Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tradisi Fangsheng: Kadang Menjadi Sebuah Ironi yang Miris

12 Februari 2021   20:39 Diperbarui: 14 Februari 2021   15:47 7062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tradisi Fangsheng (sumber: nibbana.id)

Tradisi Fangsheng (sumber: inibaru.id)
Tradisi Fangsheng (sumber: inibaru.id)

Penulis tidak mengatakan bahwa tradisi Fangsheng adalah hal yang tidak berguna. Namun, kita bisa melakukannya dengan lebih bijak. Cara yang penulis lakukan biasanya mengandung 2 syarat, yaitu:

Pertama, Membeli Tanpa Memesan

Seminggu sekali sebelum ke kantor, penulis menyempatkan diri untuk singgah ke pasar burung. Dengan anggaran seratus ribu rupiah, penulis kemudian memilih jenis burung yang ingin dilepas.

Burung manyar yang murah biasanya bisa didapat lebih banyak, dibandingkan dengan burung gelatik yang relatif lebih mahal. Penulis sudah memiliki langganan pasti yang bisa memberikan harga lebih murah.

Kadang jika sudah cukup sering berbelanja, penulis akan meminta bonus 1 atau 2 ekor burung, agar uang yang dianggarkan dapat membeli lebih banyak burung untuk dilepaskan.

Penulis tidak pernah memesan burung. Untuk itu tidak ada jenis burung tertentu yang menjadi pilihan. Hal ini dilakukan agar penjual burung tidak perlu menyediakan stok khusus bagi penulis.

Kedua, Mencari Tempat Pelepasan Satwa yang Tidak Membahayakan

Perlu diingat bahwa tempat pelepasan burung juga harus memenuhi syarat agar aman untuk orang lain, aman bagi satwa yang dilepaskan, dan aman bagi lingkungan.

Penulis sendiri tidak memilih tempat khusus untuk melepas burung. Kadang di rumah, kadang di kantor, kadang juga di pinggir jalan di bawah pohon yang rindang. Hal ini karena jumlah burung yang dibeli oleh penulis, tidaklah banyak.

Namun, dalam wisata religi yang melibatkan pelepasan satwa yang berjumlah banyak, maka pemilihan tempat harus dilakukan dengan hati-hati. Suatu saat, ada sebuah danau kecil di pinggir kota Makassar yang selalu menjadi tujuan wisata religi.

Saking terkenalnya, sehingga hampir seluruh kelenteng dan vihara memilih tempat tersebut sebagai tempat untuk melepas ikan. Akibatnya, ekosistem terganggu dengan banyaknya penghuni baru.

Penduduk sekitar yang telah mengetahui kebiasaan ini, lantas beralih profesi menjadi penangkap ikan. Di saat ritual fangsheng diadakan, mereka akan bersiap dengan jaring dan jalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun