"Untuk itu nikmatilah kebebasan sebagai manusia "abad 21" sebelum kebebasan itu dilarang oleh Negara".Â
Tidak lelahnya hati ini terus meronta-ronta, tetapi bagaimana dari dalam luar diri itu sendiri? Petir masih menyambar, angin masih berhembus dan keengganan lautan untuk mengering menjadi pertanda bahwa; "kita "manusia" akan selalu digoda alam yang tidak lagi kita perhatikan"
Seakan waktu tidak bisa lagi aku sampaikan. Semenjak itu aku diam, bukan tidak mengerti, hanya saja aku si sesat yang baru saja akan membuka jalan baru untuk diriku sendiri. Pasti, "jalan di mana hanya ada aku, kamu juga mereka yang singgah di waktu terik menerjang dengan udara panasnya dalam Kota".
Rupanya aku dibuat tidak mengerti serperti Bulan dan Matahari yang tak pernah terlihat diwaktu yang sama. Dari semua itu akan terlihat, tetapi bergerak dalam diam. Sepertinya ia malu yang, tetap akan mengguncang relung kegelapan dengan sikap pemalunya itu.Â
Lagi dan lagi, aku tidak dibuat mengerti oleh air laut yang terus pasang di pesisir utara Pantai Jawa, angin yang jumlahnya masih sedikit di tengah Kota, dan ramainya Toko-Toko kala akan masih bulan Ramadan.
Seperti kebingungan yang menyelip masuk di siang bolong dengan panas yang terik. Herannya tetapi rintik hujan terjadi kini. Aku rasa seperti air limpahan dari air terjun hangat di Guci, Tegal sana.Â
Rasanya bagaimana memandang hari kedepan yang semakin tidak menentu ini? Aku pun masih bingung untuk memikirkan hal ini. Rasanya manusia hanyalah bagian kecil dari semesta yang lebih hebat kekuatannya.
Ketika saat-saat itu datang aku menjadi bosan, tiada semangat bahkan cenderung menjadi tidak bersyukur. Dasar jelas,"kejengahan pada rutinitas hari yang ada".Â
Inginnya seakan aku ingin memeluk diriku bersama bintang, lalu menjadi diriku secara utuh bersama setiap lamunan-lamunanku diterik siang ini, sembari tetap bekerja walaupun ini hari libur.
Sebenarnya aku bisa bahagia hanya dengan adanya waktu sengang untuk menulis. Bahkan melupakan gelisahku seperti orang yang dikata tidak waras di sebrang lampu merah sana jika tulisanku dibaca banyak orang. Tulisan apapun sangat mengodaku untuk setiap jengkal berpikir dengan imajinasi.
Resah dan gelisah selsai dengan munulis, begitipun rasa cemas yang mendera siang hari ini, semua akan lebih baik dengam cara untuk ditulis. Apalagi ketika aku berdiskusi indah dengan energi sejenis.