Seperti halnya seorang janda yang dikhianati oleh cinta yang semu berasaskan harapan-harapannya pada cinta dari orang yang tak tepat yang dinikahinya. Terkadang dari pengalaman itu, ia sadar apa yang dilakukannya adalah salah dan dari situlah dirinya mendapat pengalaman berbagi pada orang-orang untuk tidak mengikuti jejek apa yang dilalui dirinya.
Sungguh semua seperti termakan apa yang dinamakan sebuah harapan termasuk para yang katanya budiman disana dengan seluk-beluknya harapan akan kebaikannya. Keeratan dalam memandang harapan pada hidup sendiri telah menjadi sebuah kelekatan yang sulit dilepeskan oleh manusia.
Dan keterikatan pada apa yang dinamakan uang dan keuntungan pada diri sebagai sebuah jalan kebiakan untuk mencukupi kebutuhan diri, dimata kebudimanan telah menjadi godaan besar manusia untuk menjadi seorang budiman itu dihadapkan pada perolehan uang dan keuntungan situasi pribadi.
Tidak peduli jungkir baliknya pengalaman, tidak peduli apa yang dinamakan sebuah pengorbanan, dimata harapan akan diri yang lebih baik dengan segala perolehan dari cara hidup sendiri. Kenyataanya siapapun orang yang diangap sebagai yang budimanan, sekaligus ia berpotensi untuk kejam, curang dan bengis memandan kehidupannya sendiri atas dasar kebikannya sendiri.
Maka untuk menujukan sebuah kebingisan yang mereduksi kebudimananan sikap manusia itu, diperlukan sesuatu yang lebih mendasar dari hidup. Seberapa lama kita akan hidup, seberapa penting uang dalam melengkapi kehidupan, dan bagaimana memandang kepentingan diri haruslah dipertanyakan untuk mengembalikan jiwa-jiwa manusia pada kebudimanan.