Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jauh Sebelum dengan Setan, Pesugihan adalah untuk "Tuhan"

29 September 2020   13:02 Diperbarui: 29 September 2020   13:29 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ritual Pesugihan Zaman Kuno (sumber: usahitman.com)

Ritual Sati memang tidak lagi dipraktikkan, namun budaya Sati masih memengaruhi cara pandang masyarakat India terhadap janda yang dianggap sebagai beban keluarga.

Sehingga meskipun tidak lagi dibakar, mereka dianggap sebagai kutukan dan harus mengasingkan diri, agar para dewa tidak menurunkan malapetaka kepada keluarga dan lingkungannya.

Sekitar 10 tahun yang lalu, penulis pernah menghadiri acara undangan peletakan batu pertama dari sebuah perusahaan Jepang di Kawasan industri, daerah Jawa Barat.

Acara berjalan mulus seperti biasa, hingga sebuah kejanggalan yang penulis rasakan di tengah berlangsungnya acara.

Presiden Direktur perusahaan tersebut, yang merupakan warga negara Jepang, beserta beberapa tamu kehormatan, berbaris membawa beberapa kepala kerbau untuk ditanamkan di empat sudut pilar bagian dari gedung utama nantinya.

Sebenarnya tradisi ini juga berlaku umum dalam sebagian golongan masyarakat, namun terasa janggal jika pencetusnya adalah orang jepang yang mewakili perusahaan Jepang.

Hingga akhirnya, penulis menghubungkan apa yang dilakukan saat itu, dengan sebuah ritual kuno dari abad ke-15, yaitu praktik "Hitobashira" atau pilar manusia.

Dalam praktik itu, para gadis perawan dikubur hidup-hidup di dasar laut, atau dalam tembok bangunan berskala besar, seperti benteng, bendungan, atau jembatan.

Ilustrasi Praktik Hitobashira (sumber: indozone.id)
Ilustrasi Praktik Hitobashira (sumber: indozone.id)
Tujuannya sebagai bentuk doa dan persembahan kepada para dewa, agar bangunan yang sudah didirikan dapat terlindungi dari bencana atau serangan musuh.

Tradisi "Hitobashira" sangat berhubungan dengan pembangunan proyek-proyek yang kompleks. Bahkan jejak praktik tradisi kuno ini juga ditemukan di Hokkaido.

Beberapa orang mengaku menemukan sisa-sisa tulang belulang manusia di daerah sekitar beberapa jembatan dan terowongan. Tidak diketahui secara pasti, darimana dan bagaimana kerangka manusia itu bisa berada di sana, namun rumor mengatakan "para pekerja sengaja dikorbankan selama masa konstruksi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun