Media Sosial: Ladang Oplosan Baru
Di era digital, hoaks pun dioplos dengan fakta agar terlihat meyakinkan. Video, gambar, dan berita dimodifikasi untuk menggiring opini. Kebenaran menjadi kabur, dan publik sering kali tidak tahu harus percaya siapa. Jika ini terus dibiarkan, maka generasi kita akan tumbuh dalam kebingungan dan keraguan terhadap semua hal.
Apakah Semua Sudah Terlambat?
Tidak. Di tengah derasnya arus oplosan, masih banyak sosok yang bertahan menjaga nilai-nilai kejujuran dan keaslian. Guru-guru yang tetap mengajar sepenuh hati, petani yang tetap jujur dalam menjual hasil bumi, aktivis yang tidak tergoda suap, serta jurnalis yang masih memegang integritas.
Mengembalikan Nilai Keaslian
Kita perlu kembali menanamkan nilai "murni" dalam segala hal. Pendidikan moral bukan hanya di ruang kelas, tapi juga di ruang publik. Media harus menjadi teladan dalam menyajikan informasi apa adanya. Pemerintah harus tegas terhadap pelanggaran. Dan masyarakat harus berani menolak praktik-praktik manipulatif, sekecil apapun itu.
Sebuah Pertanyaan Kritis
Kalimat "apapun bisa dioplos, ada apa dengan Indonesia?" adalah refleksi dan gugatan. Ia menggugah kesadaran kita untuk melihat realitas secara jernih. Di balik kalimat ini ada harapan: agar bangsa ini kembali menjunjung tinggi kejujuran, integritas, dan nilai-nilai luhur yang dahulu membuat kita disegani.
Penutup
Indonesia bukan negeri tanpa harapan. Tapi untuk mewujudkan harapan itu, kita harus berani memilih keaslian di tengah budaya oplosan. Karena bangsa yang besar bukan bangsa yang pintar mencampur, tapi yang mampu menjaga kemurnian nilai dan niat dalam setiap langkahnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI