Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Maaf, Pemberani Itu Bukan Demonstran atau Pelajar

28 September 2019   11:49 Diperbarui: 30 September 2019   07:46 4772
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang pantas disebut pemberani di negeri ini ? Demonstran ? Ehm, maaf kalian masih kalah jauh. Terkena tendangan pukulan aparat dengan muka berdarah-darah kalian sudah sambat sampai kemana-mana. Atau pelajar yang suka tawuran ? Ah, diamankan di kantor polisi saja sudah mewek dengan muka tertunduk. Apalagi plus sanksi dikeluarkan dari sekolah.

Petinju ? Tidak juga walau muka sampai lembam dan tetap maju serta mempertahankan kaki supaya tetap kokoh berdiri saat pukulan bertubi-tubi mendarat di muka dan badannya. Petinju tetap tidak berani melanggar perintah wasit manakala diminta untuk pergi ke salah satu sudut ring tinju.

Apalagi pencuri atau penjahat. Berani hanya pada saat korbannya dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. Atau saat bawa senjata? Coba berhadapan dengan polisi atau tentara. Langsung kecil nyalinya. Demikian polisi atau tentara tetap tidak berani melawan atasannya.

Sementara atasannya atasan juga tidak gegabah menghadapi orang banyak. Setiap keputusan dan tindakan yang diambil berimplikasi luas sehingga mesti dipertimbangkan masak-masak.

(foto:bbc.com)
(foto:bbc.com)

Lalu siapa yang disebut pemberani ? Kalau tidak salah jawabnya, "Perokok". Tapi maaf keberaniannya jangan ditiru. Perokok tidak kenal tebal tipis isi dompet dan sejauh mana berpengaruhnya jabatan yang disandang seseorang. 

Dengan merokok setidaknya sekat yang membedakan jabatan, pangkat dan status sosial dapat hilang seketika seperti hembusan asap rokok. Walau berkali-kali dikeluarkan dari hidung dan mulut, asapnya cepat lenyap di udara dengan meninggalkan banyak persoalan.

Tidak sedikit perokok yang berani menantang kematian walau dokter sudah menasehati untuk berhenti. Bahkan seseorang yang berprofesi sebagai tenaga medis seperti dokter atau perawat tidak mampu menahan diri untuk menjadi perokok. Meski paham dampak rokok terhadap kesehatan. Tetapi nyatanya tetap berani merokok.

Saya teringat salah seorang saudara yang biasa saya panggil "Lik...." panggilan akrab orang Jawa ke pak cilik atau paklik. Saya kerap tidak tega melihat penampilan fisiknya yang kurus dan susah bicara karena tenggorokannya sakit, saat berkunjung ke rumahnya.

(foto:poskotanews.com)
(foto:poskotanews.com)

Menurut hasil pemeriksaan dokter, sakit yang diderita paklik karena kebiasaan merokok. Lik Sal, demikian saya memanggilnya memang bukan pecandu rokok berat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun