Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Maaf Bukannya Pelit, Gak Mau Modal Dikit

24 Oktober 2021   21:15 Diperbarui: 24 Oktober 2021   21:20 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tas belanja selalu ada di bagasi (foto:ko in)

Maka manakala melihat orang belanja barang sepele yang sebenarnya tidak perlu kantong plastik, minta di kresek. Rasanya seperti melihat orang membuat sampah yang sia-sia. Tidak berfaedah dan tidak berguna. Sampah memang sesuatu yang tidak memiliki kemanfaatan untuk dipakai dalam rentang waktu tertentu. Tetapi bagaimana jika sampah dibuat dalam rentang waktu tidak sampai 3 menit dan jarak belum sampai 10 meter orang dengan mudah membuat sampah berupa tas kresek atau tas kantong plastik.

Bukankah kampanye pengurangan penggunaan tas kresek atau kantong plastik sudah dilakukan di tahun 2015 atau 2017 ? Mengapa kesadaran untuk mengurangi pemakaian tas kresek seperti tidak ada perubahan ?

Padahal Net-Zero Emissions (NZE) selambat-lambatnya tahun 2060 sudah terealisasi, tidak ada kata mundur. Apakah mampu dalam waktu 40 tahun ke depan langit dan udara bumi Pertiwi ini benar-benar bersih dengan NZE ? Jika dalam satu keluarga seperti kami belum mampu mengurangi penggunaan tas kresek yang tersimpan di salah satu sudut rumah sekitar 11 tahun lalu. Hasil dari belanja selama satu tahun.

Grafis (monitor.co.id)
Grafis (monitor.co.id)

Perlu diketahui NZE berarti tidak ada karbon dioksida (CO2) sama sekali. Izinkan saya mengutip penjelasan dari forestdigest.com yang menyebut manusia dan dunia tidak bisa tidak memproduksi emisi. Disebutkan emisi karbon dari napas manusia berkontribusi 5,8 % terhadap volume emisi karbon tahunan.

Buangan karbon yang keluar dari hidung dan mulut kita, selama ini dapat diserap oleh pohon, laut dan tanah sehingga tidak ada yang menguap ke atmosfer. Lewat reaksi kimia yang kompleks pohon perairan serta tanah memproses emisi karbon dalam siklus fotosintesis. 

Masih menurut forestdigest.com, CO2 yang bercampur dengan zat dan gas lain membentuk reaksi kimia. Melepaskan karbon yang diperlukan tumbuhan dan pohon. Melepas oksigen yang dibutuhkan mahluk hidup.

Sepanjang emisi tak terlepas ke atmosfer hanya jadi polusi, dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis. Oleh karena itu, jika ekosistem rusak, maka karbon terlepas ke atmosfer. Menurut hitungan ahli, hutan secara global mampu menyerap 20% emisi karbon. Laut dan perairan 23%, sisanya tanah, yang tak tertampung kemudian menguap ke atmosfer.

Karbon terlepas ke atmosfer mengakibatkan efek rumah kaca. Salah satu yang mudah dirasakan peningkatan suhu secara global dan mencarinya es di kutub.

(Foto: theconservation.com)
(Foto: theconservation.com)

Sebuah penelitian dilansir theconservation.com menyebutkan bahwa plastik sepanjang siklus hidupnya menyumbang 3,8 % emisi gas rumah kaca secara global. Atau hampir dua kali lipat dari emisi yang ditimbulkan emisi sektor penerbangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun