Sedangkan sikap individualisme tercipta lantaran dalam sistem perekonomian ini ada persaingan bebas. Antara pihak satu dengan pihak lain akan cenderung selalu berusaha untuk saling menjatuhkan.
Individualisme itu tampak dari gelagat pengusaha yang enggan memberi upah pantas kepada para pekerjanya. Mereka ingin menekan ongkos produksi di titik terendah untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
Penguasaan akses pada modal membuat para pengusaha mempunyai daya tawar yang jauh lebih tinggi dibanding pekerja. Hal itu bisa dideteksi dari sikap Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang lebih memihak pada kepentingan kapitalisme.
Dia menyebut bahwa upah minimum di Indonesia sudah terlalu tinggi dan sulit dijangkau sebagian besar pengusaha. Ia juga khawatir, hal itu bisa menurunkan kepercayaan para investor.
Melalui berbagai pertimbangan tertentu, pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 nasional, sebesar 1,09 persen. Itu sudah maksimal. Selain nominal upahnya rata-rata relatif kecil, kenaikannya pun sangat rendah.
Saat daya beli masyarakat turun karena terdampak pandemi, pemerintah secara simultan justru menetapkan beleid yang kurang berpihak terhadap nasib buruh.
Regulasi tentang pengupahan tertulis di dalam UU Cipta Kerja beserta PP 36/2021 sebagai turunannya. Formula yang diatur dalam regulasi itu telah menggerus upah kelas pekerja. Padahal, jika merujuk pada formula yang lama, angkanya bisa relatif lebih tinggi–sebagaimana nominal upah yang dituntut oleh kaum buruh.
Upah minimum saat ini sudah tidak lagi didasarkan pada survei kebutuhan hidup layak (KHL) dan tanpa perundingan dari Dewan Pengupahan. Penetapannya kini didasarkan pada sejumlah variabel yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sehingga, BPS memainkan peran krusial terhadap penentuan gaji, menggantikan peran Dewan Pengupahan. Kaum pekerja pada akhirnya tak bisa berbuat apa-apa saat negara telah mengetukkan palunya.
Di sisi lain, masih banyak sekali ditemui pengusaha yang membayar gaji buruh di bawah UMP atau UMK. Berdasarkan data yang didapat dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2021, ada sebanyak 49,67 persen pekerja yang masih digaji di bawah upah minimum.
Dalam empat tahun terakhir, kepatuhan para pengusaha mengupah buruh sesuai standar minimum hanya pada angka 49-57%. Artinya, jauh sebelum merebaknya pandemi pun, banyak pelanggaran upah yang telah dilakukan oleh pengusaha.
Tingginya pelanggaran itu diakibatkan karena lemahnya pengawasan. Kendati sudah mengetahui tentang masalah itu, pemerintah abai serta tidak melakukan upaya-upaya perbaikan. Mereka malah terkesan konsisten dalam menerapkan politik upah murah.