Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tradisi Fangsheng: Kadang Menjadi Sebuah Ironi yang Miris

12 Februari 2021   20:39 Diperbarui: 14 Februari 2021   15:47 7062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tradisi Fangsheng (sumber: nibbana.id)

Fangsheng atau lepas satwa adalah salah satu tradisi Tionghoa. Lazim dilakukan menjelang hari raya Imlek, atau hari besar lainnya.

Bagi kebanyakan warga Tionghoa, melepas satwa identik dengan melepaskan "kesialan." Setiap satwa yang dilepaskan memiliki arti tolak balanya masing-masing, seperti;

Melepas burung agar terlepas dari masalah. Layaknya bebas keluar dari kurungan. Melepas kura kura dianggap dapat menolak kesehatan yang buruk. Terkait dengan usia kura-kura yang panjang.

Oleh sebab itu, perayaan Imlek dianggap sebagai waktu yang tepat untuk melepaskan seluruh hal buruk yang masih tersisa dari tahun sebelumnya. Sembari berharap hal baik berdatangan pada tahun baru.

Tidaklah salah, pikiran baik pantas dikembangkan pada hari yang bahagia, agar energi positif senantiasa menghampiri. Bukankah pikiran positif akan mengundang hal yang positif juga.

Yang tidak bagus adalah pikiran yang positif berubah menjadi sebuah harapan yang besar. Mengeluarkan uang, membeli satwa dipasar, melepaskannya, dan menunggu nasib baik datang dengan sendiri.

Jika pemahaman dilakukan setengah hati, hal positif akan berubah menjadi ketamakan yang berujung pada kekecewaan. Jika kekecewaan muncul, maka seluruh permasalahan akan mengikuti.

Ilustrasi Fangsheng dalam tradisi tionghoa (sumber: jogjapolitan.harianjogja.com)
Ilustrasi Fangsheng dalam tradisi tionghoa (sumber: jogjapolitan.harianjogja.com)
Dari sisi sosial budaya, warga Tionghoa sering terperangkap dengan tradisi transaksional. Melepas satwa memiliki makna yang sama dengan memberi persembahan kepada dewa-dewi. Semuanya demi bonus yang besar.

Tradisi Fangsheng kemudian dijadikan seremoni akbar. Titik beratnya berada pada jumlah satwa yang dilepaskan dan harga yang dibayarkan. Doa-doa suci dilantunkan, dupa berton-ton dinyalakan, dan media pun diundang.

Untuk mendapatkan jumlah satwa yang banyak, dimintalah para pedagang satwa menyiapkannya. Para pedagang pun meminta bantuan pemburu untuk menangkapnya. Menangkap satwa untuk dilepaskan kembali. Sebuah ironi yang Miris.

Menjalankan Tradisi Fangsheng dengan Bijak

Tradisi Fangsheng (sumber: inibaru.id)
Tradisi Fangsheng (sumber: inibaru.id)

Penulis tidak mengatakan bahwa tradisi Fangsheng adalah hal yang tidak berguna. Namun, kita bisa melakukannya dengan lebih bijak. Cara yang penulis lakukan biasanya mengandung 2 syarat, yaitu:

Pertama, Membeli Tanpa Memesan

Seminggu sekali sebelum ke kantor, penulis menyempatkan diri untuk singgah ke pasar burung. Dengan anggaran seratus ribu rupiah, penulis kemudian memilih jenis burung yang ingin dilepas.

Burung manyar yang murah biasanya bisa didapat lebih banyak, dibandingkan dengan burung gelatik yang relatif lebih mahal. Penulis sudah memiliki langganan pasti yang bisa memberikan harga lebih murah.

Kadang jika sudah cukup sering berbelanja, penulis akan meminta bonus 1 atau 2 ekor burung, agar uang yang dianggarkan dapat membeli lebih banyak burung untuk dilepaskan.

Penulis tidak pernah memesan burung. Untuk itu tidak ada jenis burung tertentu yang menjadi pilihan. Hal ini dilakukan agar penjual burung tidak perlu menyediakan stok khusus bagi penulis.

Kedua, Mencari Tempat Pelepasan Satwa yang Tidak Membahayakan

Perlu diingat bahwa tempat pelepasan burung juga harus memenuhi syarat agar aman untuk orang lain, aman bagi satwa yang dilepaskan, dan aman bagi lingkungan.

Penulis sendiri tidak memilih tempat khusus untuk melepas burung. Kadang di rumah, kadang di kantor, kadang juga di pinggir jalan di bawah pohon yang rindang. Hal ini karena jumlah burung yang dibeli oleh penulis, tidaklah banyak.

Namun, dalam wisata religi yang melibatkan pelepasan satwa yang berjumlah banyak, maka pemilihan tempat harus dilakukan dengan hati-hati. Suatu saat, ada sebuah danau kecil di pinggir kota Makassar yang selalu menjadi tujuan wisata religi.

Saking terkenalnya, sehingga hampir seluruh kelenteng dan vihara memilih tempat tersebut sebagai tempat untuk melepas ikan. Akibatnya, ekosistem terganggu dengan banyaknya penghuni baru.

Penduduk sekitar yang telah mengetahui kebiasaan ini, lantas beralih profesi menjadi penangkap ikan. Di saat ritual fangsheng diadakan, mereka akan bersiap dengan jaring dan jalanya.

Akhirnya, penulis memilih tempat lain yang sedikit lebih jauh dari keramaian. Agar satwa yang dilepaskan benar-benar bisa menikmati kebebasan.

Makna Fangsheng Dalam Perspektif Buddhisme

Makna Fangsheng Dalam Perspektif Buddhisme (sumber: berita,bhagavant.com)
Makna Fangsheng Dalam Perspektif Buddhisme (sumber: berita,bhagavant.com)

Di Buddhisme, Fangsheng dikenal dengan sebutan 'Abhaya Dana.' Maknanya adalah "memberikan kebebasan dari rasa takut." Tidak ada aturan khusus mengenai Abhaya Dana ini. Bisa dilakukan melalui ritual, bagian dari ibadah, atau pun tanpa upacara. Tidak ada aturan bahkan kewajiban untuk melakukannya.

Dalam ajaran Buddhisme, ritual Fangsheng berlandaskan semangat Metta-Karuna yang berarti Cinta-Kasih dan Welas-Asih. Sifat ini merupakan dua dari empat sifat luhur dalam agama Buddha. (Dua lainnya adalah: Muditta, Turut Berbahagia, dan Upekkha, Keseimbangan Batin.)

Ia bagaikan kebajikan dalam bentuk empati pada saat melihat penderitaan makhluk hidup. Baik sesama manusia yang menderita, hewan yang terperangkap, atau pun makhluk lain yang sedang berada dalam bahaya.

Perwujudannya adalah dalam bentuk tindakan membantu sesama makhluk hidup terbebas dari bahaya dan kesusahan. Dengan demikian Abhaya Dana tidak didasari oleh niat-niat lain yang mengikut serta, seperti pengharapan, nazar, atau permohonan.

Abhaya Dana juga tidak dalam bentuk untuk menghapus dosa atau pengganti perbuatan yang salah. Murni, tradisi Fangsheng hanya untuk menimbulkan perasaan cinta dan welas asih dari dalam diri yang terdalam.

Manfaat Fangsheng

Ilustrasi Manfaat Fangsheng (sumber: antaranews,com)
Ilustrasi Manfaat Fangsheng (sumber: antaranews,com)

Lantas apa manfaat dari tradisi Fangsheng? Jika memang hanya untuk membentuk perasaan welas asih, bukankah kita bisa melakukannya kepada orang yang tersayang?

Memang bukan namanya manusia, jika tidak memperhitungkan untung rugi dari setiap tindakan. Namun, tidaklah salah, karena setiap tindakan harus didasari oleh motivasi.

Pada artikel yang berjudul: Algoritma Beramal, Menciptakan Rezeki Melalui Dana Parami, penulis telah membahas mengenai keberadaan Dana Parami, alias Paralisme Kesempurnaan yang merupakan amalan terbesar dalam hidup.

Caranya adalah: Setiap nafas, setiap pikiran, setiap langkah, setiap ucapan, dan setiap tindakan, hendaknya didedikasikan kepada semesta. Inilah yang disebut dengan Dana Parami (amalan tertinggi).

Dana Parami adalah perbuatan baik tanpa membeda-bedakan. Melihat segala sesuatu dengan benar, tanpa tendensi, tanpa kepentingan, apalagi keberpihakan.

Susah? Tidak! Bisa dimulai dengan duduk tenang dan memancarkan kasih sayang tanpa batas kepada seluruh alam semesta dan kehidupan yang berada di dalamnya. Jadilah manusia yang dipenuhi dengan perasaan welas asih.

Mengembangkan perasaan ini, akan mengubah diri menjadi manusia yang menyatu dengan alam semesta. Anda akan menjadi bagian dari paralisme keseimbangan alam, sehingga rezeki bukan lagi diterima, namun telah menjadi bagian dari penciptaan alam semesta yang juga merupakan milik Anda. 

Jika anda jeli, maka tradisi Fangsheng adalah pelatihan untuk menuju kesempurnaan dana parami. Lepaslah satwa, nikmati prosesnya, rasakanlah frekuensi sukacita dari para burung yang bebas terbang ke angkasa. Di sanalah Anda akan menemukan kebahagiaan.

Walau demikian, makna Fangsheng sendiri memiliki arti yang jauh lebih luas. Melepas satwa untuk memberi kebebasan bagi sesama mahluk hidup, termasuk melepaskan kemelakatan diri untuk menggapai kebahagiaan.

Semoga Bermanfaat

Referensi: 1 2

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia - versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun