Dalam sistem yang kapitalistik, Anda akan dianggap tak betul-betul bekerja keras bila seluruh keinginan serta kebutuhan bos Anda belum terpenuhi. Bahkan, Anda harus bekerja amat keras sampai tipes, untuk memenuhi standar hidup yang agak layak.
Sejak kecil kita kerap kali dilatih untuk mayakini bahwa jika ingin menggapai kesuksesan, kita harus bekerja dengan keras. Amat keras. Syukur-syukur kita mampu terus bekerja hingga mencapai level: kaki jadi kepala, kepala jadi kaki.
Kerja. Kerja. Kerja. Tipes!
Kerja keras memang bisa menghasilkan pencapaian yang positif seperti promosi, kenaikan gaji, dan pengakuan. Demikian gagasan yang acap diajarkan oleh orang-orang yang pernah mencecap manisnya kesuksesan di bangku-bangku seminar.
Bahkan, ada pula yang berani menjamin, kerja keras tak akan pernah menghianati hasil. Namun, faktanya, sebagian banyak orang tetap tak akan pernah memperoleh hasil maksimal meski telah bekerja keras.
Dalam kacamata Marxisme, seruan kerja keras agar dapat hidup makmur di dalam sistem kapitalistik, hanya omong kosong belaka. Sistem kapitalis, menurut Marxis, sangat tidak adil. Sehingga, mau sebarbar apa pun kita bekerja, kita tak akan pernah semakmur pemilik modal. Nyaris musykil bagi pekerja, bisa mencapai level individu yang meraih banyak profit, hanya dengan ongkang-ongkang kaki.
Kredo itu ada benarnya. Sebagai seorang pegawai rendahan pada suatu korporasi, mau kerja seratus tahun sekalipun, Anda tidak akan pernah bisa setajir bos Anda.
Secara struktural, atasan Anda tak akan pernah jadi sekaya direktur atau pemilik korporasi. Fakta itu pun berlaku terbalik. Bisa dikatakan, orang-orang super kaya seperti Bill Gates, Jeff Bezos, serta Mark Zuckerberg, akan tetap kaya tanpa perlu bekerja sekeras para tukang becak.
Kini, kita hidup di dalam sebuah struktur sosial yang membuat segala bentuk kerja keras orang akan menjadi sia-sia. Sebab, hasilnya tidak pernah utuh diterima dan dinikmati oleh sang pekerja keras.
Tak hanya memiliki impak positif, sistem ekonomi kapitalis juga memicu sejumlah impak negatif. Yang paling terlihat, ialah adanya kesenjangan sosial dan ekonomi, serta sikap individual yang terlalu tinggi.
Kesenjangan sosial terjadi karena hanya pemodal yang mampu mengembangkan usahanya lah, yang bisa mencapai hidup makmur. Sementara para pekerja hanya pasrah menggantungkan nasibnya pada belas kasihan para pengusaha.