Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Content Strategist

Penikmati cerita (story) di berbagai platform • Suka menulis kreatif (creative writing) tema gaya hidup (lifestyle) dengan gaya (style) storytelling • Senang membantu klien membangun brand story • Personal advisor/consultant strategi konten untuk branding dan marketing • Ngeronda di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pedagang Keliling yang Saya Tahu: Donggala dan Kisah Masa Kecil

22 Juli 2025   18:45 Diperbarui: 26 Juli 2025   00:49 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pedagang keliling (Unsplash)

Ikan-ikan yang diperdagangkan secara berkeliling itu, dijual tanpa membutuhkan alat timbang. Takaran untuk menentukan harga jual, berdasarkan ikatan. Talinya terbuat dari bambu, melewati insang ikan-ikan, membentuk rencengan.

Jumlah ikan per renceng yang dijual, bervariasi jumlahnya. Umumnya semakin kecil ukuran ikannya, akan semakin banyak pula jumlah ikan dalam satu renceng.

Ilustrasi pedagang keliling di Jakarta (Unsplash)
Ilustrasi pedagang keliling di Jakarta (Unsplash)

Pedagang Keliling Sistem Barter

TANGKAPAN hasil laut ini, bisa bervariasi. Bukan hanya berbagai jenis ikan, tetapi juga lainnya. Terkadang, pemburu teripang ikut berjualan dengan berkeliling kota. Bahkan, sesekali kita bisa menjumpai penjual penyu atau kura-kura.

Mengenai jualan pedagang keliling yang satu ini, adalah favorit untuk dibeli ayah saya bila beliau sedang di toko. Atau, bila beliau menjumpainya dalam perjalanan, lalu diajak ke rumah untuk bertransaksi.

Namun demikian, ada jenis pedagang keliling lain yang kala itu tidak saya pahami benar model transaksinya. Rupiah bukanlah alat tukarnya, melainkan sistem barter---seperti kisah-kisah di masa lampau era bedil sundut. Untuk model barter ini, nenek saya bisa memeroleh bahan pangan seperti palawija dan beberapa butir telur.

Sebagai catatan, pada masa itu satuan pengukuran untuk beras, kacang hijau, dan kacang tanah adalah liter. Wadahnya telah tersedia dan mudah dibeli sebagai produk pabrikan. Beras, kacang hijau, atau kacang tanah diisikan ke dalamnya hingga memuncak, lalu diratakan dengan tongkat pendek, sekali ayun.

Transaksi gaya barter ini, berlangsung di dalam rumah. Seorang perempuan agak berumur akan datang ke rumah kami. Di ruang keluarga rumah kami, ibu itu menurunkan bawaannya.

Lalu, nenek dan tante saya akan mengeluarkan pakaian-pakaian lama yang tak lagi dipakai. Nenek saya akan menyodorkan, misalnya, selembar pakaian. Si ibu tadi akan merespons dengan menyebutkan takaran tukarnya, berdasarkan apa yang dibawanya.

"Ini masih bagus, tambah setengah liter kacang tanahlah," kira-kira seperti itu ingatan saya terhadap ucapan nenek saya. Demikian seterusnya, satu per satu, hingga tak ada lagi baju, rok, atau celana untuk dibarter dengan palawija dan telur ayam.

Momen-momen seperti itu, sungguh mengasyikkan untuk saya dinikmati. Ketika transaksi barter tersebut berlangsung, saya akan duduk diam di sofa atau anak tangga. Saya mengamati interaksi dan perbincangan yang mengemuka kala itu sebagai tontonan yang memikat, seperti seorang observer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun