Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Krisis Kepercayaan akan Jodoh, Lebih Baik Dijodohkan?

26 Mei 2021   18:59 Diperbarui: 26 Mei 2021   19:02 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

"Saya ingat betul bagaimana teman saya bicara pada saya, "kemanapun jodoh itu dikejar, bahkan sampai rumuh semut pun yang sangat kecil, kalau memang belum waktunya berjodoh, tidak akan ketemu sama jodoh dan menikah".

Ya memang harus saya akui, dunia dan misteri kehidupan manusia penuh dengan teka-teki. Bagaimana kita dilahirkan, kita kecil terus menjadi besar seperti sekarang ini. Tidak lain, tidak ada ingatan yang betul-betul membekas, semua serba seperti mimpi.

Bahkan jika kita berbicara umur, mungkin kita tidak akan tahu sampai kapan kita akan terus diberi umur oleh yang maha kuasa. Orang bijak berkata, antara rezeki, jodoh, dan mati memang itu urusan yang maha kuasa. Karena sebagai manusia kita hanya menjalani saja.

"Jadi menurut saya, menjadi manusia adalah buih-buih pertanyaan yang tersimpan dikala kita memikirkan semua teka-teki hidup itu, yang ada didalam pikirannya sendiri. Benar yang tidak dapat kembali adalah masa lalu, dan yang mungkin tidak dapat diraih adalah masa depan".

Karena kesadaran hidup manusia tentu tidak lain ada pada waktunya. Dan kita benar-benar menjadi manusia ketika kesadaran kita ada disini dan saat ini. Tentu itulah yang tidak membohongi dari hidup manusia, dimana realita kita adalah saat ini disini kini.

Maka bicara tetang teka-teki hidup seperti rezeki, mati dan jodoh, adalah perbincangan yang mungkin tidak akan ada selsainya. Dikejar jika belum waktunya tetap "zonk", di impi-impikan justru membuat pikiran berat dan hanya menjadi harapan yang delusional.

Tetapi, apakah hal tersebut antara jodoh, mati, dan rezeki merupakan suatu hal yang ditunggu-tunggu oleh hidup semua manusia? Mungkinkah bagi siapapun yang hidup, pasti sudah punya rezeki dan jodohnya masing-masing?

Inilah yang harus disadari dari hidup, bawasannya kita "manusia" hanya sebagai pelaksana. Ibarat wayang yang dimainkan oleh seorang dalang. Mungkin hal terbijak dari manusia adalah melepaskan, dimana biarkan skenario hidup itu milik yang maha kuasa termasuk rezeki, mati dan jodoh kita biarlah menjadi urusannya.

Namun, apakah memang kita harus berhenti disana, menyerah pada rasa ikhlas dan menjalaninya saja? Jelas tidak, manusia harus berusaha untuk mendapatkannya. Tetapi, apakah usaha manusia itu harus secara keras mengejarnya, tentang apa yang sudah menjadi takdir hidupnya, yang digariskan oleh yang maha kuasa?

Problematic, itulah teka-teki yang mungkin harus manusia itu sendiri pecahkan dalam hidupnya. Bahkan untuk menjemput takdir sendiri, dibutuhkan waktu dan segenap usaha untuk meraihnya, itu yang benar dan tidak dapat ditampik.

"Mungkin sama halnya kita ber-KTP, harus usia 17 tahun. Disitulah contoh yang paling rasional dimana semua ada waktunya, kapan manusia menjemput masing-masing nasib, yang pasti berbeda-beda termasuk dalam hal berjodoh maupuan ukuran dari rezeki yang dimiliki. Perkara mati, semua yang hidup pasti akan mati".

Sebab disamping mati dan rezeki yang juga membuat manusia cemas memikirkannya, misteri akan jodoh merupakan suatu komponen dari garis hidup yang maha kuasa, yang keberadaanya sangat ditunggu-tunggu oleh manusia juga pada akhirnya.

Dimana jodoh itu bagi penafsiran saya adalah teman hidup, sarana reproduksi, dan rekan untuk saling mengasihi, mengasuh, dan membagi keluh kesahnya dalam menjalani kehidupan.

Untuk itu dapat dikatakan bahwa jodoh merupakan misteri yang ditunggu-tunggu oleh setiap manusia. Sebab "jodoh" semakin dikejar semakain menjauh, dibiarkan saja ada ketakutan untuk tidak bertemu jodoh, dan dirayu-rayu, jodoh itu terkadang justru semakin sulit untuk didapatkan.

Jadi formula apakah yang seharusnya manusia pakai untuk mencari jodoh? Mungkinkah jodoh hanya menunggu waktu? Ataukah jodoh juga harus dikejar, dimana yang dikejar juga harus menyambut jodoh itu?

Rasanya "jodoh" menjadi hal yang sangat sulit untuk dinalar meski nalar saya sendiri termasuk dalam kategori manusia yang mau berpikir. Namun berpikir hal yang misteri, yang ada justru membuat semakin terus berpikir. Mungkinkah "manusia" harus berjodoh dan menemukan jodoh?

Memang tidak sesederhana itu. Banyak orang memilih jalan hidup tidak menikah. Bahkan para spiritualis sendiri banyak yang mengambil keputusan tidak menikah dan hidup hanya dengan dirinya sendiri tanpa pernikahan berfokus sebagai guru yang mengajarkan moralitas serta norma-norma keyakinan dalam kaitan spiritualitas.

Bagi kita yang saat ini menunggu jodoh dan sulit mendaptkan jodoh, apakah jalan tidak menikah adalah jalan yang realistis untuk dipilih? Dan pertanyaan itu, mungkinkah kita akan benar-benar siap hidup tanpa pendamping hidup?

Hasrat alamiah kita "manusia" salah satunya adalah reproduksi. Sex sendiri menjadi kebutuhan dasar manusia untuk melajutkan spesiesnya. Saya kira setiap manusia menginginkan sex, tetapi kembali tentang orentasi ataupun yang mengkebiri dirinya tanpa berhubungan sex merupakan hak pribadi manusia tergantung apa tujuan hidupnya didunia ini.

Tetapi sebagai orang yang normal dan menginginkan berkembang biak. Saya tentu dan jelas menginginkan itu. Namun norma manusia sendiri yang menjunjung tinggi moralitas, ditambah Indonesia adalah belahan bumi timur yang masih memegang tradisi, dimana legalitas dari berkembang biak adalah melalui jalan pernikahan, sedangkan pernikahan sendiri menurut kepercayaan banyak orang timur dikenal sebagai sarana untuk berjodoh.

Itulah mengapa menemukan seseorang "lawan jenis" yang mau menjadi jodoh kita terkadang banyak menemui kendala. Apa lagi dijaman yang serba digital ini, jaman yang serba mudah, dan jaman yang saling pengaruh-mempengaruhi lewat media social.

Terakadang jika ditelusuri, jodoh sendiri dipilih harus melalui pertimbangan yang rumit. Tentu karena dibuat sendiri oleh manusia. Factor kecocokan, ekonomi, dan lain sebagainya yang membuat manusia semakin berpikir dan justru semakin dijauhkan oleh jodohnya sendiri karena banyak memilih.

Saya pun yang saat ini memasuki umur 28 tahun, dimana menurut berbagai penelitian merupakan usia ideal untuk menikah karena dari sisi pengalaman sendiri sudah banyak, harus menelan pil pahit dimana sulitnya menemukan jodoh sedang saya alami dimasa setengah krisis ini.

Memang banyak factor antara saya yang tidak mau berusaha atau saya masih takut akan nasib pernikahan yang dalam bayangan menakutkan pikiran.

Bagaimana nanti ketika menikah yang antara lain harus tanggung jawab secara ekonomi. Belum dengan membangun bahtera rumah tangga yang tidak sederhana seperti kebebasan yang mungkin akan berbeda ketika masih lajang. Tetapi bagaimanapun dalam hati kecil saya menghasrati pernikahan dan lebih siap untuk menikah.

Pernah saya mencoba mengajak seseorang untuk menikah, tetapi entah mengapa semakin saya kejar semakin seseorang yang saya ajak menjauh. Entah mengapa, mungkin sikap dan karakter saya kurang baik untuk dia atau memang saya bukan kriteria pria idamannya.

Saya akui, memang dalam hal kepribadian saya bukanlah orang yang hangat dan mungkin tidak pantas dicintai, atau kita memang bukan jodoh itu masih menjadi pertanyaan saya meski menyalahkan diri sendiri bukanlah lagi sebuah hal yang bijak.

Terus terang, pernikahan memang tidak sederhana. Jodoh juga menjadi sesuatu yang rumit. Jujur, ada kecanggungan tersendiri, dimana ketika jodoh dikejar menjauh, saya semakin pesimis mengejar-ngejar jodoh ditengah umur yang terus melonjak tinggi.

Apakah ketika manusia sudah menyerah untuk mengejar jodoh, sudah tak tau lagi bagaimana mencari jodoh, mencari bantuan "dijodohkan" adalah solusinya? Saya berkaca pada diri, mungkin dijodohkan adalah solusi untuk orang-orang seperti saya yang ada pada masa krisis, dimana mencari sendiri dengan mengejar-kejar jodoh justru dengan sendirinya juga mereka menjauh?

Dengan rumitnya mencari jodoh ditengah banyaknya orang dan itu dapat terkoneksi didunia maya, saya menjadi bertanya-tanya, sebenarnya pikiran manusia itu sendiri yang membuat jodoh rumit, ataukah kita ingin kembali pada masa-masa jodoh itu baiknya dijodohkan saja?

Yang jelas jika memang dirasa berat dan butuh solusi dalam mencari jodoh, dijodohkan menurut saya lebih simple. Yang pertama adalah sama-sama niat menikah, yang kedua jika cocok setidaknya ada upaya mereka yang dijodohkan sama-sama menginginkan menjadi jodoh.

Mati ada waktunya, rezeki ada takarannya, dan jodoh pasti ada jodohnya. Jika jodoh seorang manusia tidak ketemu juga, pastikan kita tetap berjodoh dengan maut, yang sudah pasti akan datang bagi seseorang yang hidup. Karena hidup yang pasti berjodoh dengan mati.

 

 

  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun