Tidak susah untuk membedakan pria dan wanita. Simbol maskulin dan feminin sudah melekat pada gender masing-masing.Â
Cara berpakaian hanyalah urusan aksesoris, karena pergeseran budaya telah mengaburkannya. Sudah umum melihat wanita yang berpenampilan lelaki, demikian pula dengan pria yang bergaya wanita.
Akan tetapi, takdir tidak bisa berbohong. Vagina adalah milik wanita, begitu pula dengan penis perkasa. Sayangnya takdir yang tersemat tidak pernah mampu ditonjolkan atas alasan norma dan susila. Bagian yang dianggap paling privat justru melambangkan kejujuran dari sebuah keniscayaan.
Patung Yunani Kuno yang Mempertontonkan Penis
Patung Yunani Kuno sering mengumbar aurat. Karya seni kemanusiaan sering dipertontonkan polos tanpa penutup syahwat. Tidak usah malu mengungkapkan bahwa penis akan menjadi bagian pertama yang terlihat.
Apakah Micheleangelo, sang maestro seni ragu jika patung David yang perkasa disalahpersepsikan? Atau apakah memang aurat adalah bumbu penyedap pikiran di masa lalu?
"Orang Yunani menghubungkan penis kecil yang tidak ereksi sebagai moderasi, atau pandangan tentang maskunilitas ideal", kata Andrew Lear, seorang pengajar di tiga kampus --Â Harvard, Columbia, dan NYU.
Lelaki ideal bagi bangsa Yunani adalah tingkat kecerdasan, kewibawaan, dan kebijaksanaan. Semuanya dilambangkan melalui penis yang tidak berereksi. Alih-alih terangsang, pencipta karya seni justru menantang kualitas berpikir bagi yang melihatnya. Dengan kata lain, jika ada yang malu, tersinggung, atau marah, maka sesungguhnya ia tidaklah memiliki tingkat kebijaksanaan yang mumpuni.
Mengagungkan Penis di Bhutan
Penis bukan saja dihubungkan dengan maskunilitas semata. Sebagian negara di dunia juga mengangungkan penis sebagai bagian dari Yang Maha Kuasa.
Bhutan adalah sebuah negara kecil yang terletak di Asia Selatan. Wilayahnya ada di sekitar pegunungan Himalaya dengan letak yang cukup terpencil. Mayoritas penduduk Bhutan beragama Buddha, namun negeri yang secara harafiah berarti "Tanah dari Naga Petir" ini juga memiliki pandangan nyentrik terhadap keyakinan.
Kinley bukanlah pendeta biasa, ia diberi julukan "Nyonpa" atau dalam bahasa setempat artinya Gila. Sebabnya ia mengajarkan agama Buddha dengan cara yang tidak biasa. Sikapnya pun tidak kalah kontroversial, ia hobi main perempuan dan mabuk-mabukan.
Kinley memberikan pengajaran bahwa penis yang sedang ereksi dapat digunakan untuk mengusir roh jahat yang datang ke rumah. Ia bahkan memberikan kesaksian telah mengubah roh jahat menjadi penjaga rumah hanya dengan memukulkan ujung penis yang sedang berereksi ke roh jahat tersebut.
Tak disangka, ajarannya yang unik ini justru mendapatkan tempat di hati masyarakat Bhutan kala itu. Malahan banyak juga penduduk dari negara tetangga yang datang berguru kepadanya. Warga pun mulai beramai-ramai menggambar mural penis di rumah sebagai jimat penolak bala.
Biksu yang bertugas akan berdoa bersama perempuan tersebut dan memukulkan pelan relik kayu penis yang diyakini dibawa oleh Kinley dari Tibet sekitar 500 tahun lalu.
Festival Seks di Jepang
Tradisi unik tentang seks dan selangkangan bukan hanya milik masyarakat Bhutan saja. Jepang yang terkenal dengan reputasi esek-eseknya juga ternyata melihat seks sebagai sesuatu yang luhur, yakni melambangkan kreasi dan kesuburan.
Ada tiga festival berbeda di Jepang yang semuanya mengutamakan hubungan antara penis dan kesuburan.
Honen Matsuri adalah festival panen yang dirayakan oleh penduduk Komaki Aichi. Festival yang diadakan setiap tanggal 15 Maret itu melibatkan ritual mengarak Oowasegata atau patung kejantanan pria. Menariknya, panen bagi warga Komaki Aichi bukan hanya uang dan ternak saja, namun juga keturunan. Itulah sebabnya, mengapa patung penis dianggap sebagai simbol kesuburan.
Konon di zaman dulu ada iblis yang bersembunyi di dalam vagina seorang gadis dan memakan korban penis dua pria yang mempersuntingnya. Untuk mengusir roh jahat, sang gadis kemudian meminta bantuan seorang pandai besi untuk membuatkan alat kelamin dari besi guna mengusir setan dalam kemaluannya.
Para peserta wanita yang ingin mengikuti festival ini diwajibkan untuk melakukan ritual cuci patung kayu berbentuk penis dengan Panjang 1,4 meter dan berat 150 kilogram. Peserta yang beruntung akan mendapatkan kesempatan untuk menunggangi patung tersebut.
Gadis Romawi Kuno yang Berhubungan Intim dengan Dewa Penis Raksasa
Pernah mendengarkan mitos bagaimana seorang perawan dipersembahkan kepada dewa agar tidak murka? Bangsa Romawi Kuno mengakui eksistensi dari Mutunus Tutunus, dewa kesuburan yang dilambangkan sebagai Penis Raksasa.
Dalam setiap acara pernikahan, kehadiran dewa ini memainkan peranan penting. Disebutkan bahwa sebelum upacara pernikahan dimulai, pengantin wanita harus "diperawani" terlebih dahulu.Â
Caranya adalah dengan mengangkangi patung penis raksasa tersebut. Konon ritual tersebut dimaksudkan agar sang calon pengantin tidak kagok pada malam pertamanya.Â
Namun, ada juga kemungkinan hal ini dilakukan agar sang dewa tidak murka sehingga pernikahan ambyar, atau anak yang dilahirkan diharapkan menjadi salah satu dari Hercules.
Patung Mutunus Tutunus Romawi Kuno (sumber: brilio.net)
Candi Sukuh, Candi Porno di Indonesia
Letaknya di lereng barat gunung Lawu, tepatnya di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngaryoso, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.Â
Sekilas tampilannya mirip dengan candi purba lainnya, namun yang membedakan adalah adanya ukiran lingga dan yoni, atau alat kelamin pria dan wanita yang saling bertautan. Selain itu, ada juga patung seorang lelaki telanjang yang sedang memegang alat kelamin dengan tangan kirinya.
Caranya adalah dengan melangkahi relief persenggamaan tersebut. Jika kebaya yang digunakan oleh wanita terlepas, maka ia sudah pernah berselingkuh dan ketika kainnya sobek, maka berarti sang gadis sudah tidak perawan lagi.Â
Bagi pria yang sudah bersilingkuh dan tidak perawan lagi, konon ia akan terkencing-kencing setelah melakukan ritual. Nah, saking uniknya, UNESCO telah memasukkan Candi Sukuh dalam situs warisan dunia sejak 1995.
Kebenaran Seksual
Menarik untuk melihat bagaimana masyarakat kuno memersepsikan alat kelamin. Hal ini tentu sangat berbeda dengan cara masyarakat modern yang mengategorikannya sebagai pornoaksi.
Sebagai masyarakat modern, seharusnya kita memiliki pemikiran yang lebih sekuler terhadap sebuah keyakinan. Namun dalam kenyataannya, apa yang dianggap tabu sekarang justru mendapatkan tempat yang terbuka dari para leluhur.
Menurut penulis, hal ini ada hubungannya dengan apa yang disebut dengan "kebenaran seksual". Pandangan terhadap seks telah mengalami asimilasi dalam berbagai jenis ruang dan waktu. Setiap periode dan setiap budaya memiliki pemahaman tentang konteks seksual menurut versinya masing-masing.
Akan tetapi, makna hubungan seksual yang sebenarnya adalah sebagai media reproduksi untuk mendapatkan keturunan, dimana kesuburan bagi dua insan adalah sesuatu hal yang sama sekali tidak bisa disepelekan.
Wasana Kata
Merasa jijik, lucu, atau bahkan marah terhadap aurat yang diumbar hanyalah sebuah pemikiran bahwa seks adalah hal cabul yang tidak pantas untuk dibicarakan. Padahal, alat kelamin adalah sesuatu yang nyata. Kalaupun tidak diekspos, maka ia akan selalu berada di sana.
Nah bagi anda yang masih merasa jijik dengan pengumbaran syahwat versi undang-undang pornoaksi, maka ada baiknya mendengarkan legenda Suku Bamana di Afrika Barat.
Menurut mereka, Bumi adalah sesosok dewi, dan suaminya adalah dewa langit yang berada di atas sana. Jika hujan turun, artinya sang dewa dan dewi sedang bercinta. Hujan tiada lain adalah ceceran sperma dari sang dewa langit yang sedang membuahi istrinya.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI