Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Susah Sinyal, Perlukah Satu Desa, Satu Menara BTS?

15 Juni 2019   16:20 Diperbarui: 24 Juni 2019   15:51 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menara BTS| Dokumentasi pribadi

Rata-rata konsumsi data seluler kini berbentuk paket data dengan harga 50 ribu per bulan, berarti 50 ribu kali 2000 ribu berapa? Sudah 100 juta hasilnya. Namun inilah teorinya dalam menguatkan argumen menambah menara BTS satu desa satu di Pulau Jawa, khususnya yang banyak penduduknya seperti desa saya Karang Rena, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap

Ilustrasi letak Desa Karangrena| Via Google Map/Screeshoot dokumentasi pribadi
Ilustrasi letak Desa Karangrena| Via Google Map/Screeshoot dokumentasi pribadi
Setidaknya kalau hitung-hitungan bisnis tersebut tidak masuk? Upaya menjaga pelanggan dengan layanan terbaik dan mencapai keadilan sinyal satu desa satu menara BTS pun tidak mubazir. Akan banyak manfaat yang akan diterima oleh provider telekomunikasi seluler itu sendiri, termasuk menambah dan menguatkan pelanggan eksisting supaya tidak pindah ke operator lain.

Bukankah jika layanan bagus, kebutuhan data sendiri akan melonjak tinggi karena tren manusia dan teknologi yang kini tidak dapat dipisahkan? Jika terus di dalam rumah sendiri saja terjadi blank spot, jelas itu akan mengurangi konsumsi data? Terlebih jika pergerakan layanan telekomunikasi berbasis optik sudah merambah ke desa, bukankah layanan telekomunikasi seluler akan semakin ditinggalkan karena kualitas layanannya yang buruk?

Dari dalam keluarga sendiri terhitung, keluarga milenial yang melek teknologi semakin bertambah. Saya yakin semua anggota keluarga milenial adalah pengkonsumsi data, baik anak untuk menonton youtube, atau orang tua yang aktif di media sosial seperti facebook dan twiter yang sangat membantu relasi mereka.

Ditambah layanan telekomunikasi kini adalah jasa penggerak ekonomi terbesar setelah transportasi. Semua orang dalam kegiatan apapun butuh teknologi, termasuk akses data didalamnya untuk setiap akomodasi relasi bisnisnya. Terlebih untuk para pekerja kreatif kini seperti blogger atau pun youtuber desa yang semakin meningkat jumlahnya.

Masa hanya untuk upload file saja ke sistem database komputer harus ke kota terlebih dahulu mencari sinyal? 

Cerita "Kirman" sebagai youtuber asli desa saya mungkin dapat menjadi pertimbangan. Sinyal yang buruk kualitasnya membuat ia enggan untuk tinggal di desa padahal ia betah di desa. Tentu alasan dalam hal ini adalah kualitas layanan sinyal telekomunikasi itu sendiri yang mengambat untuk upload karyanya sebagai youtuber.

Seharusnya dari dalam wacana revolusi industri 4.0 sendiri, semua pihak harus menaruh perhatian lebih akan akses data menunjang kebutuhan masyarakat digital. Kasarnya, Bayi baru satu tahun mainannya saja smartphone saat ini. 

Masyarakat mampu beli smartphone yang canggih-canggih, masa sinyal saja sebagi motor utama sebuah smartphone susah? Untuk apa mereka beli smartphone kalau seperti itu? Buat banting-bantingan anak? Tidak kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun