Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Memaknai Keseimbangan antara Pekerjaan, Kehidupan, dan Ibadah

23 Maret 2024   19:30 Diperbarui: 23 Maret 2024   19:35 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang perempuan yang sedang bekerja (Sumber : womenlead.magdalene.co)

Work-life balance dalam Islam diartikan sebagai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan yang mencakup amal dunia dan amal akherat. Amalan yang dimaksudkan adalah untuk keduanya, tidak menganggap salah satu lebih penting dari yang lain. Apabila hanya menganggap penting salah satu darinya, maka akan terganggu keseimbangannya.

Gangguan keseimbangan itu adalah penyakit. Mengingat sehat adalah keseimbangan rohani dan jasmani. Kesehatan adalah sebuah mahkota dimana seseorang baru akan menyadari Allah memberikan banyak hal kepada kita ketika diuji melalui sakit.

Terdapat ungkapan yang cukup tersohor, "bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya." Ungkapan tersebut tidak bisa langsung kita sepakati begitu saja.

Bekerja bukan hanya untuk kenikmatan duniawi, melainkan juga untuk meraih kenikmatan ukhrawi. Kenikmatan ukhrawi mengandung arti bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang di dunia dapat memberikan keberuntungan di akherat kelak.

Bagaimana jika seorang workaholic atau "gila kerja" telah mencapai kesuksesan di dunia tapi melupakan keluarganya?

Begitupun seseorang tidak "tenggelam" dalam spiritualnya, melainkan berusaha menyeimbangkan jasmani dan rohani serta material dan spiritual. Walaupun kita memberi tekanan khusus pada bulan Ramadan untuk melaksanakan ibadah lebih intens.

Misalnya pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan. Pada hari-hari tersebut dianjurkan untuk melakukan i'tikaf. Dengan melaksanakan sholat sunah, berdzikir, membaca Al-Qur'an, dan aktivitas lainnya yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Ketika kita melaksanakannya malam hari tapi keesokannya bangun kesiangan sehingga terlambat berangkat bekerja, maka hal demikian sebaiknya tidak terjadi dan harus diantisipasi. Yang berarti kewajiban bekerja harus mendahului sunah.

Inilah pentingnya menyeimbangkan antara kegiatan ibadah dan pekerjaan. Oleh sebab itu, agar terlaksana secara seimbang harus mengupayakan dengan cara mengerjakan sholat sunah dan ibadah sunah lainnya di waktu luang yang tidak berbenturan dengan urusan pekerjaan.

Dalam konteks Islam, bekerja dipandang sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Bukan semata-mata untuk menjemput uang tetapi juga keberkahan. Sedangkan agar aktivitas bekerja dapat dinilai sebagai amal ibadah setidaknya memenuhi 4 syarat meliputi (1) niatkan untuk ibadah, (2) gunakan cara yang baik, (3) jangan tinggalkan ibadah yang wajib, serta (4) mencari rezeki untuk bekal ibadah.

Pertama, niatkan untuk ibadah. Dalam menjalani hidup ini, semua manusia pasti ingin menggapai kesuksesan mulai dari rezeki hingga ibadah. Namun, sayangnya masih ada sebagian dari kita yang lalai untuk beribadah karena kesibukan bekerja hingga lupa dengan Sang Pemberi Rezeki. Oleh sebab itu, mulailah meniatkan kegiatan bekerja kita sebagai amal ibadah dan ladang kebaikan.

Kedua, gunakan cara yang baik. Hal ini dimaksudkan agar kita melaksanakan pekerjaan yang sejalan dengan tuntunan Allah contohnya sikap jujur. Selama sesuai dengan tuntunan agama berarti kita menggunakan strategi-strategi jitu dalam menjalankan urusan ibadah, amanah, muamalah, dan sebagainya.

Ketiga, jangan tinggalkan ibadah yang wajib. Kadang kalanya kita dihadapkan pada kondisi disibukkan dengan kepentingan pekerjaan hingga terkadang kewajiban untuk melaksanakan sholat terpinggirkan. Pada akhirnya, pekerjaan berbenturan dengan ibadah. Maka, jangan sampai hal demikian terjadi.

Keempat, mencari rezeki untuk bekal ibadah. Bekerja sebagai upaya mencari rezeki jelas tujuannya untuk bekal ibadah. Uang yang dihasilkan dari bekerja untuk menafkahi keluarga, zakat, infak, sedekah, wakaf, naik haji, umroh, dan sebagainya.

Niat, Nikmat, dan Keberkahan 

Berusahalah sekuat tenaga tetapi semua target kita, kita kaitkan dengan Allah. Apa yang kita lakukan sejalan dengan tuntunan Allah. Misalnya, seseorang yang sedang berusaha ingin berhenti dari kebiasaan merokok. Maka niatkan hal tersebut karena untuk menjaga kesehatan. Sedangkan menjaga kesehatan adalah perintah dari Allah. Niat tidak harus diucapkan tetapi kaitannya dengan hati.

Mengutip dialog keagamaan di salah satu kanal YouTube, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menyampaikan bahwa tanda keberkahan di tempat kerja meliputi kebahagiaan dan ketenangan hidup. Hal demikian mengonfirmasi bahwa kesenangan, ketenangan hati, dan pikiran seseorang selama bekerja akan melahirkan performa kerja yang baik. Didukung dengan kondisi keluarga yang sehat, memiliki rekan kerja dan atasan yang berakhlak baik, serta lingkungan kerja yang mendukung untuk kegiatan beribadah seseorang.

Yang cukup memprihatinkan adalah seseorang memiliki gaji banyak, namun ketika Allah mencabut nikmat dan keberkahan darinya maka bisa saja misalnya melalui kendaraan yang sering rusak, istri sakit, dan anak yang tidak mudah dinasihati. Bukankah harapan dan doa kita adalah agar anak dan istri senantiasa sehat dan terjalin keluarga yang harmonis.

Upaya Keseimbangan

Adapun ikhtiar sebagai upaya kita menyeimbangkan antara pekerjaan, kehidupan, serta ibadah dapat melalui beberapa langkah sebagai berikut.

1. Setiap hari membagi waktu-waktu dalam kegiatan positif.

Selagi akal manusia belum dikalahkan oleh nafsunya, maka ia masih mampu membagi waktunya untuk hal-hal berikut.

Pertama, berdialog dengan Tuhan. Sholat bermakna sebagai medium hubungan manusia dengan Allah SWT. Terdiri atas sholat wajib 5 waktu dan berbagai sholat sunah. Fungsi utama sholat sebagai sarana beribadah kepada-Nya. Maka, menunda pekerjaan untuk melaksanakan sholat tepat waktu adalah sebuah kebaikan. Dengan catatan pekerjaan tersebut dapat dijeda sementara dan dilanjutkan di waktu berikutnya.

Kedua, memperhatikan alam raya dengan ilmu. Mengisi waktu Ramadan dengan menuntut ilmu melalui mengikuti berbagai majelis ilmu adalah hal yang dianjurkan. Hal demikian sebagai upaya mengisi waktu dengan kegiatan positif dan produktif untuk meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan diantaranya tentang alam semesta yang membuat kita takjub pada Sang Pencipta.

Ketiga, instrospeksi. Bermuhasabah diri apakah selama ini kehadiran hati dan kerendahan diri sudah hadir dalam mengerjakan ibadah seperti sholat, di tengah-tengah kesibukan pekerjaan dan hiruk pikuk kehidupan. Mengingat sholat sebagai salah satu ibadah penyeimbang antara kehidupan dan pekerjaan.

Keempat, memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga. Kebutuhan hidup mencakup lahiriah dan batiniah. Misalnya, saking sibuknya kita hingga lama tidak mengunjungi ibu, tidak quality time dengan keluarga, dan sebagainya. Maka, seseorang harus menyadari bahwa keluarga bukan hanya butuh materi tetapi kehadirannya pula.

2. Menyadari bahwa tidak semua keinginan dapat tercapai.

Ambisi perlu ada, namun kesadaran diri juga penting. Di dunia ini kita bekerja keras dan terus memikirkan dan melakukan pekerjaan hingga berimbas pada terabaikannya kewajiban yang lain. Bukankah segala sesuatu yang kita inginkan adalah atas ridha-Nya. Maka, benahi cara kita menggapai keinginan dengan mengharap ridha-Nya.

3. Menyadari untuk berdamai dengan diri sendiri.

Bisa jadi belum waktunya sekarang Allah menganugerahkan kenikmatan yang kita dambakan dan akan tiba pada waktu yang tepat kelak.

Misalnya menargetkan agar tahun ini harus memiliki mobil. Terus berusaha tapi belum tercapai. Maka, sebaiknya menurunkan sedikit target yang diinginkan. Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah agar apa yang menjadi target kita akan dipermudah jalannya.

Tidak semua yang kita kehendaki dapat terjadi, namun yang tidak kita kehendaki justru terjadi. Manusia makhluk lemah, sadari Allah Maha baik. barangkali di balik itu semua ada kebaikan untuk kita.

4. Senantiasa bersyukur dan berbaik sangka kepada Allah.

Rasa bersyukur dan husnudzon kepada Allah mengandung makna, diantaranya :

Pertama, menerima yang sedikit dan menganggapnya yang banyak, memberi yang banyak dan menganggapnya sedikit. Hal demikian berarti bahwa rasa syukur akan terus mengalir walaupun rezeki yang kita peroleh tidak banyak. Di samping itu, tidak lantas berbangga diri dan lekas puas apabila berbuat kebaikan.

Kedua, menggunakan nikmat yang diperoleh sesuai tujuan penganugerahannya. Misalnya nikmat sehat yang Allah berikan kepada kita dimanfaatkan untuk tetap produktif, profesional, dan bertanggungjawab terhadap pekerjaan. Berbaik sangka kepada Allah bahwa pekerjaan akan tetap berjalan sesuai rencana saat kita sholat tidak tergesa-gesa, tetap khuyuk, dan tuma'ninah.

5. Tidak ngoyo tetapi berusaha terus-menerus.

Kita sendiri yang bisa ngerem atau mengatur dan mengelola ritme pekerjaan. Namun, apabila Allah menguji kita melalui sakit maka ingatlah hak badan untuk mengistirahatkannya agar tidak terforsir. Ketika badan sudah fit, kembali bekerja sekuat tenaga hingga puasnya bukan karena pekerjaan, melainkan saat memberi sebagian dari apa yang kita hasilkan.

***

Melalui beberapa strategi di atas diharapkan kita sebagai umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah puasa ini dimampukan untuk menyeimbangkan antara pekerjaan, kehidupan, dan ibadah. Sehingga tidak ada lagi kata-kata terlontar, "maunya sih seimbang, tapi prakteknya keteteran" karena gangguan atas ketidakseimbangan yang diidealkan tersebut.

Dengan mengetahui dan memahami makna dari keseimbangan tersebut, diharapkan kita mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Serta senantiasa berbaik sangka kepada Allah dan mengharapkan ridha-Nya untuk merengkuh kesuksesan di dunia dan akherat. Amin.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun