Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menelaah "Metafakta" Anak Kiai Jombang yang Cabul

8 Juli 2022   21:03 Diperbarui: 8 Juli 2022   21:08 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah "metafakta" yang disebut Santriwati sebagai metode dalam kasus pencabulan anak kiai Pesantren Shiddiqiyyah Desa Losari, Ploso, Jombang, Jawa Timur, yang digunakan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT/42) sedikit ambigu dan memang diluar nalar.

Bukan apa, menurut pernyataan santriwati yang menjadi korban pencabulan tersebut dikutip dari liputan CNNIndonesia TV, Kamis (7/7). Dirinya tidak boleh protes ketika sedang diajari ilmu "metafakta", yang mana dirinya harus melepas pakeaan yang dikenaknnya.

Santriwati itu sempat menolak ketika diminta harus melapaskan baju. Akan tetapi dalih ilmu metafakta yang tidak masuk di akal membuat santriwati mengikuti apa yang dianjurkan oleh pelaku.

Sebab jika dirinya bersikekeh menolak dan tidak mau melakukannya, berarti santriwati tersebut masih mengunakan akal dan belum menjiwai itu metafakta.

Pentingnya Nalar Kritis

Menelaah "metafakta" sendiri yang membuat hal itu ambigu dan diluar nalar sehat itu tujuannya, yang justru dibuat untuk melancarkan aksi cabulnya kepada santriwati.

Maka menelaah tentang metafakta itu sendiri sebagai sebuah dalih. Apa itu sebenarnya metafakta? Apakah benar keilmuan itu ada dan harus tidak menggunakan nalar dalam menelaahnya?

Berdasarkan informasi yang beredar, ilmu metafakta yang diajarkan oleh Moch Subchi Azal Tsani adalah ilmu kesaktian yang meliputi segala sesuatu, penyakit bisa sembuh, keinginan dengan menggunakan ilmu itu bisa tercapai. Mungkinkah metafakta demikian?

Suatu apapun keilmuan, yang pertama haruslah di uji dengan nalar kritis kita sebagai manusia apapun bentuk keilmuan itu termasuk metafakta.

Sebab keilmuan apapun tanpa dipraktikan dan tanpa dibuktikan secara gambling dan jelas itu hanya akan menjadi teori saja yang tidak lebih dari itu, yang mana bisa benar bisa juga tidak.

Mungkin sama kasusnya dengan ajaran-ajaran kebijakan. Bila itu tidak dilakukan dengan praktik dan pembuktian secara nalar sebagai orang bijak dan praktiknya tidak mengandung kerugian bagi orang lain, ajaran itu dapat dibenarkan sebagai kebijaksanaan pribadi manusia.

Perlunya Waspada
Untuk itu perlunya waspada untuk menagkis hal-hal yang merugikan diri sendiri atas nama kepercayan harus terus di rasionalisasikan. Apa lagi itu sesama manusia yang katanya tidak sempurna.

Bawasannya sebagai makluk yang tidak sempurna seperti manusia itu memiliki sikap curang, jahat, kejam dan lain sebagainya yang negative dibalik sikap positifnya.  

Tidak di bidang manapun, waspada supaya diri tidak terjebak dalam hal yang merugikan sangat perlu dan berpikir rasional akan tindakan itu.

Kasus pencabulan yang menyeret anak kiai, pengasuh pondok pesanteren Shiddiqiyyah Desa Losari, Ploso, Jombang, Jawa Timur sebagai cermin bahwa seseorang yang dipercaya itu dapat menjadi seseorang yang merugikan karena ketidaksempurnaannya sebagai manusia.

Maka dari itu waspadalah, waspadalah siapapun dapat berubah tidak sesaui dengan pikiran apa yang dipercaya sebelumnya.

Kelayakan bagai kebenaran, dielu-elukan dan diidealkan tidak selamanya secara praktik kehidupannya sesuai yang diharapkan. 

Sebab yang berhubungan dengan manusia tidak ada yang sempurna sebagai sebuah kesempurnaan.

Mereka bisa salah, begitupun bisa demikian benar, akan tetapi berjalan dengan praktik dan tingkah laku yang benar itu adalah kelayakan moral. 

Bagaimana orang menerapkan moral terlebih dahulu merepresentasikan pengetahuannya. Begitupaun ilmu "metafakta"  diajarkan Moch Subchi Azal Tsani belum berkontribusi apa-apa yang seharunya jangan asal dipercaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun