Contoh lain lagi adalah sang kakak ipar, yang terkenal gaptek. Entah mengapa, Ce Nita yang lulusan universitas ternama di kota Surabaya ini sangat anti pada yang namanya teknologi. Jangankan medsos, mengetik SMS dengan ponsel jadul saja tidak bisa.
Nah hidup sebagai seseorang yang gaptek, membuat dirinya dimaklumi. Tidak pernah eksis di dunia maya, membuat dirinya tidak pernah dicari. Jelas, Ce Nita bukanlah Nomophobia.
Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk menghilangkan Nomophobia? Menurut penulis, ada tiga cara yang terbaik, dan sangat sederhana, yaitu:
Pertama, Mengurangi Kebutuhan akan Gawai.
Mari kita lihat, ada berapa platform media sosial yang benar-benar kita butuhkan sebagai sarana bekerja, sosialiasi, dan informasi? Saran penulis, jika tidak terlalu butuh, maka sebaiknya ditinggalkan.
Saat ini, penulis hanya eksis pada tiga jenis platform media sosial saja. Dulunya sih, lebih dari lima, namun ternyata waktu yang digunakan untuk mengecek lini masa terasa lebih banyak daripada kebutuhan sebagai ajang interaksi.
Itupun pada platform "langganan" yang terdiri dari beberapa grup chat yang berbeda-beda, penulis hanya aktif pada grup keluarga dan beberapa grup tertentu yang memiliki hubungan personal saja.
Kedua, Mengurangi Kepentingan akan Gawai
Jika kita sudah terbiasa menggunakan beberapa platform yang berguna dan merasa sudah cukup, maka sebaiknya tidak lagi menambahkan platform baru.
Kita sering mendapatkan informasi mengenai munculnya platform baru yang lagi ngetrend, namun tidak lama berselang, eksistensinya kemudian hilang tertelan bumi.
Nah, terhadap jenis yang ini, penulis bahkan tidak pernah punya keinginan untuk mencobanya. Selain membuang waktu untuk memelajarinya, juga membuang waktu untuk mengikuti perkembangannya.