Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Kneeling Protest", Ritus Perang Semesta Melawan Rasisme

14 Desember 2020   09:14 Diperbarui: 14 Desember 2020   14:06 2506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain dan wasit berlutut di lapangan melawan rasialisme sebelum pertandingan | Ilustrasi (AFP/XAVIER LAINE) via Kompas.com

Kneeling protest sempat memicu polemik. Banyak pihak yang mengaitkannya pada simbol politik. Namun, sejatinya, ritus berlutut memiliki konteks serupa dengan moment of silence yang kerapkali digelar menjelang pluit sepak mula dibunyikan.

Kedua gestur tersebut dilakukan sebagai penghormatan dan wujud simpati atas sebuah tragedi kemanusiaan sehingga tidak ada alasan yang cukup logis bagi FIFA untuk memberi sanksi kepada para pemain yang melakukan ritus tersebut.

Rasisme adalah "common enemy" bagi peradaban, termasuk di jagat sepak bola. Bukankah Tuhan menciptakan beraneka ragam makhluk hidup agar dapat saling mengenal bukan saling menjatuhkan?

Pemain bersama spanduk Say No To Racism. | Fifa.com
Pemain bersama spanduk Say No To Racism. | Fifa.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun