Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Equilibirum Kehidupan: Orang Kaya Itu Beruntung atau Pintar?

28 Juni 2021   11:39 Diperbarui: 28 Juni 2021   11:57 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Equiliibirium Kehidupan; Orang Kaya Beruntung atau Pintar? (fresherstimes.com)

Menjadi kaya adalah kerja keras, usaha, dan kecerdasan. Itulah yang sering didengungkan oleh para motivator. Bahkan oleh ayah yang ngototan.

Tidak ada yang mau mengatakan jika banyak uang karena hoki. Ia akan ditimpuk orang sekampung.

Tentu kekayaan datang dari proses, bukan duduk-duduk di rumah dan menunggu uang datang dari langit. Kecerdasan dijadikan modal utama atas sebuah takaran saldo di bank.

Nyatanya, tidak semua orang pintar, cerdas, jenius yang sukses yang menjadi kaya. Justru kadang para badung yang terlebih dahulu kaya.

Apakah ini adalah teori kebetulan? Ternyata tidak

Lebih dalam lagi, mereka yang masuk dalam kategori orang terkaya bukanlah orang yang paing pintar. Bill Gates tidak tamat kuliah, Hartono bersaudara bahkan tidak pernah kuliah.

Peneliti Italia bukanlah orang bodoh. Tapi, mereka berhasil membuktikan dengan simulasi komputer canggih bahwa orang terkaya bukanlah yang terpintar.

Mereka malahan berani menyatakan bahwa orang kaya adalah mereka yang paling beruntung.

Hoki juga Milik Orang Biasa-biasa Saja

Dalam stimulasi yang melibatkan 1000 partisipan dengan bermacam latar belakang, para peneliti menyimpulkan bahwa tingkat kesuksesan berasal dari keberuntungan. Bukan dari teori dan strategi yang dimiliki banyak orang cerdas.

Di awal simulasi, semua orang memiliki modal yang sama, yaitu 10 unit. Permainan pun dilakukan selama 40 tahun imajiner untuk melihat siapa yang berhasil mengumpulkan unit terbanyak.

Semua memiliki kesempatan yang sama atas tindakan yang bebas mereka ambil. Namun, hanya sedikit yang berhasil mengumpulkan pundi-pundi yang banyak.

Nah, ternyata yang berhasil adalah mereka yang berasal dari latar belakang yang biasa-biasa saja secara akademik. Nasib baik tidak berkorelasi dengan level pendidikan.

Yang Tidak Terlalu Pintar Bukan yang Sangat Bodoh

Tentu teori ini tidak 100 persen benar, meskipun simulasinya dibuat semirip mungkin dengan kondisi dunia nyata.

Mereka yang "tidak terlalu pintar" tentu juga bukan yang sangat bodoh. Keberuntungan yang dimaksud di sini juga bukan seperti permainan togel.

Mereka yang dianggap "kurang pintar," ternyata memiliki karakter yang berbeda. Tidak terlalu berteori, tapi lebih sering bekerja. Tidak terlalu banyak pikir, tapi lebih berlogika.

Keberuntungan adalah Perpaduan Etos Kerja

Intinya, mereka melihat dunia sebagai sesuatu yang harus dilakoni, tanpa melihat statistik masa lalu ataupun prediksi masa depan. Melakukan apa yang harus dilakukan pada saat sekarang.

Keberuntungan disini adalah merupakan campuran yang paling ideal antara seluruh etos kerja manusia. Semuanya berada secara merata dalam diri orang mujur.

Dengan demikian, implikasi dari temuan ini adalah kabar yang menggembirakan, yakni; Setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menjadi kaya.

Baca juga: Cara Merawat Pohon Kebajikan agar Tidak Menyalahkan Tuhan

Keberuntungan datang Secara Acak

Tidak ada yang tahu kapan kekayaan akan datang pada kita. Ada yang telah ada sejak lahir. Ada pula yang menjadi kaya sewaktu ia dewasa. Namun, ada juga yang kehilangan kekayaannya pada usia-usia tertentu. Semuanya terjadi secara acak.

Seiring waktu berjalan, kekayaan itu bagaikan pasir emas yang berada dalam sebuah kantong. Dalam perjalanan kita bisa mengumpulkannya, tapi kadang pula ia hilang tertiup angin.

Lantas, bagaimana kita bisa tahu kapankah keberuntungan akan datang pada kita?

Tabungan Masa Lalu

Penulis memiliki teori tersendiri. Menyalahkan Tuhan atas hasil ciptaannya adalah hal yang salah. Keberuntungan adalah hasil dari usaha. Bahkan jauh sebelum kita lahir.

Konsep ini berhubungan dengan falsafah Buddhisme tentang Karma dan terkait dengan proses Reinkarnasi. Sekali lagi, ini hanyalah opini dari penulis. Tidak mengajak Anda untuk memercayainya.

Baca juga: Reinkarnasi A-Z, Anne Frank, Riset Ilmiah, hingga ke Urusan Negara

Pemahaman Karma

Karma janganlah diartikan sebagai sebuah hal yang rumit. Ia murni adalah hukum alam sebab akibat.

Kendati cara kerja karma memang cukup kompleks. Miliaran perbuatan yang sudah dilakukan akan bermanifestasi dalam bentuk akibat. Semuanya diatur oleh Sang Pencipta dalam konsep universal. 

Baca juga: Bibit, Bebet, Bobot Perjodohan dan Konsep Reinkarnasi

Jodoh Karma

Katakanlah hidup adalah perjalanan yang melewati dimensi waktu dan ruang. Bahwa setelah kematian ada kehidupan. Entah itu di surga, neraka, atau kembali lagi ke dunia.

Di kehidupan yang lalu, mungkin ada sekelompok manusia yang banyak berbuat kebajikan. Sehingga pada saat seseorang terlahir, karma-karma baik ini bermanifestasi dalam bentuk sebuah ikatan batin yang kuat dengan keluarga bahagia.

Hal yang sama juga dengan mereka yang terlahir dalam keluarga yang kurang beruntung. Di sini, karma buruk yang berbuah membuat mereka terikat dalam sebuah hubungan batin.

Baca juga: Karma Kelompok, Apakah Manusia Pantas Dihukum Atas apa yang Telah Dilakukan Kepada Alam?

Karma, Adil atau Tidak Adil?

Mungkin ada yang berpikir, bahwasanya konsep ini adalah sesuatu yang tidak adil.

Seseorang tidak mungkin mengetahui apa yang telah ia lakukan sebelum lahir. Bahkan bukankah kelahiran adalah awal dari sebuah permulaan?

Nah, pada saat seseorang lahir, kondisinya terbentuk dari karma-karma (perbuatan) lama. Itulah yang disebut takdir.

Tapi, pada saat seseorang menjadi manusia, ia juga memiliki kehendak bebasnya (freewill). Kehendak bebas inilah yang akan menentukan nasibnya di dunia ini.

Seseorang yang terlahir dalam kondisi kurang beruntung, tidak akan selamanya hidup mengenaskan. Pun dengan anak orang kaya juga bisa jatuh miskin.

Baca juga: Mengapa Manusia Berbeda?

Bagaimana Menjadi Beruntung?

Karma masa lalu adalah tabungan. Terlepas apakah itu baik atau buruk. Ia bagaikan sekelompok bibit tumbuhan di tengah kebun yang luas.

Pohon-pohon ini ditanam dari perbuatan. Kemungkinannya adalah perbuatan baik akan menghasilkan pohon yang subur, demikian pula sebaliknya.

Namun, apakah ia akan berbuah, kita tidak tahu sampai ia menghasilkan. Pohon yang subur bisa saja tidak akan tumbuh. Demikian pula dengan pohon yang berbuah asam.

Banyak faktor pendukung. Bisa saja hama, kekeringan, atau terbengkalai. Cara yang terbaik adalah merawatnya setiap hari.

Tentunya kita ingin menikmati pohon yang berbuah kebahagiaan yang manis. Dengan demikian, seyognyanya pohon kebajikanlah yang harus kita rawat.

Baca juga: Penelitian Berkata, Tjiptadinata Effendi adalah nama yang hoki.

Menjaga Frekuensi yang Sama dengan Keberuntungan

Caranya adalah dengan tetap bersikap pada "frekuensi" yang sama. Berbuat kebajikan saat ini akan membuat pohon kebajikan tumbuh subur. Dari sanalah muncul keberuntungan.

Sementara menjaga kualitas diri yang buruk akan membuat pohon keburukan tumbuh subur. Dari sanalah muncul semua nestapa dan derita.

Inilah mengapa aksi freewill kita bisa mendatangkan kebahagiaan atau kesedihan. Apa yang kita lakukan sekarang akan menentukan keberuntungan atau kesialan.

Bukankah dengan memberi senyuman, kita juga akan dibalas dengan senyuman. Kebajikan itu mudah dan Karma cukup sederhana. Berbuatlah baik sekecil apa pun itu.

Hanya manusia saja yang menganggap senyuman kepada orang lain sebagai hal yang sulit. Alasannya bermacam-macam. Mulai dari bete, gengsi, hingga "siapa sih elo?"

Baca juga: Numerologi, Bagaimana Nama Baik dapat Memaksimalkan Hokimu?

Equilibirium Kehidupan

Ingatlah bahwa kebajikan-kebajikan kecil akan memberikan pupuk bagi pohon karma baik yang telah kita tanam selama ini. Ia ada dan lahir bersama kita dari kehidupan sebelumnya.

Hal yang sama juga terjadi dengan bibit pohon keburukan yang telah kita bawa sejak lahir. Ia akan tumbuh subur jika kita selalu memupuk keburukan dalam diri kita.

Sebagaimana siang dan malam, karma baik dan buruk akan selalu berjalan berdampingan. Tidak perlu disesali. Dalam hidup pasti ada suka dan duka.

Itulah yang disebut dengan equilibirium kehidupan. Bagaimana agar suka dan duka ini dapat kita rangkul bersama untuk menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih beruntung.

Semoga Bermanfaat.

Referensi: 1 

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun