Mohon tunggu...
Kiki RizkiDwitami
Kiki RizkiDwitami Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Bersekolah di SMAN 1 PADALARANG

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rumah untuk Mazaya

22 Februari 2021   07:59 Diperbarui: 22 Februari 2021   08:03 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika tiba-tiba pandangannya menggelap begitu merasakan sesuatu menutupi wajahnya dengan sengaja disertai tendangan main-main namun sarat akan ketegasan yang diterima di kakinya adalah saat-saat dimana ia ingin menenggelamkan dirinya di sungai ini. Saat-saat dimana netranya mendapati sosok berperawakan jangkung yang terlihat familiar sekaligus asing tengah berdiri dihadapannya dengan mata menyalang dengan bengis seakan-akan tidak memperdulikan bagaimana keadaannya yang tengah kacau dan jauh dari kata baik-baik saja.

Sedangkan disisi lain, nazelo berdecih begitu sosok didepannya kini menengadah menatapnya. Menampilkan wajah yang sangat kusut dengan kedua mata yang sembab, hidung memerah dan jejak air mata dikedua pipinya. "Bangun, sana balik ke rumah nggak usah kaya gembel nangis dipinggir jalan." Sosok didepannya masih sesenggukan dan menatap bingung kearahnya, "bangun bego, ngerti bahasa manusia nggak?" lanjutnya sembari kembali menendang kaki yang tertekuk itu membuat sang empunya tersentak kaget sebelum akhirnya menuruti perintah orang asing didepannya itu.

Merasa puas melihat gadis menyedihkan itu menuruti perintahnya, nazelo menampilkan seringaian menyebalkan sembari menatap tajam si pemilik karamel sayu itu. "Enggak usah ngerasa kalo lo orang yang paling sedih di dunia buka mata, liat ke sekeliling penderitaan orang lain jauh lebih berat dari elo."

Gadis didepannya hanya diam tergugu, masih sesenggukan namun tidak lagi mengeluarkan air mata hanya menatap nazelo dengan tatapan yang sarat akan kekosongan membuat nazelo menghela nafas berat sebelum akhirnya menyampirkan kedua lengannya diatas bahu berbalut hoodie milik sosok didepannya. "gue tau lo lagi nggak baik-baik aja, tapi nangis nggak menyelesaikan apapun, mungkin iya bisa meringankan beban, tapi bukan berarti bisa jadi benteng alesan buat lo terus-terusan nangis dan terpuruk tanpa niatan buat bangkit."

Nazelo bermonolog ria mencoba memberi pengertian yang lebih lembut pada sosok ringkih didepannya. Nazelo dapat melihat bahwa sosok didepannya ini bisa hancur kapan saja, entah karena badai atau hanya karena sentilan angin di bulan November. Nazelo juga tidak peduli dirinya akan dicap bagaimana oleh didepannya, hanya saja melihat sosok mmungilnya yang begitu rapuh tengah menangis dipinggiran jembatan membuatnya terlempar ke masa lalu yang pahit masa lalu yang mana menjadi puncak kehancuran seorang nazelo.

Ia menyesal begitu bodoh, ia menyesal tidak bisa memahami keadaan, ia menyesal karena gagal menjadi sosok teman yang baik, ia menyesal karena tidak bisa menghentikan temannya yang terjun bebas dan meninggalkannya dengan senyuman penuh kebahagiaan ya. Nazelo menyesal.

Karena rasa penyesalan itulah yang membuat nazelo berani bertindak semena-mena kepada orang asing didepannya. Ia hanya mencoba untuk memperbaiki kesalahannya dimasa lalu, ia ingin terlepas dari bayang-bayang menyakitkan yang siap memukul rata tembok pertahanannya. Jadi, disinilah dia sekarang.

Nazelo memasang senyum tulusnya, tangannya yang tersampir dipundak gadis asing itu ia remas pelan, berusaha menghantarkan kekuatan dan pengertian. "gue yakin lo kuat siapapun lo, gue percaya sama lo."

Netra karamel sayu itu perlahan menunjukan sinarnya, menghilangkan sorot kekosongan yang kini digantikan dengan sorot yang mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri. Sinar dimana ia berusaha untuk mendirikan kembali benteng pertahanannya yang telah luluh lantah. Sorot mata yang membuat nazelo tak bisa menahan dirinya untuk tidak bahagia.

"Terima kasih." begitu lirih hingga mampu menyayat hati namun juga begitu tegas tanda tidak main-main dengan ucapannya. Mazaya mengukir senyumnya perlahan, senyuman yang tulus dann begitu indah senyuman pertamanya dihari ini, senyuman yang ditujukan untuk sosok asing didepannya.

"Kembali kasih." dengan itu nazelo melepas cengkramannya dibahu sempit mazaya. masih dengan senyum tulusnya, nazelo mempersilahkan mazaya untuk segera pulang ke rumahnya yang mana disetujui oleh mazaya. Tungkai itu perlahan berjalan meninggalkan nazelo tanpa pamit, bergerak berlainan arah untuk segera sampai ke rumahnya. Setelah berjarak lima langkah, nazelo juga menggerakan tungkainya untuk berjalan mengikuti mazaya. Tidak banyak bicara, ia hanya menatap bahu sempit yang berusaha diperkuat empunya itu dari tempatnya. Mazaya sendiri mengetahui itu dengan pasti. Meski begitu, ia tidak merasa risih, sebaliknya ia malah merasa aman dan nyaman. Hingga akhirnya mazaya menghilang dibalik pintu rumahnya, nazelo memutar badannya seratus delapan puluh derajat, kembali melangkahkan kaki untuk pulang karena tugasnya menemani jalan gadis asing itu pulang sudah selesai. Mereka tidak berkenalan, tidak juga sekedar menukar nama. Karena dalam hati mereka berharap bahwa mereka tidak akan pernah bertemu lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun