Tirto ini masih terasa relevan sampai sekarang. Mungkin saja itu merupakan pesan almarhum terkait kontroversi kontaminasi Bisphenol-A yang sedang terjadi sekarang.

Benarkah demikian? Jawabannya: Wallahualam.

**

Referensi: 1 2 3 4

**

Acek Rudy for Kompasiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun