Mohon tunggu...
Kimy
Kimy Mohon Tunggu... Lainnya - Travellover

Seorang pecinta traveling yang sedang belajar menjalani gaya hidup frugal living. My blog : Jalan-jalan Kimy

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pertama Kali Menginjakkan Kaki di Italia, Kemegahan Klasik yang Menakjubkan

29 November 2022   08:02 Diperbarui: 5 Desember 2022   19:46 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Turis yang tengah berjalan-jalan di Italia. (sumber: SHUTTERSTOCK / ARTMEDIAFACTORY via kompas.com)

Jalan-jalan Kimy kali ini lumayan jauh dari rumah. Terbang 14 jam dari Jakarta. Mendarat di bandara Bologna. Perbedaan waktu 5 jam dengan Waktu Indonesia Bagian Barat.

Italy menjadi negara pertama yang ku jejaki dalam rangkaian trip Eropa ku pada musim semi tahun ini. Udara dingin 13 derajat celcius langsung menusuk tulangku sekeluarnya aku dari area bandara. 

Menunggu bus yang akan kutumpangi menuju penginapan yang telah dibooking di Como, sebuah kota kecil di pinggiran Italia.

Hampir jam setengah enam sore disana. Meskipun jam tanganku belum sempat diputar, namun penunjuk waktu di smartphone ku telah otomatis menyesuaikan dengan waktu regional yang mana kuberada saat itu. 

Hmm... untuk beberapa hal smartphone ku memang benar-benar smart dan bisa diandalkan.

Aku ngantuk, capek. Rasanya pengin cepat-cepat sampai di penginapan. Merebahkan badan dan ngelurusin punggung yang sudah lebih dari 14 jam (18 jam jika dihitung dengan waktu transit) terasa kaku. 

Tapi apa-apaan ini. Hampir jam 6 sore, tapi kenapa mataharinya masih terang banget kayak masih jam 11 siang di Jakarta gini ???

"Ini pertengahan musim semi. Siang akan menjadi lebih lama pada musim ini sampai summer nanti", kata bule lokal yang kutanyai di bus pada saat itu. Oh iya, disini semua bule pasti lokal yaa. Giliran aku yang jadi turis interlokal. Hahahaa....

Bus berhenti sebentar di rest area, memberi kesempatan bagi penumpang yang ingin ke toilet. Selesai dari toilet, aku masih sempat berlari menuju toko terdekat. Ternyata orang ngantuk masih bisa merasa lapar juga ya. 

Aku suka pizza, pasta, lasagna. Aah.. semua makanan yang biasanya ku makan di gerai waralaba di mall-mall Jakarta, kali ini akan aku makan langsung di negara asalnya. 

Jejeran pizza itu seperti sedang menggodaku dari dalam etalase toko. Lapisan keju mozzarella diatasnya bener-bener tebal dan terlihat gurih. Yummy...

Pizza. (Foto: Dokumentasi Pribadi)
Pizza. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Tapi sebagai muslim, aku wajib memastikan terlebih dahulu apakah makanan-makanan itu halal untuk kumakan atau tidak.

"Sorry, tapi dari sebelah sini sampai sebelah sana pizza kami mengandung pork dan lard. Hanya satu di ujung itu yang vegetarian pizza", kata pelayan toko.

"Apa topping nya?", tanyaku.

"Saos tomat, black olive, onion, daun parsley, jamur", jelasnya lagi.

Hmm... koq toppingnya kurang menarik yaa..

Tapi ya oke lah.. itu aja sepotong. Lumayan daripada laper. Satu slice pizza vegetarian ukuran 12 cm x 15 cm dibanderol seharga 4 Euro. Dikali kurs 15 ribu Rupiah saat itu, hitung aja sendiri jadi berapa.

Melanjutkan perjalanan dengan sepotong pizza vegetarian. Menikmati perjalanan menyusuri jalanan Italy yang menawan. 

Lepas dari jalan tol yang begitu lengang, pemandangan pun berganti dengan jalanan kota yang di kanan kirinya kokoh berdiri gedung-gedung bertingkat berasitektur khas Eropa klasik.

Kota ini cantik. Benar-benar cantik.

Mata ku serasa dimanjakan oleh pemandangan kota yang bersih dan segar. Gedung-gedung berarsitektur Eropa klasik berjejer apik, seolah memamerkan keanggunannya yang sederhana namun begitu megah. 

Aku yang sebenernya ngantuk dan jetlag bukan kepayang jadi sama sekali gak berselera untuk memejamkan mata barang sedetik pun, karena gak mau kehilangan moment memandang keindahan jalanan Italia. Sesekali bus yang ku tumpangi harus berbagi jalan dengan kereta trem yang melintas. 

Dibandingkan Jakarta, jalanan dalam kota ini sebenernya gak seberapa lebar. Malah hanya cukup dilewati 2 jalur mobil. Tapi kenapa gak ada macet ya ?

Dari balik kemudinya driver bus bilang bahwa bus akan melewati kota Milan sebelum sampai di Como.

Wait, apa tadi dia bilang ? Milan??

Salah satu kota paling keren yang terkenal dengan fashion dunia di Italy itu??? Whoaaa... can we stop here for a while, please please pleaseee???!!

And voilaaa... here I am.. Milaaaannooo Italianoooo....!!!

Bus berhenti di depan area gereja Duomo Cathedral. Gereja katolik Roma yang bangunannya merupakan gereja ketiga terbesar di dunia bergaya arsitektur Eropa gothic yang dibangun pada abad 17 Masehi itu masih berdiri kokoh di pusat kota Milan sampai sekarang. 

Banyak turis disana, tentu saja. Aku menyempatkan diri berfoto di depan bangunan ikonik itu, hanya dengan bantuan tongkat selfie yang setia ku tenteng kesana kemari dalam perjalanan ini.

Penting untuk diketahui bahwa sebagai turis asing di negara orang, sebisa mungkin kita jangan meminta tolong atau menerima apapun dari orang lokal yang berseliweran dan sok akrab disana. 

Bukan rahasia umum, dan tidak bermaksud SARA, namun sudah banyak kejadian dimana turis asing terkena scam (penipuan) pemerasan dengan meminta sejumlah uang hanya karena mereka menerima bantuan difotokan atau menerima sesuatu dari beberapa orang yang mengaku-ngaku membantu turis.

Sayangnya karena keterbatasan waktu aku gak sempat menilik ke dalam gereja Duomo Cathedral. Maybe next time. Tapi aku sempat mampir ke sebuah kios kecil dekat alun-alun katedral untuk membeli beberapa buah magnet kulkas bergambar kota Milan. 

Selain magnet kulkas, banyak juga bentuk souvenir lain seperti mug, frame foto, lukisan, kaos, tas, miniatur landmark dan patung. Abang penjual souvenirnya mirip pembalap moto GP Valentino Rossi. Bahasa dan cara bicaranya juga mirip. Ya iyalaahh.. lha wong sekampung.

Aku bergeser ke tempat kedua, yaitu Galleria Vittorio Emanuelle yang merupakan mall tertua di dunia (katanya..).

Cafe, toko buku, dan butik-butik fashion berkelas ada disini, menempati lantai 1 dan 2 gedung tua nan antik itu. Katanya sih harganya masih lebih murah dibandingkan produk merk sejenis di Jakarta. Ya gak tau juga yaa.. aku gak gitu ngerti belanja sih. Hehe...

Alih-alih berbelanja, aku malah lebih tertarik menikmati arsitektur bangunan megah yang konon dibangun pada tahun 1877 itu.

Lobby yang luas dan bercorak Romawi, mata siapapun yang berkunjung kesini pasti gak akan melewatkan untuk melihat ke bagian langit-langitnya. 

Dihiasi ornamen patung dan lukisan khas Eropa klasik, langit-langitnya yang begitu tinggi ditutupi oleh kaca-kaca lengkung, sehingga cahaya matahari bebas masuk menerangi area dalam gedung pada siang hari dan menambah keanggunan bangunan klasik ini. Whoaa.. menakjubkan...

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

Melihat ke arah bawah kita juga akan menemukan satu hal yang unik, yaitu ornamen lantai mozaik bergambar banteng yang berada tepat di tengah-tengah area lobby gedung. 

Dibagian kemaluan banteng tersebut terdapat sebuah cerukan kecil, yang katanya siiih bagi siapapun yang menginjak dan memutar 360o tumit kakinya di cerukan kecil itu, suatu hari nanti akan bisa kembali lagi ke Milan. Percaya gak percaya..

Dan apakah aku melakukannya? Tentu saja...

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun