Pembangunan bandar udara baru di Bali kembali mengemuka setelah salah satu menteri kita menyatakan rencana pembangunan bandara baru di Bali untuk mengantisipasi kapasitas bandara DPS di masa mendatang.
Perjalanan dari perencanaan pembangunan bandara baru di Bali ini terbilang cukup panjang dan bersifat on/off setidaknya terlihat pada proses pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU).
Mulai dari rencana berupa bandara apung pertama di ASEAN hingga adanya himbauan dari salah satu tokoh nasional kita agar bandara udara tambahan di Bali ini tidak dilanjutkan hingga akhirnya wacananya terdengar kembali kini.
Namun mari kita melihat ini dari sisi-sisi lainnya dan termasuk pada urgensi dari kehadiran bandara baru di Bali ini.
Bila kita mengacu pada sebuah pernyataan bahwa pembangunan bandara baru Bali ini untuk menambah kapasitas penumpang di bandara DPS di masa mendatang dari saat ini yang berjumlah 32 juta penumpang per tahun saja maka sepertinya kita menyampingkan kapasitas bandara dalam hal mengakomodasi penerbangan dari berbagai penerbangan oleh para operator pesawat terutama maskapai.
Jika kita melihat dari jumlah penumpang yang sudah melebihi kapasitas bandara maka terminal penumpang akan terlihat lebih padat dengan lalu lintas penumpang, sedangkan jika kita melihat kapasitas dari penerbangan, maka bila jumlah pesawat dan penerbangannya sudah melebihi kapasitas bandara maka akan dapat menimbulkan seringnya keterlambatan kedatangan dan keberangkatan pesawat.
Jadi apa tolak ukur dari kapasitas bandara, serta kapan sebuah bandara dikatakan sudah melebihi kapasitasnya?
Badan Penerbangan Dunia (ICAO) pada sebuah seminar menyebutkan sebagai berikut: Capacity measure the maximum number of aircraft operations that can be accomodated by an airport or an airport components, in an hour under specific conditions with continous demand.
Terjemahan langsungnya adalah kapasitas (bandara) mengukur jumlah maksimum pergerakan pesawat yang dapat diakomodasi oleh bandara atau komponen bandara dalam satu jam (serta) dalam kondisi kondisi tertentu dengan permintaan yang kontinu.
Dari definisi diatas tergambar definisi dari kapasitas bandara yaitu jumlah maksimum lalu lintas pesawat yang dapat diakomodasi oleh bandara atau komponen bandaranya pada sebuah periode waktu.
Jika kita melihatnya dari pesawat pesawat yang dioperasikan oleh berbagai maskapai yang melakukan penerbangan ke sebuah bandara bisa dalam berbagai ukuran, mulai dari sedang, besar hingga jumbo (aircraft mix). maka jumlah maksimum pesawat lebih mengindikasikan kelebihan kapasitas bandara.
Ilustrasinya seperti ini, bila pada periode satu jam jenis pesawat yang take off/landing adalah pesawat berbadan kecil dan sedang maka jumlah penumpangnya tidak akan sebanyak jika pesawat yang melakukan takeoff/landing pada jam tersebut semua berupa pesawat berbadan lebar ataupun jumbo.
Sehingga berapapun kapasitas pesawatnya jika jumlah pesawat yang takeoff dan landing tidak lagi dapat diakomodasi oleh bandara atau komponen bandara maka berarti kapasitas bandara sudah melampui kemampuan bandara dalam mengakomodasi lalu lintas pesawat.
Namun jika kita melihatnya dari banyaknya pesawat berbadan lebar serta dengan frekuensi kedatangan dan keberangkatan dari berbagai maskapai yang tinggi maka jumlah penumpangnya juga semakin banyak yang perlu diakomodasi oleh pihak bandara, dalam hal ini komponen bandara yaitu terminal perlu diperluas.
Dengan kata lain, bandara pada dasarnya untuk mengakomodasi lalu lintas pesawat dengan kapasitas berbeda (aircraft mix) sedangkan terminal (penumpang) yang menjadi salah satu komponen bandara adalah untuk mengakomodasi lalu lintas penumpang pesawat.
Ketika kita melakukan perluasan terminal saja berarti bertujuan untuk menambah kapasitas penumpang saja, ini dikarenakan kemungkinan kapasitas lalu lintas pesawatnya masih dapat diakomodasi --bahkan jika daya tampung terminal telah dilakukan.
Lalu lintas pesawat diatas tadi merujuk pada kapasitas bandara tidak hanya dalam hal tempat parkir pesawat tapi juga dari pergerakan pesawat di apron, taxiway dan landasan pacu dan komponen lainnya.
Setiap pesawat yang mendarat akan membutuhkan waktu dari 20 menit hingga 1,5 jam (Airbus A380-800) untuk proses embarkasi/disembarkasi penumpang dan kargo (turnaround time), bila tempat parkir pesawat sudah terisi semua pada sebuah periode waktu, maka pesawat yang akan mendarat harus menunggu ketersediaan tempat parkir yang berarti berpotensi terjadinya keterlambatan baik itu kedatangan maupun keberangkatan pada periode waktu berikutnya.
Kondisi tidak adanya tempat parkir pesawat (aircraft stand) tidak hanya dapat disebabkan oleh jumlahnya saja tapi juga ketika ada pesawat yang mengalami keterlambatan keberangkatan, sehingga tempat parkir yang seharusnya tersedia jika pesawat tersebut tepat waktu atau tanpa gangguan menjadi tidak tersedia.
Bagaimana bandara dapat mengimbangi kapasitasnya?
Pihak IATA sebenarnya telah memiliki standar dan panduan kepada bandara terkait pengaturan kapasitas bandara yang dikenal dengan Airport Cordinated, ada tiga tingkatan yang dapat dijadikan panduan bagi bandara yaitu level 1, level 2 dan level 3 dalam hal koordinasinya.
Level 1 adalah tingkat di mana kemampuan bandara untuk mengakomodasi semua trafik masih mencukupi sehingga tidak diperlukan koordinasi
Level 2 adalah tingkat di mana terjadi kemungkinan adanya potensi keterbatasan kemampuan bandara untuk mengakomodasi semua lalu lintas yang meningkat pada sebuah periode waktu misalnya pada musim liburan. Pada level ini dibutuhkan koordinasi antara bandara dan para maskapai dalam hal penyesuaian skedul penerbanjgan.
Level 3 adalah di mana kemampuan bandara tidak lagi mampu untuk mengakomodasi semua lalu lintas sehingga diperlukan koordinasi. Pada level ini maskapai perlu mengalokasikan slot di sebuah bandara melalui slot coordinator yang kemudian mengalokasikannya pada skedul penerbangan.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa kapasitas bandara merujuk pada kapasitas dari salah satu atau lebih komponennya maupun secara keseluruhan dalam melayani pergerakan pesawat di bandara.
Namun demikian, dari semua ini, kita juga ada baiknya perlu melihat dari sisi kapasitas Bali -- baik sebagai destinasi wisata serta sebagai tempat tinggal penduduknya, misalnya dengan melihat Tourism Carrying Capacity (TCC) dari sisi destinasi wisata serta dari tingkat kepadatan penduduk (population density).
Pada definisi kapasitas oleb ICAO diatas juga terdapat kata "continous demand", yang tidak dapat hanya dilihat sebagai airport demand dari para maskapai akan tetapi lebih merujuk pada permintaan dari pelaku perjalanan dan wisata, pihak maskapai hanya mengakomodirnya dengan cara menambah frekuensi penerbangannya atau juga dengan menggunakan pesawat dengan kapasitas yang lebih besar pada penerbangan berjadwal yang maskapai lakukan.
Tingginya airport demand-nya mengindikasikan banyaknya para pelaku perjalanan dan wisata yang ingin terbang dan ketika sudah diakomodir oleh maskapai maupun bandara, bagaimana dengan supply yang diakomodir oleh destinasi wisata?
Pariwisata memang berdampak positif terhadap perekonomian namun tetap perlu diimbangi pula dengan meminimalkan dampak negatifnya terutama pada kehidupan penduduknya.
Semakin banyak pelaku wisata pada sebuah periode waktu semakin banyak pula kegiatan wisatanya dan ini dapat memengaruhi kehidupan rutin penduduk seperti mobilitas mereka.
Kepadatan jalan-jalan setidaknya dapat memengaruhi mobilitas mereka terlebih bila semua penduduk mengandalkan kendaraan pribadi dikarenakan kurangnya transportasi publik, ditambah lagi dengan kendaraaan sewa oleh wisatawan baik roda dua maupun empat serta para penyedia jasa wisata lainnya.
Jika kita bandingkan apple-to-apple antara Bali dengan Singapura yang keduanya merupakan pulau, Bali dengan luas 5,590.15 km2 tingkat kepadatannya pada tahun 2023 adalah 790 kilometer persergi yang berarti pada setiap kilometer perseginya terdapat 790 orang, sedangkan Singapore dengan luas 735.6 km2 memiliki kepadatan sebesar 7,804 km persegi yang berarti pada setiap kilometer perseginya terdapat 7,804 orang.
Tingkat kepadatan ini juga mengindikasikan lahan di Bali semakin akan menjadi langka untuk segala tujuan -- baik itu perumahan, fasilitas publik dan lainnya termasuk lahan untuk perluasan bandara saat ini, sehingga permasalahan bukan pada kepemilikan lahannya oleh orang asing saja tapi lebih kepada akan ketersediaan lahannya.
Jadi bagaimana sebaiknya?
Mungkin saja dapat dipikirkan untuk membangun bandara yang sangat besar sehingga dapat menggantikan bandara saat ini sehingga meskpiun hanya terdapat satu bandara tetapi Bali tetap bisa mengakomodasi sekaligus mengantisipasi pertumbuhan lalu lintas wisatawan dan pesawat di masa mendatang dan pada waktu yang sama tersedianya lahan tambahan dari lahan bekas bandara saat ini.
Bandara baru juga ada baiknya dilengkapi dengan bengkel pesawat sehingga maskapai yang melakukan penerbangan non stop jarak jauh merasa tenang jika ada gangguan pada pesawatnya.
Alternatif lainnya adalah dengan pendistribusian trafik penumpang dan pesawat, misalnya bandara baru untuk penerbangan berjadwal dengan semua pesawat berbadan lebar sedangkan bandara saat ini untuk penerbangan dengan pesawat berbadan sedang dan juga VIP/VVIP.
Mudah-mudahan para stakeholder aviasi dan pariwisata kita dapat memutuskan yang terbaik terkait rencana pembangunan bandara baru di Bali yang memang sepertinya kian mendesak dengan melihat kedatangan pesawat super jumbo di bandara saat ini dengan single runway-nya serta dengan kepadatannya pada periode waktu tertentu seperti acara kenegaraan dan musim liburan.
Keseimbangan antara dampak positif dan negatif pada segala hal ada baiknya menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan keputusan yang terbaik bagi semua pihak, hal ini karena berkaitan dengan konsep berkelanjutan yang tidak hanya dapat dilihat dari sisi ekonominya saja tapi juga sisi sosial dan lingkungan.
Bali bukan hanya sekadar destinasi wisata yang perlu didongkrak jumlah kunjungannya saja serta dengan pembangunan yang gencar, Bali juga tempat hunian bagi penduduk dan penghuninya, Bali juga alam yang tidak hanya menyajikan keindahan tapi juga memberi manfaat melalui beebagai produknya seperti padi, buah buahan, dan tumbuhan.
Salam Aviasi dan Pariwisata.
Referensi
https://denpasar.kompas.com/read/2024/11/21/160227978/erick-thohir-ingin-bali-mulai-bangun-bandara-baru-di-tahun-2027
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/19/13220241/megawati-ngamuk-soal-pembangunan-bandara-bali-utara-pdi-p-pasang-badan
https://www.kompasiana.com/kokpit/654cdf05110fce64694f2d32/mengukur-kapasitas-dari-destinasi-wisata
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Bali
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Singapore
https://www.iata.org/en/programs/ops-infra/slots/coordinated-airports/
https://www.modernairliners.com/airbus-a380
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=https://www.icao.int/MID/Documents/2022/Airport%2520Master%2520Seminar/AMP%25202%2520-%2520Airport%2520capacity.pdf&ved=2ahUKEwjl4I74nfCJAxUSyqACHbM6ISgQFnoECB4QAQ&usg=AOvVaw1yeXlY2wir0iW1_YefzWYQ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI