Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Tuhan, Ini Owe, Acong"

2 September 2021   15:15 Diperbarui: 2 September 2021   15:25 2139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haryanto Halim (seide.id)

Senang rasanya disapa sahabat lama. Ia adalah Haryanto Halim, seorang budayawan dan juga pengusaha. Owner dari perusahaan minuman serbuk Marimas, Semarang.

Tapi, tidak secara langsung. Melainkan dari sebaran medsos di grup bersama. Tayangan Tiktok yang dilakoninya - Isinya tentang si Acong.

Aku pun menyapanya melalui pesan pribadi. Bersilaturahmi kembali sekaligus meminta izin untuk membuat tulisan ini.

**

Alkisah ada seorang yang bernama Acong. Ia kurang cerdas.

Namun, ia baik hati, murah senyum, dan suka menolong. Hanya kurang cerdas saja.

Setiap hari Acong berjalan kaki dari rumahnya menuju pasar. Ia punya kebiasaan yang dilakukan selama belasan tahun. Mampir di sebuah rumah ibadah, tetapi tidak pernah masuk.

Acong hanya memegang pagar rumah ibadah tersebut dan mengucapkan satu kalimat, hanya satu kalimat;

"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja.

Pada saat orang-orang bertanya padanya, "kamu berdoa apa sih?" Acong hanya menjawab,

"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja.

Orang-orang yang mendengarkannya pada ketawa. Tapi, Acong tidak memedulikannya. Ia tetap melakukan rutinitas yang sama berulang-ulang.

"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja.

Suatu ketika si Acong jatuh sakit dan harus dilarikan ke ICU. Ia tidak bisa beraktivitas, apalagi ke pasar. Namun, dalam hatinya, ia selalu berdoa;

"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja dan berulang-ulang kali.

Hingga suatu waktu, si Acong bermimpi dalam sakitnya. Ada sesosok tubuh dengan wajah bersih. Ia kemudian memegang kepala Acong sambil berbisik.

"Acong, ini Owe."

Sontak, si Acong langsung terbangun dan meloncat dari tempat tidurnya. Dengan panik ia berlari-lari mengitari rumah sakit, dan berteriak;

"Suster, suster, mana Tuhan?"

Para suster yang kebingunan pun bertanya kepada si Acong, "Siapa yang kamu cari?"

"Tuhan, suster. Tadi Tuhan di sini pegang kepala owe," ujarnya.

Singkat cerita, seisi rumah sakit pun heboh. Dokter yang memeriksa si Acong kemudian menyatakan bahwa si Acong telah sembuh total.

**

Sebenarnya kisah ini sudah jamak diceritakan sejak para moyang masih hidup. Isinya tentang pentingnya sebuah doa. Versinya pun dalam berbagai jenis agama. Maknanya sangatlah sederhana. Sesederhana doa si Acong.

Namun, di zaman sekarang, mana ada doa yang sederhana?

Cobalah pikirkan isi terakhir doamu kepadaNya. Saya malah lupa, kapan terakhir berdoa. Mungkin sewaktu menjelang imlek. Itu pun isinya seabrek. Lengkap dengan daftar keinginan tak menentu. Semacam buku tuntutan kepada Tuhan.

Haryanto sahabatku menekankan pentingnya sebuah kesederhanaan dan ketulusan pada akhir tayangannya. Benar, tiada salah.

Andaikan Acong nyata dan ia menjadi viral, dijamin para pemuka agama dan pemukau Tuhan akan memberikan tafsir teologi tentang doa.

Buntut-buntutnya doa si Acong yang sederhana akan jadi panjang lagi. Bukan itu yang Acong mau. Pokoknya;

"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja.

Seminggu terakhir, saya dan istri sering berbicara mengani afirmasi. Meyakinkan hal yang baik datang menyerta, dengan mengondisikan pikiran yang baik.

Keliatannya sepele, tapi jujur, susah! Mencoba bersyukur, tapi utang masih terukur. Menjaga agar perasaan tidak melebur, tapi masalah sudah kadung tercampur.

Lantas datanglah titipan dari Haryanto. Hukum tarik menarik! Maknanya sederhana. Satu kata sederhana yang diulang-ulang akan lebih dahsyat dibandingkan seribu kalimat yang liar menggeliat.

"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja.

Menjelaskan tentang bagaimana menjadi si Acong. Sederhana, tulus, dan kurang cerdas.

"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja.

Karena pada dasarnya, Tuhan tidak pernah melihat seberapa kaya dan pintar dirimu. Status kamu, followers kamu, sampai apa agamamu. Semuanya tidak penting. Menjadi diri sebenarnya itulah yang penting.

Kesuksesan bukanlah untuk dibandingkan. Kesusahan juga bukan untuk digendangkan.

"Tuhan, ini owe, Acong." Itu saja.

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun