Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menjadi Oposisi: Sebuah Analisis Historis dan Pragmatis

5 Maret 2024   05:00 Diperbarui: 5 Maret 2024   05:03 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.prakata.com/2024/03/pdip-pks-oposisi-potensial-yang-sulit-bersinergi.html

Pengantar 

Setelah pemilu 2024, peta politik Indonesia menghadapi pertanyaan krusial: siapakah yang akan bertahan menjadi oposisi dan partai manakah yang akan bergabung dengan pemerintah? Kemenangan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan perolehan suara 58,83% menandai awal dari sebuah era baru dalam politik Indonesia.

Sejarah sebagai Guru Politik

PDI-P, dengan sejarah panjang sebagai oposisi, tampaknya akan kembali ke akar tersebut. Pengalaman mereka selama pemerintahan SBY dan di era Orde Baru memberikan fondasi yang kuat untuk berperan sebagai penyeimbang pemerintah. PPP, meskipun memiliki sejarah sebagai oposisi, cenderung lebih sering berada dalam pemerintahan dalam beberapa dekade terakhir.

Peran PKS dalam Peta Politik Indonesia

PKS, yang telah berada di luar pemerintahan selama dua periode kepresidenan Jokowi, menunjukkan peningkatan signifikan dalam perolehan suara. Dalam pemilu legislatif 2024, PKS memimpin perolehan suara di DKI Jakarta dengan 19,26%, menunjukkan dukungan yang kuat dari basis pemilihnya. Ini menandai peningkatan dari pemilu sebelumnya di tahun 2019, di mana PKS meraih 8,21% dari total suara sah nasional. Kenaikan ini menunjukkan bahwa PKS telah berhasil mempertahankan dan bahkan memperluas pengaruhnya sebagai partai oposisi.

Sejarah Oposisi PKS dan Perolehan Suara dari Pemilu ke Pemilu

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menjadi salah satu partai politik yang konsisten dalam peran sebagai oposisi di Indonesia. Berakar dari gerakan Ikhwanul Muslimin di Timur Tengah, PKS didirikan pada tahun 1998 dengan nama awal Partai Keadilan (PK). Sejak awal, PKS telah menunjukkan komitmen untuk menjadi suara alternatif dan pengawas pemerintahan yang berkuasa.

PKS memulai debutnya di Pemilu 1999 dengan meraih 1,43 juta suara atau 1,36% dari total suara sah nasional. Meskipun perolehan suara ini tergolong kecil, PKS tetap berkomitmen pada prinsip-prinsipnya dan terus berupaya memperluas pengaruhnya di panggung politik nasional.

Dalam Pemilu 2004, PKS mencatatkan peningkatan signifikan dengan mendulang 8,33 juta suara (7,34%), sebuah lonjakan yang menandai PKS sebagai kekuatan politik yang tidak bisa diabaikan. Pemilu 2009 dan 2014 melihat PKS stabil dengan perolehan suara sekitar 7-8%, meskipun ada sedikit penurunan di tahun 2014 menjadi 6,77%.

Pencapaian tertinggi PKS terjadi dalam Pemilu 2019, dengan perolehan sebanyak 11,49 juta suara atau 8,21% dari total suara sah nasional. Kenaikan jumlah suara ini menunjukkan bahwa PKS berhasil mempertahankan dan bahkan memperluas pengaruhnya sebagai partai oposisi.

PKS di Pemilu 2024

Pemilu 2024 menjadi momen penting bagi PKS, di mana mereka berhasil memimpin perolehan suara di DKI Jakarta dengan 19,26%, mengungguli partai-partai besar lainnya seperti PDI-P. Ini menunjukkan bahwa PKS telah berhasil mempertahankan basis pemilihnya dan bahkan mungkin memperluasnya lebih lanjut.

Bagaimana dengan partai PKB, Nasdem dan PPP?

Partai-partai pendukung paslon 01 dan paslon 03 menghadapi dilema strategis: bergabung dengan pemerintahan atau tetap menjadi oposisi. Keputusan ini akan memiliki dampak jangka panjang, terutama menjelang pemilu 2029.

Partai yang bergabung dengan pemerintahan dapat memperoleh akses ke sumber daya dan pengaruh politik yang lebih besar. Namun, ini juga dapat mengurangi identitas mereka sebagai partai independen dan mempengaruhi persepsi pemilih terhadap integritas mereka. Dalam jangka panjang, ini bisa merugikan peluang mereka di pemilu 2029 jika pemerintahan saat itu tidak populer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun