Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Krisis Kepercayaan akan Jodoh, Lebih Baik Dijodohkan?

26 Mei 2021   18:59 Diperbarui: 26 Mei 2021   19:02 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com

"Mungkin sama halnya kita ber-KTP, harus usia 17 tahun. Disitulah contoh yang paling rasional dimana semua ada waktunya, kapan manusia menjemput masing-masing nasib, yang pasti berbeda-beda termasuk dalam hal berjodoh maupuan ukuran dari rezeki yang dimiliki. Perkara mati, semua yang hidup pasti akan mati".

Sebab disamping mati dan rezeki yang juga membuat manusia cemas memikirkannya, misteri akan jodoh merupakan suatu komponen dari garis hidup yang maha kuasa, yang keberadaanya sangat ditunggu-tunggu oleh manusia juga pada akhirnya.

Dimana jodoh itu bagi penafsiran saya adalah teman hidup, sarana reproduksi, dan rekan untuk saling mengasihi, mengasuh, dan membagi keluh kesahnya dalam menjalani kehidupan.

Untuk itu dapat dikatakan bahwa jodoh merupakan misteri yang ditunggu-tunggu oleh setiap manusia. Sebab "jodoh" semakin dikejar semakain menjauh, dibiarkan saja ada ketakutan untuk tidak bertemu jodoh, dan dirayu-rayu, jodoh itu terkadang justru semakin sulit untuk didapatkan.

Jadi formula apakah yang seharusnya manusia pakai untuk mencari jodoh? Mungkinkah jodoh hanya menunggu waktu? Ataukah jodoh juga harus dikejar, dimana yang dikejar juga harus menyambut jodoh itu?

Rasanya "jodoh" menjadi hal yang sangat sulit untuk dinalar meski nalar saya sendiri termasuk dalam kategori manusia yang mau berpikir. Namun berpikir hal yang misteri, yang ada justru membuat semakin terus berpikir. Mungkinkah "manusia" harus berjodoh dan menemukan jodoh?

Memang tidak sesederhana itu. Banyak orang memilih jalan hidup tidak menikah. Bahkan para spiritualis sendiri banyak yang mengambil keputusan tidak menikah dan hidup hanya dengan dirinya sendiri tanpa pernikahan berfokus sebagai guru yang mengajarkan moralitas serta norma-norma keyakinan dalam kaitan spiritualitas.

Bagi kita yang saat ini menunggu jodoh dan sulit mendaptkan jodoh, apakah jalan tidak menikah adalah jalan yang realistis untuk dipilih? Dan pertanyaan itu, mungkinkah kita akan benar-benar siap hidup tanpa pendamping hidup?

Hasrat alamiah kita "manusia" salah satunya adalah reproduksi. Sex sendiri menjadi kebutuhan dasar manusia untuk melajutkan spesiesnya. Saya kira setiap manusia menginginkan sex, tetapi kembali tentang orentasi ataupun yang mengkebiri dirinya tanpa berhubungan sex merupakan hak pribadi manusia tergantung apa tujuan hidupnya didunia ini.

Tetapi sebagai orang yang normal dan menginginkan berkembang biak. Saya tentu dan jelas menginginkan itu. Namun norma manusia sendiri yang menjunjung tinggi moralitas, ditambah Indonesia adalah belahan bumi timur yang masih memegang tradisi, dimana legalitas dari berkembang biak adalah melalui jalan pernikahan, sedangkan pernikahan sendiri menurut kepercayaan banyak orang timur dikenal sebagai sarana untuk berjodoh.

Itulah mengapa menemukan seseorang "lawan jenis" yang mau menjadi jodoh kita terkadang banyak menemui kendala. Apa lagi dijaman yang serba digital ini, jaman yang serba mudah, dan jaman yang saling pengaruh-mempengaruhi lewat media social.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun