Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Maaf Bukannya Pelit, Gak Mau Modal Dikit

24 Oktober 2021   21:15 Diperbarui: 24 Oktober 2021   21:20 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada mulanya, kami sekeluarga beranggapan tas kresek atau tas kantong plastik merupakan barang praktis mudah didapat dan digunakan saat dibutuhkan. Baik di rumah, kantor, warung atau dimana saja karena menjadi tempat membawa barang sekaligus sebagai pembungkus.

Namun ketika jumlah tas kresek dengan berbagai ukuran dikumpulkan di rumah dengan harapan dapat dipakai kembali. Jumlahnya bertambah dan tidak berkurang. Muncul kesadaran bahwa membawa pulang kantong plastik atau tas kresek sama artinya membawa pulang sampah.

Cukup lama keluarga kami terbiasa memilihkan sampah organik dan non organik. Sampah organik kami buang di halaman belakang rumah agar menjadi kompos. Sementara sampah non organik seperti plastik kami buang di tempat sampah, yang kemudian oleh petugas dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 

Tas kresek yang masih bersih kami kumpulkan dan dipakai kembali saat belanja bulanan ke super market atau mini market. Atau keperluan apa saja yang membutuhkan untuk dicincing atau dibungkus supaya tidak terlihat.

Aneka kantong plastik tersimpan lebih 10 tahun (Foto:ko in)
Aneka kantong plastik tersimpan lebih 10 tahun (Foto:ko in)

Hal ini sudah kami lakukan cukup lama jauh sebelum gaduh kampanye pengurangan penggunaan tas kresek dan pengenaan biaya Rp 200 rupiah setiap kali memperoleh tas kresek dari mini market.


Melihat jumlah tas kresek bertambah banyak di salah satu sudut rumah, membuat pemandangan tidak elok. Kami sekeluarga sepakat untuk tidak menerima tas kresek khususnya saat belanja apapun. 

Sebagai ganti di kendaraan kami masing-masing ada tas belanja di bagasi. Bayangkan sekitar satu tahun kami mengumpulkan kantong plastik usai belanja rutin bulanan dan belanja lain. Tas kresek yang masih bersih kami simpan. Tetapi, setelah lebih dari sebelas tahun jumlah kantong plastik yang kami simpan terasa tidak berkurang.

Tas belanja selalu ada di bagasi (foto:ko in)
Tas belanja selalu ada di bagasi (foto:ko in)

Padahal kami tidak segan-segan mengatakan, "Tidak usah pakai kresek." Manakala melihat kasir mini market secara otomatis akan mengambil tas kresek dari laci dekat mesin kasir.

Bagi kasir mini market langganan, sudah hafal dan tidak jarang masih menawarkan, "Pakai kantong plastik ?" Sebagai bentuk SOP, standar operasional pekerjaan dalam melayani pembeli. Barangkali. 

Tas belanja tidak hanya satu (foto:ko in)
Tas belanja tidak hanya satu (foto:ko in)

Saya maklum akan tawaran tersebut, dari sepenggal cerita salah satu kasir, saat menghitung barang belanjaan. Kasir menceritakan pengalaman ada konsumen marah ketika tidak ditawari kantong plastik. Pengalaman ini idem ditto dimana saya pernah mendengar dan melihat, seorang pembeli  menggerutu saat tidak diberi kantong plastik. Padahal hanya dua item barang yang dibeli dan dapat dibawa dengan tangan masuk dalam saku baju atau celana.

Ada CCTV tidak jauh dari kasir. Jadi jika ada teguran dari supervisor atau pemilik mini market melihat pembeli kesulitan membawa barang seperti saya tidak kena damprat oleh atasannya atau pemilik mini market. Kasir dapat memberi alasan pelanggan ini terbiasa tidak mau diberi tas kresek.

Grafis (cnnindonesia.com)
Grafis (cnnindonesia.com)

Suatu kali, saya lupa membawa tas belanja sendiri saat masuk ke mini market bukan langganan. Belanjaan sebenarnya tidak begitu banyak. Tetapi jika dibawa dengan tangan kosong sepertinya sedikit merepotkan karena ukurannya bervariasi.

Grafis (metrotvnews.com)
Grafis (metrotvnews.com)

Saat membayar di kasir dan seperti umumnya kasir mini market atau toko, otomatis mengambil tas kresek sebagai tempat bawaan belanja. Segera saya mengatakan, "Tidak usah pakai kresek." Dari mukanya langsung terlihat mimik aneh saat melihat saya. Barangkali juga pembeli lain yang antri di belakang saya. 

Sayang mata saya cuma dua di depan jadi tidak bisa melihat ekspresi pembeli lain. Andai mata saya seperti CCTV mungkin saya bisa bercerita lebih banyak tentang ekspresi mereka yang terheran-heran melihat perilaku saya yang enggan mengorbankan Rp 200 untuk selembar tas kantong plastik. 

Grafis (metrotvnews.com)
Grafis (metrotvnews.com)

Persoalannya, bukan sikap medit atau pelit saya. Tapi kami sekeluarga sudah sepakat tidak ada kantong plastik atau tas kresek lagi yang kami bawa pulang ke rumah. Jangan menambah kantong plastik lagi di rumah. Sampah tas kresek di rumah masih banyak. Sudah lebih 11 tahun kami bingung memanfaatkan, menggunakan dan mendaur ulangnya.

Grafis (metrotvnews.com)
Grafis (metrotvnews.com)

Maka manakala melihat orang belanja barang sepele yang sebenarnya tidak perlu kantong plastik, minta di kresek. Rasanya seperti melihat orang membuat sampah yang sia-sia. Tidak berfaedah dan tidak berguna. Sampah memang sesuatu yang tidak memiliki kemanfaatan untuk dipakai dalam rentang waktu tertentu. Tetapi bagaimana jika sampah dibuat dalam rentang waktu tidak sampai 3 menit dan jarak belum sampai 10 meter orang dengan mudah membuat sampah berupa tas kresek atau tas kantong plastik.

Bukankah kampanye pengurangan penggunaan tas kresek atau kantong plastik sudah dilakukan di tahun 2015 atau 2017 ? Mengapa kesadaran untuk mengurangi pemakaian tas kresek seperti tidak ada perubahan ?

Padahal Net-Zero Emissions (NZE) selambat-lambatnya tahun 2060 sudah terealisasi, tidak ada kata mundur. Apakah mampu dalam waktu 40 tahun ke depan langit dan udara bumi Pertiwi ini benar-benar bersih dengan NZE ? Jika dalam satu keluarga seperti kami belum mampu mengurangi penggunaan tas kresek yang tersimpan di salah satu sudut rumah sekitar 11 tahun lalu. Hasil dari belanja selama satu tahun.

Grafis (monitor.co.id)
Grafis (monitor.co.id)

Perlu diketahui NZE berarti tidak ada karbon dioksida (CO2) sama sekali. Izinkan saya mengutip penjelasan dari forestdigest.com yang menyebut manusia dan dunia tidak bisa tidak memproduksi emisi. Disebutkan emisi karbon dari napas manusia berkontribusi 5,8 % terhadap volume emisi karbon tahunan.

Buangan karbon yang keluar dari hidung dan mulut kita, selama ini dapat diserap oleh pohon, laut dan tanah sehingga tidak ada yang menguap ke atmosfer. Lewat reaksi kimia yang kompleks pohon perairan serta tanah memproses emisi karbon dalam siklus fotosintesis. 

Masih menurut forestdigest.com, CO2 yang bercampur dengan zat dan gas lain membentuk reaksi kimia. Melepaskan karbon yang diperlukan tumbuhan dan pohon. Melepas oksigen yang dibutuhkan mahluk hidup.

Sepanjang emisi tak terlepas ke atmosfer hanya jadi polusi, dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis. Oleh karena itu, jika ekosistem rusak, maka karbon terlepas ke atmosfer. Menurut hitungan ahli, hutan secara global mampu menyerap 20% emisi karbon. Laut dan perairan 23%, sisanya tanah, yang tak tertampung kemudian menguap ke atmosfer.

Karbon terlepas ke atmosfer mengakibatkan efek rumah kaca. Salah satu yang mudah dirasakan peningkatan suhu secara global dan mencarinya es di kutub.

(Foto: theconservation.com)
(Foto: theconservation.com)

Sebuah penelitian dilansir theconservation.com menyebutkan bahwa plastik sepanjang siklus hidupnya menyumbang 3,8 % emisi gas rumah kaca secara global. Atau hampir dua kali lipat dari emisi yang ditimbulkan emisi sektor penerbangan. 

Jika kita peduli NZE bagaimana perjalanan plastik dari hulu sampai hilir maka saya yakin anda akan sepakat dengan saya untuk tegas mengatakan tidak saat orang memberi tas kresek atau kantong plastik.

Masih menurut theconversation.com sekitar 61% emisi gas rumah kaca plastik berasal dari tahap produksi dan transpotasi resin, yang melepaskan karbon dioksida dan metana.

Grafis (katadata.co.id)
Grafis (katadata.co.id)

Kemudian 30% lainnya dikeluarkan pada tahap pembuatan produk plastik. Saat mengubah bahan plastik mentah menjadi botol, kantong sampah, helm. Sisa emisi dihasilkan selama proses kimia dan pembuatan styrofoam. Serta penggunaan HFC (hidrofluorokarbon) atau gas yang dipakai dalam pendingin ruangan dan lemari es. Gas ini gas yang menyumbang efek rumah kaca cukup besar.

Tidak ingin disebut sebagai orang yang menyumbang efek rumah kaca. Lebih dari 11 tahun kantong plastik atau kresek masih kami simpan dan digunakan atau diberikan saat dibutuhkan. Onggokan  tas kresek bekas membuat sepet mata. Dibakar jelas bukan cara yang arif.

Sebagaimana theconservation.com menyebutkan membuang plastik di TPA menghasilkan gas emisi yang sangat kecil. Namun jika limbah TPA dibakar maka 40% karbon terlepas ke atmosfer. 

Maka cara nyata kami dalam aksi NZE dalam mengurangi plastik. Dimulai  dengan:

  • Pertama, selalu siap dengan tas belanja berbahan kertas atau kain di bagasi kendaraan. Bukannya pelit dengan uang Rp 200 tetapi merasakan sendiri bagaimana kantong plastik bertahan di rumah sampai 10 tahun lebih. Dan tidak tahu bagaimana memusnahkannya tanpa menyumbang emisi karbon.
  • Kedua, siap dengan tegas mengatakan "Tidak usah diplastik." Atau "Tidak usah dikresek." Jika lupa membawa tas belanja ke mini market, risiko yang sudah menjadi kesepakatan kami sekeluarga. Tidak malu kesulitan membawa barang belanjaan. Maaf, bukannya pelit gara-gara uang Rp 200. Sebab dengan tindakan ini kami mengajak dan memberi contoh kepada orang lain untuk lebih peduli kepada lingkungan. Tanpa banyak kata tetapi  cukup dengan tindakan. 
  • Ketiga, menawarkan paper bag kepada penjual makanan pesan antar baik milik kenalan, saudara atau langganan. Sebagai pengganti kantong plastik. Juga kepada pengendara jasa antar makanan online untuk selalu sedia paper bag atau kotak makanan sebagai ganti kantong plastik. Dari segi harga paper bag saat ini bervariasi ada yang lebih mahal dan ada yang lebih murah dari kantong plastik. Ingat Menteri Keuangan Sri Mulyani di depan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setahun lalu  pernah mengajukan usulan tentang cukai kantong plastik.

Salah satu tarif diajukan Kementerian Keuangan kepada DPR adalah cukai kantong plastik. Salah satu alasan sebagaimana diberitakan jawapos.com (19/2/20) untuk penyelamatan lingkungan dimana tarif perlembar menjadi Rp 450.

Grafis (Tirto.id)
Grafis (Tirto.id)

Sementara pajakku.com (4/2021) lebih rinci menyebutkan cukai plastik dengan tarif Rp 200 perlembar untuk jenis kantong plastik dari bijih plastik yang mudah terurai dalam 2-3 tahun ke depan. Sementara yang susah terurai harganya antara Rp 450 sampai Rp 500.

Murah atau mahal harga kantong plastik atau tas kresek, suatu hari nanti. Maaf, kami tetap menolak tas kresek. Sekali lagi bukan karena pelit. Atau gak mau modal dikit. Tapi kami tahu dan mengerti pentingnya Net-Zero Emissions.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun