Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Pengalaman Utang Puasa Ramadan Sebanyak 18 Hari Sebab Menyusui

25 Maret 2024   20:06 Diperbarui: 25 Maret 2024   20:32 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang bayi yang sedang minum ASI melalui botol. (Sumber : Freepik via nu.or.id)

Para ibu yang sedang di fase menyusui pasti memiliki cerita pengalaman masing-masing yang berbeda selama bulan Ramadan. Ada yang diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa selama 30 hari penuh. Ada pula yang diuji melalui berbagai hal sehingga tidak bisa menuntaskan puasanya.

Sekalipun para ibu sudah berusaha sekuat tenaga melalui berbagai trik dan tips jitu agar ibadah puasanya berjalan lancar selama menyusui. Mengingat masing-masing ibu dan bayi memiliki kondisi yang berbeda-beda misalnya terkait status kesehatannya sehingga tidak bisa langsung "dihakimi" begitu saja.

Begitu pula yang saya alami. Saya berutang puasa Ramadan sebanyak 18 hari. Penyebabnya bukan karena haid, melainkan kondisi kesehatan saya dan si kecil.

Pada Ramadan empat tahun silam saat masih menyusui si kecil yang berusia sekitar 4  bulan, saya menghadapi "masa sulit" dalam menjalankan ibadah puasa.

Alhamdulillah pada awal Ramadan, saya dalam kondisi sehat sehingga dapat berpuasa dari hari pertama hingga kelima. Namun sebenarnya, sejak hari pertama saya sudah merasakan firasat kurang enak terhadap kondisi si kecil.

Hari pertama saya berpuasa, si kecil full ASI. Namun, sejak pagi kepala dan tengkuk lehernya terasa hangat saat disentuh. Padahal hari sebelumnya si kecil dalam kondisi sehat dan suhu badannya normal. Beruntung pada malam harinya suhu si kecil kembali normal. Saat itu saya mengambil kesimpulan bahwa si kecil bisa diajak "kompromi" agar ibunya bisa berpuasa pada hari-hari berikutnya.

Pada Ramadan hari kelima, si kecil tiba-tiba diare hingga buang air besar (BAB) sebanyak 6 kali dalam sehari. Saat itu saya masih dalam kondisi berpuasa hingga waktunya berbuka. Melalui nasihat dan pertimbangan bersama ayah si kecil, keluarga besar, dan bidan, akhirnya di hari keenam Ramadan, saya memutuskan untuk sementara tidak berpuasa hingga kondisi si kecil kembali pulih.

Ternyata kondisi kesehatan saya juga diuji sama Allah. Saya mengalami sembelit yang bisa dibilang akut. Gejala yang saya rasakan seperti susah BAB, mengejan terus-menerus saat BAB, bahkan hingga mengalami pendarahan saat BAB.

Upaya Pemulihan

Beberapa hari saya tidak berpuasa kadang kala terbersit rasa bersalah. Namun, dengan kondisi saya dan si kecil saat ini, saya akan semakin merasa bersalah jikalau bertindak egois dan tidak segera melakukan upaya penyembuhan.

Saya dan si kecil akhirnya mendapatkan perawatan medis tanpa harus rawat inap. Sebagai upaya pemulihan, pertama-tama saya mengevaluasi asupan dan pola makan selama bulan Ramadan karena hal tersebut memengaruhi produksi ASI.

Hingga sempat orang tua saya menyarankan agar si kecil diberikan makanan pendamping ASI (MPASI) dini, namun saya menolaknya disertai penjelasan logis. Si kecil masih berusia di bawah 6 bulan, jadi saya keukeuh tidak memberikan MPASI kepadanya. Berharap Allah memberikan jalan keluar selain MPASI dini untuk si kecil.

Singkat cerita, saya mulai berpuasa satu pekan kemudian saat saya dan si kecil sudah pulih. Saya benar-benar menjaga asupan makan dan minum agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. Barangkali saya mengalami dehidrasi karena kurangnya asupan cairan dalam tubuh serta asupan nutrisi makanan yang kurang tepat sehingga menyebabkan sembelit. Apalagi saya dalam kondisi masih menyusui.

Demi menjaga kesehatan agar tetap bugar, kualitas ASI baik dan lancar, serta beribadah puasa dengan tenang, akhirnya saya berpuasa "selang-seling". Sebagai contoh, saya hampir satu pekan tidak berpuasa karena pemulihan kondisi saya dan si kecil, kemudian kembali berpuasa satu hari, selanjutnya kembali tidak berpuasa beberapa hari hingga kembali berpuasa lagi. Melalui metode tersebut alhamdulillah kondisi kesehatan saya dan si kecil berangsur membaik selaras dengan kualitas ASI yang baik pula.

Hingga pada akhirnya saya berutang puasa Ramadan sebanyak 18 hari. Bukan karena haid, melainkan kondisi kesehatan saya dan si kecil di masa menyusuinya.

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Merujuk pada sabda Nabi SAW disebutkan, "Sesungguhnya Allah SWT meringankan setengah salat untuk musafir dan meringankan puasa bagi musafir, wanita hamil dan menyusui." (HR. An Nasai no. 2275, Ibnu Majah no. 1667, dan Ahmad 4: 347, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Hadits di atas dapat diartikan bahwa rukhsah atau keringanan untuk tidak berpuasa diantaranya berlaku untuk perempuan hamil dan menyusui.

Sejalan dengan hal tersebut, dikutip dari laman baznas.go.id, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), ibu menyusui dapat mengganti utang puasa melalui qadha dan fidyah dengan beberapa ketentuan. Qadha puasa yaitu mengganti puasa di kemudian hari. Sedangkan, membayar fidyah merupakan denda yang wajib dibayarkan seorang muslim atau muslimah yang meninggalkan ibadah puasa bulan Ramadan.

Oleh sebab itu, berdasarkan pengalaman yang saya alami, beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila seseorang mengalami kejadian serupa dengan saya bisa ditempuh dengan upaya sebagai berikut.

1. Tetap tenang, evaluasi, dan tidak menghakimi diri sendiri.

Ibu menyusui sebaiknya tidak merasa bersalah berlebihan. Mengingat setiap ibu dan bayi memiliki kondisi kesehatan yang berbeda-beda. Maka, perlunya mencari tahu penyebab persoalan kesehatan misalnya melalui komunikasi dengan orang tua yang lebih berpengalaman, sesama ibu menyusui, dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.

Pengetahuan mengenai puasa yang dilakukan dapat membahayakan itu bisa didapatkan dengan dasar kebiasaan sebelumnya, keterangan medis, ataupun dugaan kuat.

2. Tetap fokus pada upaya penyembuhan.

Beberapa upaya penyembuhan dapat ditempuh melalui meningkatkan kemampuan literasi terutama pengetahuan tentang puasa pada ibu menyusui dalam pandangan Islam dan kesehatan. Agar hal demikian tidak terulang dan sebagai upaya preventif berikutnya.

Selain itu, ibu menyusui perlu untuk selalu memperhatikan kesehatan dirinya dan anaknya. Jika dirasa masih kuat untuk berpuasa ini sangat dianjurkan. Namun, jika di tengah pelaksanaan puasa itu terdapat persoalan kesehatan, perlu untuk berkonsultasi dengan tenaga medis misalnya dokter atau bidan.

3. Segera mengganti utang puasa.

Tetap ingat kewajiban kita untuk mengganti utang puasa selama bulan Ramadan. Penggantian puasa dapat dilakukan di luar bulan Ramadan dengan jumlah puasa yang diganti menyesuaikan dengan jumlah puasa yang ditinggalkan selama bulan Ramadan. Terdapat waktu 11 bulan yang dapat digunakan untuk mengganti puasa. Karena kondisi masih menyusui, maka setidaknya berkomitmen agar sebelum memasuki bulan Ramadan di tahun berikutnya utang puasa telah dilunasi.

4. Tidak egois dan ikhlas menjalaninya.

Tidak egois dalam mengambil keputusan ingin tetap berpuasa atau dibatalkan dengan pertimbangan kondisi kesehatan. Jangan khawatir jika menjadi bahan pembicaraan orang lain. Toh, semua ini juga demi kebaikan ibu dan bayi.

Oleh sebab itu, ibu menyusui sebaiknya menerima keadaan dengan ikhlas disertai ikhtiar untuk senantiasa sehat. Misalnya, untuk meringankan sembelit melalui upaya mengonsumsi lebih banyak cairan dan makanan berserat serta berolah raga secara teratur.

5. Bersyukur, berbaik sangka, dan berdoa kepada Allah.

Berdoa kepada Allah untuk kesembuhan diri, si kecil, dan dilancarkan ibadah sunah sebagai penunjang saat Ramadan. Amalan selama tidak berpuasa bisa berbuat kebaikan melalui sedekah, tadarus Al-Qur'an, sholat sunah, dan sebagainya sehingga ibadah tetap jalan walaupun kita sedang tidak berpuasa.

Terkadang sampai menitikan air mata karena sebegitu lamanya tidak berpuasa. Di balik kejadian ini semua pasti ada hikmah kebaikan yang bisa dipetik. Tetap bersyukur meskipun di luar sana banyak ibu menyusui yang dimampukan berpuasa Ramadan satu bulan penuh. Namun, perlu diingat bahwa ada pula yang mengalami seperti kita yang tidak bisa menuntaskan puasa.

***

Meninggalkan puasa Ramadan boleh dilakukan oleh ibu yang sedang menyusui karena khawatir terhadap kesehatan diri dan bayinya. Tidak lupa untuk mengganti utang puasa pada bulan-bulan berikutnya tanpa menunda-nunda dengan catatan ibu dan bayi dalam kondisi kesehatan yang baik.

Pahala seorang ibu menyusui sungguh luar biasa. Meskipun dalam keadaan sedang tidak berpuasa karena beberapa hal, masih ada amal kebaikan yang bisa dilakukan untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah.

Semoga para ibu menyusui yang sedang menjalankan ibadah puasa senantiasa diberikan kesehatan. Jikalau ibu berhalangan berpuasa, semoga dilapangkan hatinya untuk terus semangat menyusui buah hati dan ikhlas menjalani. Berusaha keras untuk melewatinya semaksimal mungkin semampu kita dan hasilnya serahkan kepada Allah SWT.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun